<data:blog.pageTitle/>

This Page

has moved to a new address:

http://duniaperpustakaan.com

Sorry for the inconvenience…

Redirection provided by Blogger to WordPress Migration Service
Dunia Perpustakaan | Informasi Lengkap Seputar Dunia Perpustakaan: Manajer Informasi: Peran Pustakawan Pengadaan di Era Digital

Wednesday, April 9, 2008

Manajer Informasi: Peran Pustakawan Pengadaan di Era Digital

Manajer Informasi: Peran Pustakawan Pengadaan di Era Digital.


Majalah : Visi Pustaka Edisi : Vol. 10 No. 1 - April 2008

Abstrak


Pada era digital, pengadaan koleksi lebih kearah manajemen koleksi yang mengatur mengenai penggunaan koleksi, cara penyimpanan, cara mengorganisasi dan membuatnya mudah diakses oleh pengguna.

Kemudahan akses ini membawa perubahan besar bagi penyebaran informasi, pertama kemudahan akses informasi menyebabkan perkembangan koleksi dalam bentuk elektronis semakin melimpah; dan kedua kemudahan akses informasi juga memberi peluang kepada perpustakaan untuk menjadi produsen informasi.

Pustakawan sebagai manajer informasi dalam proses pengadaan harus memiliki kebijakan yang jelas yang dituangkan dalam sebuah pedoman pengadaan dan memiliki Standard Operating Procedure (SOP) yang jelas.

Pengantar


Pada era informasi dan digital seperti saat ini pustakawan perguruan tinggi bukan lagi hanya seorang tenaga administrasi yang membantu mahasiswa mencari informasi di tempat yang dinamakan perpustakaan tetapi seseorang yang menyediakan kebutuhan informasi, fasilitas layanan dan pembelajaran tanpa dibatasi tempat, waktu dan bentuk. Era digital membawa perubahan pada setiap bidang layanan Perpustakaan, seperti pada bidang pembinaan koleksi dan bidang layanan pengguna.

Artikel ini menjelaskan perubahan peran pustakawan pengadaan, khususnya pustakawan perpustakaan perguruan tinggi pada era digital sebagai manajer informasi, juga menjelaskan perubahan yang terjadi dan peluang yang dapat diambil dengan menitik beratkan pada perpustakaan sebagai konsumen informasi maupun produsen informasi.

Pengembangan Koleksi menuju manajemen koleksi


Pengadaan koleksi yang lazim dilakukan sebelum era digital menitikberatkan pada perkembangan koleksi atau "collection development", tapi pada era digital pengadaan koleksi lebih kearah manajemen koleksi atau "collection management".

Pengembangan koleksi meliputi seleksi dan pengadaan bahan-bahan pustaka berdasarkan kebutuhan pengguna saat ini dan dimasa mendatang.  Tetapi  manajemen koleksi, lebih dari sekedar membangun atau meningkatkan jumlah koleksi saja. Manajemen koleksi juga mengatur penggunaan koleksi, cara penyimpanan, cara mengorganisasi dan membuatnya mudah diakses oleh pengguna (Singh, 2004).

Pada perpustakaan tradisional, pengadaan koleksi terbatas pada koleksi yang mempunyai wujud atau bentuk secara fisik berupa koleksi tercetak seperti buku, majalah, jurnal, koleksi audio visual, dan lain-lain.

Namun pada era digital ini, koleksi yang dilanggan tidak terbatas pada koleksi tercetak, tapi juga koleksi yang hanya dapat diakses secara maya seperti database jurnal dalam bentuk online, koleksi buku online.  Secara fisik kita tidak memiliki koleksinya, tetapi kita memiliki akses ke koleksi tersebut jika kita melanggannya.

Menurut Branin (1994), dengan melimpahnya jenis informasi yang ada, pustakawan pengadaan harus dapat menjadi seorang "knowledge manager", daripada sebagai seorang "collection manager".    Knowledge disini menggantikan kata collection, karena pada saat ini fokus pengembangan koleksi tidak hanya berupa koleksi  tercetak seperti pada era tradisional.

Tetapi pustakawan pengadaan saat ini berperan dalam proses survey terhadap beragamnya sumber-sumber dan jenis informasi baik yang tercetak maupun elektronis, kemudian melakukan seleksi, mengorganisasi, dan  memelihara resources yang merupakan rekaman ilmu pengetahuan/record of knowledge (dikutip dalam Singh, 2004).

Manajer Informasi


Manajer menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer diartikan sebagai "orang yang berwenang dan bertanggung jawab membuat rencana, mengatur, memimpin dan mengendalikan pelaksanaannya untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan" (p. 924).

Sebagai seorang manajer informasi, pustakawan memiliki kewenangan untuk merencanakan, mengorganisasi, melakukan pengaturan, mengarahkan untuk mencapai tujuan dan melakukan kontrol terhadap proses pengadaan koleksi.

Manajemen koleksi diartikan sebagai usaha untuk menyesuaikan koleksi perpustakaan dengan kebutuhan pengguna, mengupayakan agar koleksi yang ada dimanfaatkan seefektif mungkin, dan tidak menutup kemungkinan membangun program resource sharing dengan perpustakaan atau pusat informasi lain.

Sebagai seorang manajer informasi, menurut  Friend (2000), pustakawan pengadaan seharusnya memiliki kemampuan untuk menganalisa kebutuhan pengguna baik dimasa kini maupun masa mendatang, mengikuti perkembangan kebijakan universitas  maupun diluar universitas, mampu membuat perencanaan dan mengalokasikan dana dengan baik, melakukan kontrak-kontrak kerjasama, melakukan evaluasi koleksi secara makro maupun seleksi informasi secara mikro, penyiangan, pemeliharaan maupun menciptakan sistem evaluasi koleksi (dikutip dalam Singh, 2004).
Kemudahan akses informasi menggunakan teknologi internet, membawa dua perubahan besar bagi penyebaran informasi.

Pertama, kemudahan akses informasi menyebabkan perkembangan koleksi dalam bentuk elektronis semakin melimpah, baik yang disediakan secara cuma-cuma maupun dengan cara berlangganan, sehingga perpustakaan merupakan konsumen yang harus dengan cermat dan teliti menyeleksi koleksi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Kedua, kemudahan akses informasi juga memberi peluang kepada perpustakaan untuk menjadi produsen informasi dengan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya.

Bukankah 2 perubahan besar tersebut berada dalam wilayah kerja seorang pustakawan pengadaan?
Berikut ini akan dijelaskan beberapa tugas pustakawan pengadaan di era digital yang memberinya peran baru sebagai manajer informasi.

Pedoman Pengadaan


Keberagaman jenis informasi yang dapat dengan mudah dikoleksi oleh sebuah Perpustakaan terkadang menimbulkan kebingungan tersendiri bagi pihak penentu kebijakan di bagian pengadaan untuk mengabulkan usulan koleksi dari pengguna. Perpustakaan, khususnya pustakawan pengadaan perlu menentukan kebijakan sistem pengadaan yang sejalan dengan visi dan misi lembaga induk.

Sebagai seorang manajer informasi, pustakawan pengadaan harus memiliki kebijakan yang jelas yang dituangkan dalam sebuah "Pedoman Pengadaan" yang berisi poin-poin penting dalam pengadaan koleksi Perpustakaan, yaitu:

  1. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengadaan koleksi

  2. Sistem penilaian koleksi

  3. Kebijakan pengadaan koleksi, meliputi anggaran, jumlah eksemplar, dll.

  4. Sistem pengadaan koleksi, meliputi proses pembelian koleksi dan

  5. Sistem pemeliharaan koleksi (jangka pendek maupun jangka panjang)

  6. Sistem penyiangan koleksi


Pustakawan pengadaan harus dapat memberi panduan yang jelas dalam melakukan penyiangan koleksi, karena dalam prakteknya tugas ini tidak saja dilakukan oleh pustakawan pengadaan tapi juga dari bagian lain, bahkan juga melibatkan dosen.

Semua pedoman tersebut harus memiliki Standard Operating Procedure (SOP) yang jelas, dan menjadi pedoman dari pustakawan pengadaan dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya.

Sistem Seleksi Pangkalan Data Terpasang (Online Database)


Kemudahan akses informasi yang menyebabkan perkembangan koleksi dalam bentuk elektronis semakin melimpah, baik yang disediakan secara cuma-cuma maupun dengan cara berlangganan yang merupakan dampak dari era digital,  perlu dicermati oleh pustakawan dengan kejelian dalam menyeleksi  koleksi, termasuk koleksi online database yang memerlukan biaya tinggi jika kita melanggannya.

Pada saat ini online database sudah tidak asing lagi bagi dunia perpustakaan dan penggunanya.  Keberadaan online database saat ini sepertinya menjadi sebuah gengsi tersendiri bagi perpustakaan yang melanggannya.

Online database atau pangkalan data terpasang  menurut Putu Laxman Pendit (2006), keberadaannya sudah cukup lama ada di dunia kepustakawanan di berbagai negara maju, dan bahkan  sampai dengan tahun 1975 saja sudah ada 300 penjaja (vendor) yang menyediakan aneka pangkalan data terpasang secara komersial kepada umum.

Saat ini di era teknologi informasi yang ditandai dengan kehadiran teknologi internet pada tahun 90-an di Indonesia, ribuan bahkan mungkin jutaan pangkalan data terpasang beredar dan bersaing untuk memperoleh pelanggan baru.

"Pangkalan-pangkalan data terpasang inilah yang sesungguhnya merupakan perwujudan dari konsep virtual, karena keberadaannya tidak sungguh-sungguh di dalam lingkungan fisik perpustakaan" (Pendit, 2006, p. 2)

Keberagaman jumlah dan jenis online database yang tersedia menuntut kejelian konsumen sebelum memutuskan berlangganan.  Pustakawan pengadaan harus jeli dalam memutuskan dilanggan/tidaknya pangkalan data yang ditawarkan oleh vendor, dengan memperhatikan beberapa hal seperti tersebut dibawah ini:

1. Ketersediaan dana

Keinginan untuk melanggan online database hanya akan menjadi keinginan yang tak akan pernah terwujud jika memang tidak tersedia dana yang cukup untuk melanggannya. Pada era digital ini, konsorsium merupakan salah satu jawaban bagi perpustakaan untuk meningkatkan jumlah pangkalan data elektronik dengan biaya yang relatif lebih murah karena ditanggung para peserta konsorsium.  Sehingga dana yang tersedia dapat dialokasikan untuk melanggan berbagai pangkalan data lainnya.  Hal tersebut memungkinkan karena data dalam bentuk digital dapat dengan mudah di share.

2. Disiplin ilmu yang menjadi fokus institusi induk

Hendaknya online database yang dilanggan disesuaikan dengan disiplin ilmu lembaga induknya.  Jika disiplin ilmu yang menjadi fokus institusi induk cukup beragam, sebaiknya dibuat skala prioritas atau dipilih database yang bisa menjawab cukup banyak disiplin ilmu yang dilayani.

3. Kebutuhan pengguna

Kebutuhan untuk membeli online database hendaknya tidak didasari keinginan lain selain untuk memenuhi kebutuhan informasi dari para penggunanya.

4. Ketersediaan fasilitas pendukung

Keberadaan online database harus didukung oleh ketersediaan fasilitas pendukung, misalnya jaringan internet apakah sudah tersedia, fasilitas komputer yang cukup memadai untuk mengakses database, dll.

5. Tingkat melek informasi dan teknologi pengguna

Kesiapan dari para pengguna juga perlu dipertimbangkan sebelum melanggan sebuah online database.  Apakah pengguna sudah melek teknologi, minimal dapat menggunakan komputer.  Disamping itu, pengguna juga perlu sedikit mengetahui strategi penelusuran informasi (melek informasi).  Jika kedua hal ini sudah dapat dipenuhi, tidak ada salahnya perpustakaan melanggan online database.

Disamping ke-lima hal diatas, pustakawan pengadaan juga perlu melakukan seleksi dan evaluasi terhadap kandungan informasi, fitur, kemudahan akses, layanan purna jual dari vendor online database yang hendak dilanggan.

Dokumentasi Koleksi Lokal


Seperti dijelaskan diatas bahwa kemudahan akses informasi pada era digital ini juga memberi peluang kepada perpustakaan perguruan tinggi sebagai produsen informasi dengan menyebarkan karya yang dihasilkan oleh sivitas akademika secara luas.  Hal ini tentu saja dapat meningkatkan citra institusi induk.

Perpustakaan perguruan tinggi dapat menggali informasi lokal yang dimiliki Universitas untuk disajikan secara digital kepada masyarakat sebagai sumber pembelajaran, sarana edukasi bagi masyarakat untuk menghargai milik sendiri, dan memperkaya khasanah budaya lokal.

Koleksi lokal yang paling banyak dihasilkan universitas adalah Tugas Akhir mahasiswa.  Hampir setiap semester, perpustakaan menerima Tugas Akhir mahasiswa, dan koleksi ini pasti akan bertambah banyak seiring dengan pertambahan waktu.

Digitalisasi Tugas Akhir merupakan pilihan yang mau tidak mau harus diambil oleh Perpustakaan Perguruan Tinggi. Disamping keterbatasan ruang, digitalisasi Tugas Akhir memberi nilai tambah tersendiri bagi perpustakaan.

Ketika memutuskan untuk melakukan digitalisasi koleksi Tugas Akhir, Perpustakaan dengan dukungan dari Universitas harus menyiapkan beberapa kebijakan seperti:

  1. Menentukan pedoman penulisan Tugas Akhir,

  2. Menentukan kebijakan tentang hak penyebaran informasi secara digital

  3. Menentukan sistem dan standard yang akan dipakai dalam proses pengolahan koleksi digital

  4. Menentukan sistem informasi (database) yang akan dipakai dalam pengolahan maupun temu kembali informasi.


Selain Tugas Akhir, pustakawan pengadaan juga dapat mengambil inisiatif untuk bekerjasama dengan jurusan atau unit lain di kampus agar koleksi lain yang akan dialih-formatkan dalam bentuk digital dapat tersistem dengan baik.  Yang dimaksud tersistem meliputi:

  1. Jenis koleksi yang  akan di digitalisasi; harus jelas baik dari sisi definisi maupun karateristiknya

  2. Sistem pengumpulan karya oleh mahasiswa; apakah mahasiswa juga perlu mengumpulkan dalam bentuk digital selain bentuk aslinya, sehingga pihak jurusan/perpustakaan tidak perlu mengalihkan dalam format digital

  3. Sistem seleksi karya; apakah karya yang dihasilkan perlu diseleksi dari sisi nilai, karakteristik, keunikan, ataukah semua koleksi akan ditampilkan dalam bentuk digital?

  4. Sistem distribusi ke perpustakaan; distribusi ke perpustakaan dilakukan selama berapa kurun waktu?  Setiap semester ataukah setelah semua karya dari mahasiswa terkumpul?

  5. Kepemilikan; apakah karya yang dihasilkan oleh mahasiswa menjadi milik jurusan ? apakah perpustakaan perlu mengoleksi karya-karya terpilih?  Bagaimana kepemilikannya, apakah secara otomatis menjadi milik perpustakaan, ataukah pembuat karya mereproduksi untuk perpustakaan dengan biaya dari perpustakaan?, Jenis media apa saja yang memungkinkan untuk dikoleksi?

  6. Pameran; apakah perlu koleksi yang terpilih untuk dipamerkan di perpustakaan?  Pihak-pihak siapa saja yang harus dilibatkan?
    Semua itu membutuhkan kebijakan yang jelas dari pihak perpustakaan, dalam hal ini pustakawan pengadaan, sehingga jurusan memiliki panduan yang jelas, dan sistem pengadaan koleksi lokal dapat berjalan dengan baik dan tersistem.


Sebagai contoh, mulai sekitar tahun 2000, Perpustakaan UK Petra telah memulai melakukan proyek digitalisasi koleksi terhadap karya-karya sivitas akademika yang memiliki karakteristik lokal/local content (diproduksi secara lokal dan/ atau mengandung karakteristik suatu entitas lokal).

Koleksi tersebut terdiri dari Surabaya Memory (dokumentasi berupa foto, lukisan, karya tulis, dll. ttg perkembangan kota Surabaya), Digital Thesis (karya tugas akhir mahasiswa UK Petra), eDIMENSI  (artikel jurnal ilmiah DIMENSI yang diterbitkan UK Petra), Petra@rt Gallery (karya seni hasil komunitas UK Petra),

Petra iPoster (poster dari kegiatan/acara yang diselenggarakan di UK Petra) dan Petra Chronicle (dokumen dan foto perkembangan UK Petra).  Kesemua koleksi tersebut dapat diakses dari katalog iSPEKTRA http://dewey.petra.ac.id)

Semua koleksi digital tersebut dikembangkan melalui proyek "Desa Informasi" (www.petra.ac.id/desa-informasi), merupakan proyek yang memayungi upaya pengembangan Local eContent di Perpustakaan UK Petra.

Desa Informasi tidak lagi sekedar upaya pengembangan koleksi Local eContent, namun juga berupa upaya-upaya advokasi dan promosi koleksi Local eContent ke komunitas kampus dan masyarakat secara umum.

Kesimpulan dan Saran


Peran sebagai manajer informasi membawa perubahan yang cukup besar bagi seorang pustakawan pengadaan, khususnya perpustakaan perguruan tinggi. Pustakawan pengadaan tidak hanya asal membeli koleksi sesuai dengan permintaan pengguna.

Mereka tidak lagi hanya melakukan seleksi koleksi, tetapi juga mengharuskannya memiliki kemampuan manajerial dengan melakukan perencanaan program pengadaan secara tersistem, mengatur alokasi anggaran  dengan jelas dan terarah, melakukan evaluasi dan perencanaan pengadaan koleksi sesuai dengan kebutuhan pengguna baik untuk kebutuhan masa kini maupun kebutuhan di masa mendatang.

Pustakawan pengadaan dalam era digital seperti saat ini perlu peran sebagai manajer informasi karena kemudahan akses informasi menjadikan perpustakaan sebagai konsumen yang harus dengan cermat dan teliti menyeleksi koleksi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Selain itu era digital juga memberi peluang kepada pustakawan untuk melakukan digitalisasi koleksi yang dihasilkan oleh institusi induk, yang tentunya dapat menjadi media dan sarana pembelajaran bagi pengguna dan masyarakat pada umumnya.

Penulis: Dian Wulandari (sumber: Majalah : Visi Pustaka Edisi : Vol. 10 No. 1 - April 2008)

Labels: