<data:blog.pageTitle/>

This Page

has moved to a new address:

http://duniaperpustakaan.com

Sorry for the inconvenience…

Redirection provided by Blogger to WordPress Migration Service
Dunia Perpustakaan | Informasi Lengkap Seputar Dunia Perpustakaan: Perpustakaan Sebagai Tempat Pembelajaran Seumur Hidup (“Life Long Learning”)

Monday, April 9, 2007

Perpustakaan Sebagai Tempat Pembelajaran Seumur Hidup (“Life Long Learning”)

Perpustakaan Sebagai Tempat Pembelajaran Seumur Hidup (“Life Long Learning”)


Majalah : Visi Pustaka Edisi : Vol. 9 No. 1 - April 2007

Abstrak


Proses belajar melalui jalur formal biasanya dibatasi oleh usia sedangkan proses pembelajaran secara otodidak ("life long learning") dilakukan secara mandiri dengan didukung oleh sumber-sumber informasi yang banyak tersedia di perpustakaan. Pembelajaran dan perpustakaan merupakan dua hal yang saling menunjang dan berkaitan, hal ini sesuai dengan salah satu fungsi perpustakaan sebagai tempat belajar dan perpustakaan sebagai fasilitas bagi optimalisasi pembelajaran yang sedang berjalan.

Pola pembiasaan yang membantu bagi proses belajar adalah membaca dan menemukan sumber referensi yang sangat berguna bagi kepentingan pencarian ilmu pengetahuan yang sedang dijalani. Misi perpustakaan sebagai tempat belajar seumur hidup tidak hanya menunggu pengguna tetapi juga berperan aktif dalam memotivasi pengguna  dan menciptakan inovasi layanan sehingga pengguna merasa betah dan terobsesi dengan perpustakaan.

A. Pendahuluan

"Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat" (HR Nabi Muhammad SAW)

Semangat menuntut ilmu merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Manusia dapat meningkatkan derajatnya karena ilmu pengetahuan, manusia dapat bertahan hidup di dunia yang ¿liar¿ juga karena ilmu pengetahuan bahkan manusia bisa memperluas wilayah hidupnya hingga ke angkasa luar juga menggunakan ilmu pengetahuan.

Karena itu ungkapan diatas memang sangat tepat digunakan untuk menggambarkan sebuah proses pencarian ilmu pengetahuan yang sering juga kita sebut sebagai proses belajar.Proses belajar sesungguhnya tak mengenal waktu maupun tempat. Dengan kata lain bahwa ilmu pengetahuan bisa kita dapatkan dimanapun dan kapanpun.
Proses belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

  • 1. Melalui jalur formal, yaitu proses belajar yang menggunakan kurikulum standar yang disampaikan dan dibimbing oleh guru. Proses ini terdiri dari berbagai tingkatan mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar (SD), SLTP, SMU hingga tingkat perguruan tingi dan pascasarjana yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta. Proses belajar ini harus dilalui tahap demi tahap.

  • 2. Melalui jalur non-formal, yaitu proses belajar melalui kursus atau pelatihan yang banyak diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Proses belajar informal biasanya tidak menggunakan kurikulum akan tetapi ada paket belajar yang harus ditempuh oleh siswanya. Dalam prosesnya tetap ada seorang pembimbing yang memberikan arahan dan petunjuk dalam penguasaan sebuah pengetahuan.

  • 3. Otodidak, yaitu proses belajar secara mandiri tanpa melalui kurikulum maupun guru. Proses belajar ini bisa dilakukan dengan banyak membaca buku, diskusi, sharing dengan orang lain atau melalui pengalaman dalam melakukan sesuatu sehingga pengetahuan kita dapat bertambah karena pengalaman tersebut (¿tacid knowledge¿).


Jalur otodidak biasanya ditempuh karena berbagai alasan diantaranya karena usia yang sudah melebihi batas untuk menempuh jalur formal atau karena tidak adanya biaya untuk menempuh jalur formal
Proses belajar melalui jalur formal biasanya dibatasi oleh usia karena memang harus berjalan tahap demi tahap, sedangkan jalur non-formal maupun otodidak tidak dibatasi oleh usia.

Proses belajar secara otodidak dilakukan secara mandiri dengan didukung oleh sumber-sumber informasi yang banyak tersedia di perpustakaan umum. Proses pembelajaran secara otodidak inilah yang sering disebut sebagai pembelajaran seumur hidup atau ¿life long learning¿. Proses penyediaan dan pemilihan sumber informasi  yang meliputi seluruh subjek yang ada dan tepat sasaran oleh perpustakaan akan memberikan dukungan yang sangat baik bagi masyarakat yang memilih jalur otodidak.

Karena itu keberadaan perpustakaan dengan penyediaan sumber informasi yang lengkap sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang tidak mempunyai kesempatan menempuh jalur pendidikan formal maupun non-formal.
Pembelajaran dan perpustakaan merupakan dua hal yang saling berkaitan dan saling menunjang. Keterkaitan tersebut terlihat dalam salah satu fungsi perpustakaan sebagai tempat belajar sedangkan perpustakaan merupakan fasilitas bagi optimalisasi pembelajaran yang sedang berjalan. Kedua bidang ini mempunyai hubungan simbiosis mutualisme yang salaing menguntungkan.

Peran perpustakaan dalam memfasilitasi proses belajar seumur hidup akan dibahas dalam artikel ini. Hal-hal yang berkaiatan dengan peran tersebut diantaranya bagaimana format dan metode yang dapat diterapkan oleh perpustakaan dalam mensukseskan misi ini juga akan dibahas lebih lanjut.

B. Perpustakaan Sebagai Salah Satu Fasilitator Pendidikan

Banyak ahli pendidikan yang menyadari bahwa pendidikan terutama sekolah (formal) kurang mampu memenuhi tuntutan kehiidupan. Karena itu dalam pertemuan internasional yang diprakarsai Badan PBB Urusan pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO), mereka sepakat soal perlunya pendidikan seumur hidup (Sa¿adah 2006:1). Pemikiran ini sejalan dengan pakar pendidikan yang juga mantan Mendikbud Fuad Hasan  yang menyatakan bahwa pendidikan dalam arti luas merupakan ikhtiar yang ditempuh melalui tiga pendekatan yaitu pembiasaan, pembelajaran dan peneladanan. Ketiga aspek tersebut berlangsung sepanjang perjalanan hidup manusia.

Berkaitan dengan hal tersebut yang harus kita garisbawahi bahwa pendidikan dapat ditempuh melalui pendekatan pembiasaan, pembelajaran dan peneladanan. Artinya bahwa sebenarnya pendidikan harus dimulai sejak kecil dalam lingkungan yang paling kecil pula yaitu keluarga. Ketiga proses pendekatan tersebut akan berhasil jika diawali dari lingkungan dimana seorang anak sering berada. Akan tetapi pola pendidikan kebanyakan masyarakat Indonesia seringkali terpaku pada sekolah formal.

Sehingga pola-pola pendekatan tersebut terkadang tidak bisa berjalan secara maksimal dan tidak memberikan hasil belajar yang optimal. Untuk mengejar keterlambatan ini diperlukan upaya-upaya dari pihak pengelola dan pemerintah untuk memaksimalkan segala potensi yang ada agar ketiga pola pendekatan dapat berjalan secara maksimal dan tercapai hasil belajar yang optimal.

Salah satu pola pembiasaan yang sangat membantu bagi proses belajar adalah membaca dan menemukan sumber referensi yang sangat berguna bagi kepentingan pencarian ilmu pengetahuan yang sedang dijalani. Pembiasaan membaca akan sangat dipengaruhi oleh fasilitas dan peneladanan dari para orang tua.

Tanpa penyediaan fasilitas buku-buku yang bermutu dan bimbingan orangtua atau guru disekolah hal ini akan sulit dicapai. Akan tetapi sebenarnya masih ada alternatif lain untuk pemenuhan fasilitas membaca bagi masyarakat yaitu dengan memperkenalkan perpustakaan kepada anak-anak sejak kecil. Mulai dari lokasi perpustakaan, apa yang terdapat di dalamnya hingga bagaimana cara menemukan informasi yang terdapat di sana. Hal ini akan sangat membantu bagi para orang tua dalam memenuhi kebutuhan membaca bagi anak-anak maupun diri mereka sendiri.

Fungsi utama perpustakaan ada 5 yaitu penyimpanan, pendidikan, penelitian, informasi dan rekreasi kultural (Qalyubi, 2003:15-17). Masih dalam sumber yang sama menyebutkan  fungsi perpustakaan sebagai tempat pendidikan mengandung arti bahwa perpustakaan merupakan tempat belajar seumur hidup.

Hal ini dapat dijelaskan lebih lanjut bahwasannya perpustakaan sebagai penyedia sumber informasi dapat digunakan oleh semua orang tanpa memandang umur, pekerjaan, status dll sehingga proses belajar dapat berlangsung secara berkesinambungan dan berjalan seumur hidup. Hal ini berarti juga bahwa perpustakaan juga dapat berperan sebagai fasilitator pendidikan bagi masyarakat.

Masalahnya sekarang perpustakaan yang mempunyai potensi sebagai fasilitator pendidikan tersebut terkadang masih dipandang miring dan negatif dengan menganggap perpustakaan hanya sebagai gudang atau tempat penyimpanan buku. Yang sebenarnya harus dilakukan adalah bagaimana mengembangkan perpustakaan menjadi penentu pola dan kecenderungan (pattern and trend setter) perilaku masyarakat. Dengan demikian pola pembiasaan membaca tidak perlu dilakukan dengan susah payah, karena masyarakat merasa mempunyai ¿gengsi¿ tersendiri ketika datang dan menggunakan layanan baca di perpustakaan.

Perubahan pola pikir masyarakat tentang perpustakaan memang harus dirubah. Tentu saja ini bukan pekerjaan yang mudah, karena kita tidak bisa memaksa masyarakat begitu saja untuk mengikuti pola pikir kita secara utuh. Salah satu cara yang bisa merubah hal tersebut adalah dengan menunjukkan jati diri perpustakaan yang sebenarnya dan jaminan bahwa perpustakaan akan memberikan layanan yang terbaik bagi masyarakat. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat daya pikir masyarakat yang semakin kritis dalam memandang sesuatu.

Perubahan yang terjadi dalam sebuah organisasi merupakan sesuatu yang lumrah dan dapat terjadi kapan saja. Hal ini dikarenakan pemikiran masyarakat yang selalu berkembang dan mengikuti pola perkembangan. Perubahan yang dilakukan semata untuk langkah perbaikan dan pencapaian hasil yang optimal. Sebagai sebuah penyedia jasa layanan perpustakaan harus selalu mengalami perubahan dalam masukan (input), proses, maupun keluarannya (output).

Perubahan masukan di perpustakaan diantaranya pembaharuan koleksi perpustakaan agar informasi yang disajikan selalu up to date, pembaharuan layout atau design interior perpustakaan agar pengguna selalu merasa nyaman,  fresh dan tidak bosan. Proses administrasi yang ada diperpustakaan juga tidak perlu dilakukan secara berbelit-belit kalau perlu pengguna cukup mengakses perpustakaan dari rumah masing-masing sehingga tidak perlu datang secara fisik ke perpustakaan.

Perubahan output  atau keluaran perpustakaan akan terlihat dari reaksi pengguna setelah menggunakan perpustakaan. Apa yang dirasakan oleh pengguna apakah mereka merasa puas atau tidak dengan layanan yang diberikan itulah hasil output perpustakaan. Peningkatan hasil keluaran akan terjadi bila kita meningkatkan layanan yang kita berikan. Peningkatan layanan ini akan tercapai bila pengguna mendapatkan apa yang mereka inginkan. Apa yang diinginkan oleh pengguna tergantung dari seberapa koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan itu sendiri.

Sebuah penelitian  di United Kingdom menyatakan bahwa hubungan antara perubahan koleksi dengan layanan adalah berbanding lurus. Dimana koleksi meningkat 79% akademisi menyatakan bahwa pelayanan yang diberikan juga meningkat. Ketika mereka meningkatkan pelayanan perpustakaan maka 70% pengguna mengatakan bahwa koleksi perpustakaan itu lebih baik (Evens, 1996:80). Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan koleksi perpustakaan juga akan meningkatkan image pustakawan dan perpustakaan terhadap penggunanya.

Dengan menyediakan koleksi yang mencukupi kebutuhan pengguna dan layanan yang memuaskan diharapkan perpustakaan akan mendapatkan citra yang baik di masyarakat, sehingga masyarakat merasa membutuhkan perpustakaan dan masyarakat selalu ingin mengunjungi perpustakaan untuk  mendapatkan solusi bagi persoalan yang mereka hadapi. Sehingga pada akhirnya perpustakaan menjadi fasilitator dalam belajar dan menjadi sumber informasi penyelesaian persoalan masyarakat.

C. Perpustakaan dan life long learning

Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan di atas sesungguhnya kita dapat mengungkapkan bahwa perpustakaan sebagai tempat pembelajaran seumur hidup mengandung pengertian sebagai berikut:

  • 1. Perpustakaan sebagai tempat belajar yang abadi
    Sebagai pusat pengetahuan, perpustakaan selalu menyediakan sumber informasi yang tidak akan pernah habis. Walaupun penggunanya berganti-ganti, bervariasi dan digunakan terus menerus pengetahuan yang terhimpun di perpustakaan tidak akan habis bahakan akan bertambah sesuai pola pengembangan koleksi  yang dilakukan oleh pengelola.

  • 2. Perpustakaan juga melayani semua orang termasuk orang sakit
    Sesungguhnya perpustakaan sebagai sara pembelajaran seumur hidup juga berarti bahwa perpustakaan tidak saja untuk orang yang sehat akan tetapi juga bagi orang yang sakit. Dalam Ilmu Perpustakaan dikenal istilah biblioterapi . Biblioterapi ini kebanyakan dilakukan oleh rumah sakit yang sadar akan pentingnya pengalihan rasa sakit melalui bacaan. Melalui pemberian bahan bacaan yang menarik  diharapkan akan memberikan dampak poistif bagi psikologis pasien. Dengan demikian diharapkan kondisi fisiknya juga akan ikut membaik dan mempercepat kesembuhan.

  • 3. Perpustakaan tidak memandang status pengguna
    Perpustakaan umum tidak pernah membedakan status penggunanya. Pejabat, PNS, swasta, rakyat jelata gelandangan sekalipun dapat menggunakan jasa layanaan  perpustakaan. Mereka mempunyai hak dan fasilitas yang sama dalam menggunakan jasa perpustakaan.

  • 4. Perpustakaan dapat menjadi alternatif tempat belajar bagi anak putus sekolah, dan anak dari keluarga miskin atau ekonomi lemah.
    Kita seringkali melihat banyak anak-anak yang kerjaannya mengemis atau meminta-minta di perempatan jalan.


Bagi sebagian orang mungkin hal itu merupakan fenomena biasa, akan tetapi sesungguhnya hal ini sangat menghawatirkan. Usia mereka yang seharusnya masih usia sekolah dipaksakan untuk melakukan hal yang kurang produktif. Hal ini bisa menjadi masalah nasional karena berkaitan dengan tujuan negara dalam mengentaskan kemiskinan tidak juga tercapai dan melanggar UUD 1945 pasal 1 yang berbunyi ¿Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara¿.

Alasan ekonomi boleh jadi merupakan faktor utama sebagai penyebabnya akan tetapi hak mereka untuk memperoleh pengetahuan tidak boleh diabaikan. Disinilah peran perpustakaan sangat dibutuhkan dalam mencukupi kebutuhan belajar anak-anak tersebut dengan menyediakan bahan bacaan bermutu dan membangun minat baca dalam komunitas tersebut. Dengan demikian perpustakaan dapat memberi sedikit harapan bagi anak-anak tersebut dalam mengenal dunia yang lebih luas dengan membaca dan pada akhirnya akan menjadi jalan untuk mengentaskan mereka dari jebakan kemiskinan.

D. Perpustakaan pendukung learning community

Persoalan kemiskinan yang menjadi momok bagi negeri ini sudah meluas tidak saja berarti kemiskinan secara ekonomi, akan tetapi makna kemiskinan di sini dapat meluas ke sektor-sektor lain ketika masyarakat terhimpit dalam masalah yang sangat kompleks. Misalnya saja miskin informasi, miskin akses, miskin pengetahuan, miskin agama, miskin moral dsb.

Dalam kondisi semacam ini masyarakat tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan produktif secara swadaya. Harus ada uluran dari pemerintah untuk kembali memberdayakan masyarakat dengan membangun persatuan dan kesatuan untuk bersama-sama maju dan mengentaskan kemiskinan tersebut. Penyelesaian persoalan sesungguhnya dapat dimulai dengan mempermudah akses masyarakat dalam berbagai bidang.

Baik dalam bidang pendidikan, informasi, dsb. Sehingga masyarakat merasa terbantu dengan kemudahan tersebut sehingga dapat kembali membuka diri dan berupaya menyelesaikan persoalan secara mandiri.  Pembukaan akses dapat dimulai dengan memberdayakan perpustakaan sebagai alternatif tempat belajar secara mandiri.

Perpustakaan sebagai tempat pendidikan seumur hidup dituntut untuk aktif dalam memaksimalkan jasa informasi yang disediakan. Hal ini berarti perpustakaan tidak boleh hanya menunggu pengguna datang ke perpustakaan, akan tetapi perpustakaan perlu untuk menciptakan motivasi dan inovasi yang dapat menarik pengunjung lebih banyak dan membuat pengunjung merasa betah dan mencintai perpustakaan. Sehingga image pengguna terhadap perpustakaan akan berubah kearah yang lebih baik.

Untuk itu perpustakaan perlu menerapkan strategi perubahan yang sangat diperlukan dalam proses ini. Dalam ilmu manajemen tipologi perubahan dibedakan menjadi 3:

  • 1. Replikasi perubahan tanpa disesuaikan dengan kondisi organisasi

  • 2. Adaptasi perubahan sesuai dengan kondisi lokal

  • 3. Perubahan orisinal berasal dari organisasi yang bersangkutan.


Dari ketiga tipologi perubahan yang ada tipe perubahan adaptasi merupakan yang cukup efektif dan efisien. Dalam perubahan tipe ini suatu oraganisasi tidak merombak keseluruhan organisasi. Perubahan yang dilakukan menyesuaikan dengan kebutuhan perubahan yang diinginkan. Tentu saja bagian yang masih dianggap berpotensi masih tetap dipertahankan.

Adaptasi perubahan yang dapat dilakukan oleh perpustakaan dapat dilakukan dengan memasukkan teknologi informasi dalam pekerjaan-pekerjaan perpustakaan sehingga perpustakaan dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi.
Adaptasi lain yang bisa dilakukan adalah dengan perubahan paradigma perpustakan dari paradigma perpustakaan yang berorientasi koleksi ke paradigma perpustakaan yang berorientasi kepada akses terhadap informasi.

Pada saat ini prestasi perpustakaan bukan lagi diukur berdasarkan kekayaan koleksi dan jumlah pengunjung yang datang langsung ke perpustakaan melainkan dari jumlah orang yang menggunakan layanan perpustakaan tersebut meskipun mereka tidak datang secara fisik (Mustafa, 1998:177). Paradigma layananpun harus dirubah dari paradigma layanan pasif ke paradigma layanan aktif. Dalam layanan aktif pustakawan hendaknya aktif dalam membangun komunitas pengguna untuk dapat mengoptimalkan koleksi yang ada agar bisa digunakan secara maksimal.

Dalam buku Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi, (2003:342) disebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam suatu perubahan yaitu:

  • 1. Berani menerapkan konsep pemecahan masalah secara sistematis

  • 2. Berani bereksperimentasi

  • 3. Belajar dari pengalaman diri sendiri

  • 4. Transfer informasi dan pengetahuan

  • 5. Keterlibatan seluruh karyawan.


Hal-hal tersebut diatas perlu diperhatikan ketika sebuah organisasi ingin berubah, terutama bagi pemimpin diorganisasi tersebut. Kesemuanya itu harus dianggap sebagai sebuah tantangan untuk dapat dilalui dengan baik sehingga perubahan yang diinginkan dapat benar-benar terwujud. Hal pertama yang harus diperhatikan yaitu dalam memecahkan permasalahan yang ada.

Dalam menghadapi permasalahan perpustakaan hendaknya mempunyai konsep yang sistematis. Untuk itu perpustakaan harus belajar dari pengalaman dan berani mencoba berbagai macam konsep yang ditawarkan sehingga didapatkan konsep yang paling cocok dipakai sebagai cara untuk menyelesaikan masalah.

Perpustakaan juga perlu melakukan ekperimentasi atau penerapan dari konsep yang dianggap cocok tersebut untuk selanjutnya dimintakan tangapan terhadap pengguna. Tanggapan dari pengguna ini dapat digunaan sebagai bahan evaluasi bagi perpustakaan. Selanjutnya pihak perpustakaan dan stafnya dapat melakukan sharing sebagai wujud transfer informasi dan pengetahuan untuk menentukan konsep tersebut sudah benar-benar cocok atau tidak.

Keseluruhan proses tersebut akan berhasil dengan baik bila semua staf terlibat, karena itu diperlukan sosok kepemimpinan yang bisa memotivasi karyawannya untuk selalu melakukan perubahan.

Masih dalam sumber yang sama halaman 345 bahwa perubahan memerlukan metode strategis:

  • 1. Mengubah mindset melalui pelatihan-pelatihan achievement, motivation, team building, ketrampilan-ketrampilan human relations, dan lain-lain

  • 2. Menggunakan sekelompok kader yang menjadi agen perubahan

  • 3. Mendayagunakan teknologi untuk mencapai keunggulan yang kompetitif.


Sebagai fasilitator pembelajaran seumur hidup perpustakaan harus mampu mendidik penggunanya agar mengerti dan memahami bagaimana memanfaatkan sumber-sumber informasi yang ada secara optimal. Sehingga dalam perpustakaan sendiri perlu adanya pengkaderan bagi relawan-relawan yang peka terhadap persoalan pendidikan untuk bersama-sama membentuk sebuah komunitas belajar yang dapat memfasilitasi proses belajar seumur hidup.

Komunitas tersebut tidak akan terbentuk bila tidak ada bimbingan dan kesempatan oleh pihak perpustakaan mengingat masyarakat sendiri kurang mengerti arti penting sebuah perpustakaan. Langkah-langkah yang hendaknya di tempuh oleh sebuah perpustakaan dalam membentuk komunitas belajar yaitu:

  • 1. Mensosialisasikan perpustakaan kepada masyarakat

  • 2. Mencari relawan yang bisa dijadikan sebagai kader perpustakaan

  • 3. Membentuk komunitas-komunitas belajar di sekitar perpustakaan

  • 4. Menyediakan tempat yang nyaman dan akomodatif

  • 5. Memantau perkembangan kebutuhan belajar komunitas tersebut

  • 6. Memberikan bimbingan penggunaan bahan pustaka sebagai sumber informasi dalam belajar.


Beberapa cara yang dapat ditempuh perpustakaan dalam membangun komunitas baca antara lain:

1. Metode mabulir
Mabulir merupakan kependekan dari majalah dan buku bergilir. Dalam metode ini perpustakaan dapat meminjamkan koleksinya pada kelompok-kelompok kecil di masyarakat. Secara teknis pihak pengelola perpustakaan tidak harus datang ke lokasi kelompok akan tetapi cukup membuat surat pemberitahuan pada kelompok tersebut bahwa ada layanan untuk peminjaman untuk kelompok. Tiap-tiap kelompok dapat mengirimkan surat permintaan peminjaman bahan pustaka dengan melampirkan susunan pengurus/penanggung jawab. Peminjaman dapat dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan atau satu semester setelah dikembalikan maka bahan pustaka tersebut dipinjamkan pada kelompok lain secara bergantian.
2. Perpustakaan Keliling
Metode ini memungkinkan penjangkauan pada tempat-tepat yang lokasinya agak jauh. Metode ini sangat efektif bila diterapkan pada basis-basis kelompok masyarakat seperti sekolah, pasar, mal atau tempat keramaian yang lain.
3. Story Telling
Story telling biasanya dilakukan pada kelompok yang terdiri dari anak-anak. Dengan metode story telling diharapkan dapat meningkatkan minat anak untuk membaca. Cerita yang dibacakan atau dibawakan diharapkan dapat merangsang keinginan anak untuk mengetahui lebih lanjut cerita yang lebih seru dan akhirnya merangsang minat mereka untuk membaca buku.
4. Pameran
Dengan memperbanyak sosialisasi perpustakaan akan lebih meyakinkan masyarakat bahwaa perpustakaan benar-benar merupakan sumber pengetahuan dan hal ini akan memberikan nilai positif bagi citra perpustakaan di masyarakat. Melalui  pameran juga bias dihimpun relawan yang dapat membantu terciptanya komunitas baca sehingga jangkauan perpustakaan dapat lebih luas.

Dalam melakukan misinya sebagai fasiitas belajar seumur hidup ada beberapa masalah yang mungkin timbul antara lain:

1. Bahan pustaka hilang atau tidak kembali.
Bahan pustaka rusak atau hilang merupakan hal yang biasa di perpustakaan. Untuk meminimalkan hal tersebut perpustakaan sangat memerlukan susunan penanggung jawab dari kelompok pengguna sehingga ada kejelasan dalam pelacakan bahan pustaka yang dipinjam

2. Bahan pustaka yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna
Surat permintaan peminjaman bahan pustaka yang diajukan kelompok pengguna diharapkan dapat memberikan jalan tengah untuk menyesuaikan ketersediaan koleksi dengan kebutuhan pengguna. Dengan demikian  diharapkan bahan pustaka benar-benar dapat dimanfaatkan dan tepat sasaran.

3. Tidak adanya tanggapan yang positif dari keompok sasaran
Ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini terjadi antara lain: kurangnya sosialisasi, pengguna tidak yakin dengan pelayanan yang diberikan, pengguna merasa bingung dalam memanfaatkan layanan yang ditawarkan dan tidak adanya rangsangan yang membuat pengguna tertarik mengambil layanan itu. Untuk itu perpustakaan dapat mengatasinya dengan hal-hal sebagai berikut:

  • a. Melakukan sosialisasi maupun promosi yang dibuat semenarik mungkin

  • b. Survey terhadap kebutuhan pengguna

  • c. Memilah-milah subjek koleksi bahan pustaka sehingga pengguna lebih mudah dalam memilih koleksi yang sesuai dengan kebutuhannya

  • d. Menerapkan system reward bagi komunitas atau pengguna yang berprestasi atau yang paling aktif atau yang terbaik.


Dengan menerapkan konsep perpustakaan sebagai tempat belajar seumur hidup diharapkan dapat terselesaikannya masalah kemiskinan informasi yang akan membuka jalan bagi terselesaikannya masalah-masalah yang lain.

Karena semakin banyak informasi yang digunakan sebagai referensi akan lebih memudahkan kita dalam setiap pengambilan keputusan adan akan membuka pikiran kita bahwa ternyata banyak sekali cara yang dapat digunakan untuk memecahkan persolan kehidupan. Dengan demikian akan sangat membantu bagi negara dalam mewujudkan cita-cita dalam membentuk masyarakat yang adil, makmur, sejahtera dan merata.

E. Kesimpulan

Dari berbagai uraian di atas, ada beberapa hal yang harus kita garis bawahi sebagai kesimpulan dari tulisan ini. Yang pertama bahwa perpustakaan sangat penting keberadaannya dalam menunjang terlaksananya pendidikan seumur hidup (lief long learning).

Hal ini dikarenakan perpustakaan merupakan tempat menyimpan sumber informasi dan pengetahuan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Karena itu mulai saat ini pengelolaan terhadap perpustakaan harus ditangani lebih serius karena keberadaanya sangat potensial bagi terwujudnya masyarakat yang berilmu pengetahuan.

Dalam menjalankan misinya sebagai tempat belajar seumur hidup perpustakaan tidak boleh hanya menunggu akan tetapi hendaknya aktif dalam memotivasi pengguna serta menciptakan inovasi layanan yang membuat penggunanya merasa betah dan terobsesi dengan perpustakaan, sehingga perpustakaan menjadi penentu pola dan kecenderungan (pattern and trend setter) perilaku masyarakat.

Bila pola dan kecenderungan sudah mengarah pada perpustakaan maka persoalan rendahnya minat baca masyarakat dapat teratasi dan masyarakat dapat memperoleh haknya dalam mencari ilmu pengetahuan tanpa harus mengeluarkan biaya jutaan rupiah.
Dalam mewujudkan perpustakaan yang berbasis komunitas pustakawan harus jeli dalam menyeleksi bahan pustaka.

Bahan pustaka yang dilayankan pada suatu komunitas hendaknya benar-benar sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga kebutuhan komunitas tersebut dapat terpenuhi dan perpustakaan dapat dimanfaatkan secara optimal

Labels: