<data:blog.pageTitle/>

This Page

has moved to a new address:

http://duniaperpustakaan.com

Sorry for the inconvenience…

Redirection provided by Blogger to WordPress Migration Service
Dunia Perpustakaan | Informasi Lengkap Seputar Dunia Perpustakaan: Komunikasi Ilmiah dan Peran Perpustakaan Perguruan Tinggi

Thursday, December 5, 2019

Komunikasi Ilmiah dan Peran Perpustakaan Perguruan Tinggi

Dunia Perpustakaan | Artikel Perpustakaan - Untuk anda para pustakawan, pengelola perpustakaan, maupun para mahasiswa Jurusan Ilmu perpustakaan yang membutuhkan referensi terkait dengan Komunikasi Ilmiah dan Peran Perpustakaan, berikut ini tulisan menarik yang ditulis langsung oleh Rhoni Rodin, Pustakawan Madya IAIN Curup. Alumnus Universitas Indonesia (UI). sekaligus sebagai Dosen Ilmu Perpustakaan IAIN Curup.

ilustrasi: interactivityfoundation.org

Komunikasi Ilmiah dan Peran Perpustakaan

Oleh: Rhoni Rodin

Perpustakaan perguruan tinggi sebagai media penyebaran informasi menjadi bagian penting dan sentral dalam pengelolaan publikasi ilmiah. Perpustakaan menjadi media penghubung antara penulis dan pengguna. Dengan perannya ini, tentunya perpustakaan menempati posisi yang sangat strategis dan  sentral dalam pengembangan komunikasi ilmiah di perguruan tinggi.

Selama ini kita sering mendengar jargon bahwa Perpustakaan perguruan tinggi merupakan jantungnya perguruan tinggi. Oleh karena itu, agar komunikasi ilmiah dan penyebaran informasi dapat berjalan sebagaimana mestinya maka jantung tersebut harus sehat. Sehat dalam artian mempunyai kemampuan untuk mendukung kegiatan akademik kampus yang termaktub dalam tri dharma perguruan tinggi. Sehingga kegiatan ilmiah bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Komunikasi ilmiah merupakan suatu proses penyampaian hasil penelitian oleh seorang peneliti melalui sebuah tulisan yang dimuat dalam sebuah jurnal ilmiah. Dalam kaitannya dengan tugas perpustakaan sebagai lembaga pengelola informasi dan ilmu pengetahuan, perpustakaan bertugas memfasilitasi atau memberikan sarana komunikasi ilmiah bagi para peneliti tersebut. Sehingga dengan demikian perpustakaan tidak semata-mata hanya menerima jurnal-jurnal yang telah siap untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Perpustakaan perguruan tinggi semestinya tidak hanya menerima atau mengadakan jurnal-jurnal ilmiah yang sudah siap untuk dibaca oleh para mahasiswa, dosen, maupun para peneliti, akan tetapi juga menjadi wadah ataupun menyediakan sarana untuk keberlangsungan komunikasi ilmiah tersebut.

Sesuai dengan Undang-Undang nomor 43 Tahun 2007 Pasal 24 yang menyebutkan bahwa perpustakaan perguruan tinggi mengembangkn layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi, maka dalam pengelolaan sarana komunikasi ilmiah ini perpustakaan perguruan tinggi sudah seharusnya memanfaatkan teknologi informasi sebagai sarana pendukungnya. Karena memang jurnal-jurnal ilmiah yang dikelola pada perpustakaan perguruan tinggi sudah semestinya berbasis elektronik.

Para peneliti dari semua disiplin ilmu pengetahuan dapat mempublikasikan artikel mereka pada media publikasi ilmiah seperti sistem jurnal elektronik maupun cetak. Sebagai peneliti yang memiliki kompetensi dan reputasi, maka artikel yang dihasilkan juga memiliki kualitas yang baik.

Salah satu cara mengetahui artikel tersebut baik atau tidak, dapat mengamati dari indeksasi sitasi elektronik seperti cross-ref, Scopus, Web of Scinces, Google Scholar, Moraref dan sebagainya. Dengan melihat jumlah sitasi dan media indeksasi dari artikel tersebut dapat disimpulkan bahwa artikel tersebut baik.

Komunikasi Ilmiah

Seluruh publikasi ilmiah yang dimiliki peneliti saat ini mulai dikelola dengan serius. Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dan Kementerian Agama mulai mengagas dengan serius bagaimana pengelolaan dari seluruh publikasi ilmiah yang ada di Indonesia. Berbagai kebijakan publikasi ilmiah dilakukan agar dapat memfasilitasi hal tersebut.

Berangkat dari permasalahan ini, komunikasi ilmiah menjadi jawaban atas bagaimana mengelola publikasi ilmiah tersebut. Komunikasi ilmiah bisa berjalan dengan baik apabila mata rantainya pun berjalan dengan baik pula. Mata rantai itu meliputi para dosen, peneliti, pustakawan, mahasiswa, dan tentunya ditunjang oleh perpustakaan sebagai sarana komunikasi ilmiah.

Komunikasi ilmiah (scholarly communication) dapat berjalan lancar apabila kelompok kepentingan sebagai satu mata rantai berfungsi dengan baik. Seluruh komponen memiliki peran penting untuk menciptakan suatu komunikasi ilmiah yang sehat. Perpustakaan sebagai salah satu kelompok kepentingan memiliki posisi strategis di dalamnya. Tulisan ini menekankan pada peran perpustakaan sebagai salah satu kelompok kepentingan dalam mata rantai komunikasi ilmiah.

Berbagai kelompok kepentingan mewarnai proses komunikasi ilmiah. Fungsi perpustakaan sebagai pusat informasi yang mengumpulkan dan menyebarkan berbagai jenis karya baik dalam yang dikategorikan ilmiah maupun yang tidak. Agar supaya seluruh karya tersebut dapat dikomunikasikan kembali kepada pemustaka diperlukan beberapa langkah dalam bentuk kebijakan lanjutan.

Perpustakaan perlu membuat kebijakan dalam hal jenis koleksi yang akan didigitalisasikan, hal akses, infrastruktur jaringan dan internet sampai dengan SDM yang dalam hal ini pustakawan. Apabila seluruh unsur di atas diperhatikan dengan baik maka perpustakaan secara langsung sudah dapat menjalankan perannya dengan baik sebagaimana yang diharapkan satu sistem komunikasi ilmiah.

Komunikasi ilmiah berfungsi untuk menjamin kualitas keilmiahan dalam setiap kegiatan penelitian yang berkaitan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Komunikasi ilmiah mencakup perlindungan terhadap segala hal terkait kepemilikan, penghargaan dan keberlangsungan karya ilmiah. Termasuk pengembangan lanjutan untuk kepentingan ilmu pengetahuan yang tentunya membutuhkan informasi-informasi yang sudah ada sebelumnya. Semua hasil-hasil karya intelektual yang diperoleh dalam komunikasi ilmiah berserta dinamika perkembangannya memerlukan fungsi penyimpanan dan pengarsipan secara sistematis dengan tujuan utama untuk kemudahan temu kembali informasi ilmiah yang terkait didalamnya.

Bahtiar (2016) dalam penelitiannya memberikan kesimpulan bahwa perpustakaan perguruan tinggi dapat membangun wadah komunikasi ilmiah dengan cara menciptakan sebuah portal jurnal elektronik yang dikelola dengan bekerja sama dengan para akademisi pada setiap bidang ilmu. Karena diharapkan untuk kedepannya perpustakaan perguruan tinggi tidak hanya menampung jurnal-jurnal ilmah yang telah siap untuk dikonsumsi, melainkan juga terlibat dalam proses penciptaan jurnal-jurnal ilmiah tersebut melalui wadah yang difasilitasi perpustakaan sebagai sarana komunikasi ilmiah.

Perpustakaan melalui fungsinya tampak jelas berperan dalam komunikasi ilmiah. By organizing, disseminating, and providing access to information, librarians and archivists act as gatekeepers of knowledge for countless students, researchers, and professors (Sugitomo, 2012). Fungsi pengelolaan (organizing), penyebaran (disseminating) dan juga menyediakan akses informasi (providing access to information), menjadi fungsi utama perpustakaan, sehingga dari fungsi-fungsi tersebut pustakawan disebut sebagai penjaga gawang (gatekeepers) dari ilmu pengetahuan. Komunikasi ilmiah sebagai alur yang berputar jelas bersinggungan dengan fungsi-fungsi perpustakaan di atas.

Peran Perpustakaan Perguruan Tinggi

Peran perpustakaan perguruan tinggi seperti yang diuraikan di atas dapat dikategorikan sebagai peran tradisional yang hanya menyentuh sebagian kecil ‘wilayah’ komunikasi ilmiah. Perpustakaan perguruan tinggi lebih dominan hanya sebagai information consumer (pengguna informasi), yaitu mengkoleksi dan mengorganisasi informasi ilmiah mudah ditemu-kembali (retrieved) oleh civitas akademi (mahasiswa, dosen, peneliti). Dalam peran ini, perpustakaan perguruan tinggi banyak berfokus pada program pendidikan pemakai (library instruction) yang bertujuan untuk mensosialisasikan library collection/resources dan strategi penelusurannya terutama yang bersifat online atau electronic. Peran ini baru bersinggungan dengan sebagian kecil wilayah scholarly communication, yaitu discovery dan dissemination.

Peran tradisional ini belum cukup karena landscape dan environment komunikasi ilmiah telah mengalami perubahan luar biasa sebagaimana dipetakan di atas. Perubahan ini harus disadari oleh perpustakaan dengan tujuan agar dapat melakukan strategic realignment (penyelarasan strategis) peran-peran perpustakaan dan pustakawan untuk memasuki ‘wilayah-wilayah’ scholarly communication secara lebih luas lagi. Dengan cara ini, perpustakaan perguruan tinggi dapat melakukan perluasan peran (extended roles) yang benar-benar menyentuh kebutuhan mahasiswa, dosen dan peneliti dalam setiap tahapan dalam alur komunikasi ilmiah (scholarly communication cycle) atau tahapan penelitian (research lifecycle) (Harliansyah, 2017).

Scholarly communication merupakan ‘wilayah’ yang strategis untuk dimasuki perpustakaan perguruan tinggi. Pada awal 2003, Association of College and Research Libraries (ACRL) mengembangkan sebuah inisiatif untuk memasuki ‘wilayah’ yang lebih luas lagi scholarly communication ini sebagai salah satu bentuk pengembangan tugas, fungsi dan peran perpustakaan akademik. Kemudian pada 2005, ACRL meluncurkan Scholarly Communication Toolkit yang bertujuan, pertama, membantu para pustakawan mengintegrasikan program dan layanan perpustakaan yang sinergis dengan scholarly communication framework dan, kedua, mengkaji dan menyajikan isu-isu penting terkait scholarly communication yang perlu difahami oleh para civitas akademi dan pustakawan akademik.

Melalui inisiatif ini, ACRL bermaksud membangun kesadaran dan pemahaman para pustakawan perguruan tinggi terhadap ruang lingkup scholarly communication sehingga dapat memacu keterlibatan dan sumbangsih mereka dalam mengembangkan scholarly communication environment yang kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Salah satu pintu masuk yang dapat digunakan oleh perpustakaan perguruan tinggi dalam menyentuh ‘wilayah’ scholarly communication secara lebih luas lagi adalah program-program information literacy, yang materi-materinya dikemas, diperluas dan diselaraskan dengan dinamika dan ruang-lingkup scholarly communication.

Dalam kerangka memperkaya materi information literacy ini, ACRL menyusun white paper yang berjudul Intersections of Scholarly Communication and Information Literacy: Creating Strategic Collaborations for a Changing Academic Environment (Association of College & Research Libraries, 2013). Selain itu, ACRL juga menerbitkan sebuah buku antologi berjudul Common ground at the nexus of information literacy and scholarly communication (Hensley, 2013). Kedua naskah ini sangat bagus untuk dirujuk oleh perpustakaan dan pustakawan akademik di manapun, termasuk Indonesia.
Rhoni Rodin
Penulis adalah Pustakawan Madya IAIN Curup. Alumnus Universitas Indonesia (UI). Dosen Ilmu Perpustakaan IAIN Curup.



Labels: ,