<data:blog.pageTitle/>

This Page

has moved to a new address:

http://duniaperpustakaan.com

Sorry for the inconvenience…

Redirection provided by Blogger to WordPress Migration Service
Dunia Perpustakaan | Informasi Lengkap Seputar Dunia Perpustakaan: June 2001

Friday, June 1, 2001

Management and Technical Innovations In Library Services Program

Management and Technical Innovations In Library Services Program


Majalah : Visi Pustaka Edisi : Vol. 3 No. 1 - Juni 2001

Abstrak


Bekerjasama dengan National Library Board (NLB) dan Singapore Cooperation program (SCP) dan disponsori oleh Kementrian Luar Negeri (MFA) mengadakan Program Pendidikan dan Pelatihan Inovasi Manajemen dan Teknik Layanan Perpustakaan. Program pelatihan ini  selama 6 hari, tanggal 26 - sampai dengan 31 Maret 2001.

I. LATAR BELAKANG


Program Pendidikan dan Pelatihan Inovasi Manajemen dan Teknik Layanan Perpustakaan disponsori oleh Kementerian Luar Negeri (MFA) di bawah Singapore Co-operation Program (SCP) bekerjasama dengan National Library Board (NLB) untuk para pustakawan kawasan ASEAN.


SCP dibentuk Pemerintah Singapore sebagai sarana  berbagi pengalaman dengan negara berkembang lainnya dengan menyediakan bantuan teknis melalui pelatihan. Kunci keberhasilan program ini ialah terciptanya pemahaman kemitraan, kerjasama dan hubungan baik di antara negara-negara bertetangga di kawasan ASEAN.  


NLB menjadi  sekretariat  CONSAL  (The  Congress  of  SouthEast  Asian
Librarians
) membuat inisiatif untuk mengadakan serangkaian seminar  di bidang perpustakaan. Homepage CONSAL ada pada
http://www.consal.org.sg/ (atau http://203.208.133.113/) yang bertujuan untuk sharing  informasi, resources  dan  berinteraksi  antara  pustakawan professional tingkat Regional ASEAN.


NLB (National Library Board) adalah Perpustakaan Nasional Singapore dibentuk pada tanggal  1 September 1995, merupakan  hasil dari rekomendasi yang disusun oleh sebuah komite. Komite Inti yang beranggotakan 21 orang dibentuk pada bulan Juni  1992 oleh Ministry of Information and The Arts (MITA) untuk  membuat  suatu rekomendasi rencana jangka panjang yang mungkin dapat  dilakukan  oleh perpustakaan dalam menghadapi tantangan masa depan. Yang  menyimpulkan bahwa  perpustakaan-perpustakaan  di  Singapore  haruslah diposisikan sebagai bagian yang terintegrasi pada sistem pembangunan nasional yang mendukung negara Singapore sebagai negara yang belajar.


Misi dari NLB adalah "To expand the learning capacity of the nation so as to enhance national  competitiveness  and  to  promote  a  gracious society". Dikarenakan negara Singapore memiliki sumber daya alami yang terbatas, sehingga mereka harus melakukan investasi pada sumber daya manusia. Di dalam rekomendasi ditekankan bahwa  peranan  perpustakaan  harus  bisa menciptakan suasana yang kondusif bagi warganya  untuk  belajar  lebih cepat dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut lebih baik dari  negara lain dalam bersaing pada era ekonomi global dengan berbasis  informasi dan pengetahuan.


Pemerintah Singapore menerima, mendukung  rekomendasi dan membawanya ke parlemen  untuk  disetujui  untuk  diimplementasikan dalam program jangka  panjang  sampai  10  –  20  tahun.  Ada  tahapan pelaksanaan rekomendasi tersebut di http://www.lib.gov.sg/info/milestones/index.html


Komite tersebut merekomendasikan 6 strategi dan 3 kunci pembuka untuk menuju visi perpustakaan masa depan. Keenam rekomendasi tersebut adalah:


1. Sistem Perpustakaan Publik yang adaptif, meliputi sebagai berikut:
a. Konfigurasi perpustakaan yang berbeda  ukuran ruangan, kapasitas dan   membentuk  perpustakaan  yang memiliki  koleksi spesifik/khusus;
b. Membentuk   Perpustakaan   Referensi  Nasional   sebagai   pusat referensi  yang  didukung  koleksi  database  yang  terbaru dan lengkap;
Sistem perpustakaan publik terdiri  dari regional, komunitas dan       anak-anak (regional, community  and children community library. Lihat
http://www.lib.gov.sg/info/nlboverview/more.html#three dan  Tabel 1  menerangkan tentang sistem perpustakaan.


2. Jaringan perpustakaan tanpa batas (borderless libraries) adalah     sebagai berikut:
a. Layanan utama:  katalog   bersama  nasional,  indeks  periodical nasional,  basisdata  bibliografi nasional (SILAS, the Singapore Integrated  Library  Automation Service), peta situs, melanggan       dan membuat link ke penyedia informasi/ basisdata lokal dan luar negri, perpustakaan luar negri, agen penjual dan penerbit;
b. Layanan pendukung: layanan ke  pengunjung  perpustakaan, layanan ke pustakawan dan penyedia informasi, layanan lain-lain (dengan membuat  fasilitas pembelian  secara elektronik ke agen penjual dan penerbit);
c. Fungsi manajemen jaringan:  untuk  kembangkan,  implementasikan, rawat, ajak perpustakaan lainnya untuk bergabung di jaringan.


3. Strategi koleksi yang dikoordinasikan secara nasional, adalah sebagai berikut:
a. Membentuk  NLB untuk koordinasikan  pengembangan  koleksi secara nasional sehingga dapat menghemat banyak, karena duplikasi dapat ditekan;
b. Membuat gudang perpustakaan untuk legal deposit, clearing house, tempat pengadaan dan pengolahan buku secara terpadu.


4. Kualitas pelayanan melalui orientasi kebutuhan pemakai mengadopsi  filosofi  orientasi  pasar  dan pendekatan perpustakaan yang  baru,  fokus  pada  kebutuhan  dari pengguna  dan memberikan layanan berkualitas, menyusun dan menjalankan program-program untuk  memperkenalkan  perpustakaan  berbagai tingkatan target, penyediaan pemaketan ulang informasi, analisis informasi dan lain-lain.


5. Hubungan Simbiotik  dengan bisnis dan komunitas. Menjalin  kerjasama  dengan  kalangan  bisnis saling menguntungkan, misal  perpustakaan  berlangganan database  yang  dibutuhkan  oleh kalangan  bisnis  yang  barangkali pemakaiannya tidak intensif bila dilakukan  oleh kalangan bisnis sendiri. Mengajak para tokoh bisnis dan tokoh  masyarakat  untuk  bergabung  di  NLB.  Mendorong  tiap perpustakaan untuk mengembangkan karakteristik dan layanan lokal. Menyiapkan  perpustakaan pada komplek pendidikan, pusat kebudayaan, komersil (mall) daripada hanya bangunan perpustakaan tersendiri.


6. Pengumpul Pengetahuan Global. Menyediakan koleksi berbagai bahasa (terutama bahasa Chinese, Malay Indonesia, Tamil, English),  menyediakan akses  kepada koleksi asli (indigenous  collections,  terutama  seni/art), mengasimilasi dan menyemaikan   pengetahuan  regional tentang  negara dan rakyatnya) melalui  Perpustakaan Bisnis, IEAPE  (The Institute  of East  Asian Political Economy),  dan ISEAS (The  Institute  of Southeast Asian Studies). Memanfaatkan infrastruktur informasi nasional (Singapore-One)  termasuk  jaringan  TV  kabel  untuk  memposisikan  Singapore sebagai pusat pengetahuan internasional.

Sedangkan 3 kunci pembukanya adalah sebagai berikut.


1. Sumber daya manusia


a. Pustakawan Masa Depan (new age librarians). Menyiapkan  dan  mengembangkan pustakawan yang mampu beradaptasi pada  teknologi baru  dan melakukan  tugas-tugas yang khusus dan berorientasi kepada  budaya melayani pengguna  jasa perpustakaan (Lihat tabel 2 dan tabel 3).
b. Pelatihan dan Riset. Menyelaraskan  kurikulum pendidikan pustakawan dan teknologi informasi  pada  Nanyang  Technological  University  (NTU)  dan Temasek Polytechnic  untuk memenuhi persyaratan pustakawan masa depan. Melakukan   pelatihan   dan  riset  untuk  meningkatkan kemampuan pustakawan.
c. Menarik dan mempertahankan pustakawan yang handal. Menyelenggarakan   program   kepedulian  jangka panjang untuk meningkatkan dan mengkomunikasikan citra dan peranan pustakawan. Memberikan  beasiswa  dan  insentif bagi staff  yang  mendukung Proyek Perpustakaan 2000. Memberikan rekomendasi remunerasi yang kompetitif bagi pustakawan. Mempertimbangkan dan membuat jenjang karir  manajerial bagi pustakawan.  Melakukan evaluasi pekerjaan dan  mendefinisikan peranan  dan  tanggung jawab pustakawan  dan pendukung (seperti orang-orang teknikal).


2. Teknologi.


a. Menerapkan otomasi perpustakaan di semua perpustakaan.
b. Melakukan  proses rancang ulang logika bisnis perpustakaan untuk meningkatkan  produktivitas  dan kualitas layanan dengan menggunakan kemampuan teknologi.
c. Memperkenalkan  kemajuan-kemajuan  teknologi  untuk  menyediakan layanan  yang  lebih  efektif,  menarik dan ramah-pengguna (user friendly)
d. Menyiapkan IT  Demonstration Centres  untuk menyebarluaskan dan mendemokan  aplikasi-aplikasi  Teknologi  Informasi   yang  akan memberikan  dampak  ada  perpustakaan,  pelayanan informasi dan kemampuan teknologi informasi pada staff.


3. Kepemimpinan pada Organisasi


a. Merekomendasikan untuk memben-tuk dan memberikan mandat baru pada badan perpustakaan (new library board) untuk mengimplementasikan proyek Library 2000.
b. Anggota  team  inti  dari   Library  Board  harus ditunjuk dan bertanggung jawab pada Menteri Informasi dan Seni (MITA, Ministry of Information and The Arts).


II. PESERTA


Pelatihan diikuti oleh 20 orang peserta. Seorang peserta dari Pustaka Negeri Serawak, Malaysia. 4 orang dari Indonesia, terdiri dari 2 orang dari Perpustakaan Nasional RI, dari LIPI dan Universitas Bina Nusantara, Jakarta masing-masing seorang. 2 orang dari Perpustakaan Nasional Vietnam, 2 orang dari Cambodia, 2 orang dari Laos, 1 orang dari Myanmar, 2 orang dari Philippines, 2 orang dari Thailand dan 2 peserta lokal dari NLB, Singapore sendiri.


III. KEGIATAN


a. Hari Pertama, Minggu, 25 Maret 2001


Berempat dari Indonesia, Joko Santoso dan Teguh Purwanto dari Perpustakaan Nasional RI, Suryadiputra Liawatimena, Sekretaris Jenderal FPPTI dari Universitas Bina Nusantara dan Budi Suharto dari LIPI bertolak dari Soekarno-Hatta Airport, Jakarta pada Minggu, 25 Maret 2001 pukul  12.30, dengan penerbangan SQ 155. Tiba di Changi Airport, Singapore pukul 15.00 setempat. Di Arrival Hall sudah dijemput Mr. William Yeo dan Ms. Vimalam Marimutu, Liaison Officer dari Technical Cooperation Directorate, Singapore Cooperation Program, Ministry of Foreign Affairs Singapore. MFA (e-mail: mfatcd@cs.gov.sg). Berempat kami langsung di bawa ke Copthorne Harbour View Hotel, 81 Anson Road, Singapore 079908. Akomodasi berkelas hotel berbintang tersebut menempatkan kami satu orang dalam satu kamar. Registrasi, seminar kit dan briefing singkat langsung diberikan sebelum check in.


Sore hari memanfaatkan waktu luang, kami berempat berjalan kaki sekitar hotel melihat betapa bersih, disiplin dan tertibnya Singapore. Kendati negara ini terhitung kecil namun penataan ruang tata kota patut diacungi jempol, serasi, hijau dan manusiawi.  


b. Hari Kedua,   Senin, 26 Maret 2001


Dijemput dari hotel pukul 08.15 untuk mengikuti upacara pembukaan di kantor Kementerian Luar Negeri Singapore (MFA), 250 North Bridge Road, #60-00 Raffles City Tower, Singapore, hingga pukul 10.30. Acara  berlanjut di Marine Parade Community Library di Hammett Room, 278 Marine Parade, #01-12, Marine Parade Community Center. Mr. R. Ramachandran, Director NLB, dalam sesi pertama menyampaikan topik Sistem Perpustakaan di Singapore. Dalam paparannya tercakup perihal perpustakaan umum, sekolah dan perguruan tinggi. Disampaikannya pula ihwal administrasi, koleksi, sistem managemen dan layanan. Dalam diskusinya dengan peserta dibahas pula tantangan ke depan peranan perpustakaan di milenium baru.


Di Marine Parade Community Library tersedia eLearning, sebuah cara yang amat inovatif dan efektif pelatihan keahlian melalui Web. Semua kursus dalam eLearning diperkaya dengan instruksi-instruksi berharga dalam bentuk multimedia dan simulasi interaktif dan terdapat ujian pra dan paska pelatihan dalam bentuk praktek agar peserta benar-benar dapat mendapatkan keahlian. E-Learning memfokuskan diri pada IT training dan Soft Skills yang terbagi dalam Professional Expertise Library dan Business Expertise Library. Peminat mengikuti kursus ini dengan membayar dengan CashCard S$ 0.03/menit. Hal ini dapat dilihat pada http://www.lib.gov.sg/ atau kirim e-mail: ref@nlb.gov.sg.


Tempat ketiga yang kami kunjungi di hari itu ialah  Nanyang Girl’s High School Library, 2 Linden Drive, sebelum mengunjungi Nanyang Technological University (NTU) Library, Yunnan Garden Campus, Nanyang Avenue. Di sekolah khusus putri ini tersedia school network. Dalam hal ini dimungkinkan pembelajaran jarak jauh. Siswa dapat mengerjakan tugas-tugas dari sekolah di rumah dan mengirimkannya melalui e-mail kepada guru bidang studi yang bersangkutan. Katalog perpustakaan dapat diakses secara online. Uniknya siswa diberikan penugasan untuk membuat content summary dari buku-buku terbaru, yang kelak akan dimasukkan dalam data base di perpustakaan. 


Lain Nanyang Girls High Scool Library lain pula di Di  NTU Library. Di universitas terkemuka di Singapore ini tersedia 400 unit PC untuk sejumlah 700 mahasiswa. Semua komputer yang tersedia di berbagai terminal di kampus, laboratorium, perpustakaan dan hostel tersebut terhubung dalam LAN dan internet, 150 unit di antaranya   terdapat di perpustakaan. Semua komputer memiliki teknologi terbaru dengan layar monitor LCD flat. NTU memiliki 60 staf dan 23 profesional. Perpustakaan NTU menerbitkan berkala, NTU bulletin, terbit 4 kali setahun. Ihwal perpustakaan dapat disimak di http://www.ntu.edu.sg/library.     Buletin dapat disimak pada http://www.ntu.edu.sg/library/pub/bulletin.htm.


Malam harinya setelah peserta diajak menikmati pesiaran belanja di Mustafa Center, diundang pada jamuan makan malam di Kinara, 57 Boat Quay, sebuah restoran India di pinggir Singapore Rivers yang terkenal dengan mascot Merlion-nya. Di kejauhan nampak Istana Raffles, pusat pemerintahan Singapura.


c. Hari ketiga, Selasa, 27 Maret 2001


Diawali dengan kunjungan ke Toa Payoh Community Library, One Learning Place di 6 Toa Payoh Central. Program hari itu Library Services: Instructional Programme. Peserta diberikan pembekalan dasar internet dan menjelajah situs-situs penting dan bermanfaat di Singapore. Pembekalan berlangsung hingga jam makan siang. Diantara site tersebut ialah http://s-one.net.sg/. Sejatinya One Learning Place adalah sebuah kelas diklat internet di Singapore yang berdiri sejak 1999. kapasitas kelas ini ialah 120 peserta dengan masing-masing 120 komputer terakses ke internet broadline, video conferencing, pen input, active speaker, microphone, CD Drive dan server. Kelas ini diorganisasikan oleh IDA dan NLB. Mereka memiliki sponsor dari Siemens, SingTel, Wrag’x dan Co-sponsor 3M, ADC dan Creative. Kelas-kelas yang tersedia ialah; internet s-one, basic web-design, macromedia suite, frontpage 2000, internet project skills, SOHO@work dan lain-lain.    


Masih di Toa Payoh Community Library, namun di Multipurpose Room, sesi berlanjut ke Information Literacy Programme. Dipandu oleh Mr. Rajendra Munoo dan Ms. Gee Miaw Miin dibantu beberapa staf NLB, dipaparkan topik mengenai penguasaan keahlian bidang TI dan tingkat kebutuhan pengguna. Tercakup dalam sesi ini diskusi tentang Singapore’s Information Literacy Programme sejalan dengan misi Perpustakaan Nasional untuk mendukung masyarakat belajar, sebelum seluruh peserta diberi kesempatan untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman, sekaligus membahas kemungkinan bekerjasama dengan NLB/ILP dalam hal ini. Di tempat ini pula dibangun sistem dari nexis.com, eLearning dan netLibrary.


Hari ketiga diakhiri dengan kunjungan ke Libraryt@Orchard sekaligus mengikuti peluncuran IT@Orchard yang menampilkan pakar internet Mr. Leong Mun Kew, Chief Technology Officer, BIGontheNet (http://www.bigonthenet.com/). Tampilan yang cerdas sekaligus menggelitik ini melontarkan topik "1.500 Search Engine on the web! Which One’s Right for Me? Ia membuka sesinya dengan pernyataan"…  satu hal utama tentang internet ialah bahwa ada begitu banyak tersedia informasi cuma-cuma, tetapi brengseknya ialah bahwa kita harus menghabiskan begitu banyak waktu untuk mencari informasi yang betul-betul kita perlukan itu." Dipaparkan tentang proses pencarian, khususnya dalam konteks pencarian informasi untuk pemecahan masalah, bagaimana dan mengapa sebuah mesin pencari dan sumberdaya pencari berbeda satu sama lain, dan bagaimana memetik yang terbaik darinya. Sesi ini  sekaligus membantu merumuskan sebenarnya apa yang kita inginkan dengan internet.


d. Hari Keempat, Rabu, 28 Maret 2001
Diawali dengan sesi tentang Library Service in the New Millenium. Bertempat di Library Supply Center, 3 Changi South Street 2,  Tower B, 3rd Storey. Diulas dalam sesi ini digitalisasi perpustakaan dan tantangannya, diakhiri dengan diskusi dengan para peserta. Dalam kesempatan ini peserta diajak berkeliling sambil berimbal wacana dengan konsultan Information Logistics dari Information Logistics PTE. LTD. (e-mail:
consulting@infolog.com.sg).
Berikutnya giliran National Reference, 91 Stamford Road, National Library yang dikunjungi. Dalam sesi ini disampaikan topik Layanan Perpustakaan di Milenium baru. Sesi disampaikan oleh Ms. Yee Wai Fun.  Disusul kemudian dengan ulasan tentang Layanan Perpustakaan mengacu pada penglaman NLB.


Sesi ini membahas layanan referensi di perpustakaan umum, perguruan tinggi dan khusus. Keunggulan kompetitif yang dimiliki NLB dalam hal ini adalah layanan referens secara jarak jauh, melalui media telekomunikasi seperti telepon dan faksimili juga melalui internet. Sesi ini dibawakan oleh Ms. Rokiah Mentol dan Ms. Michele wee. Terakhir di National Reference Library diberikan pemaparan soal pengemasan layanan informasi. Ms. Eunice Low menandaskan bahwa dalam pengemasan layanan informasi ada suatu pemberian nilai lebih. Hal ini perlu didesain secara serius agar dapat mempertemukan kebutuhan pelanggan informasi melalui beragam produk dan layanan khusus. Maka tidak aneh jika di sini tersedia layanan kapasitas ekskutif atau layanan VIP dengan memakai ruangan didesain secara khusus dan layanan secara khusus pula dengan pembayaran S$ 5/jam.


e. Hari Kelima, Kamis, 29 Maret 2001
Pagi itu mengawali rangkaian hari kelima adalah Network Operation Center, 7 Kaki Bukit Crescent #03-61, Kaki Bukit Technology Park 1. sesi pertama dibahas mengenai Penerapan Teknologi Perpustakaan di Perpustakaan yang mencakup berbagai pendekatan untuk penerapan teknologi perpustakaan, Electronic Library Management Systems (ELIMS) dan Colour Coding. Dalam diskusi dibahas penerapan teknologi di berbagai perpustakaan. NLB berbagi pengalaman tentang bagaimana IT telah digunakan secara meluas di perpustakaan dalam tugasnya untuk mempertemukan kebutuhan pengguna dan tuntutan milenium baru.  Presenter dalam sesi ini ialah Mr. Lau Kei Cheong, DIDISN.


Setelah rehat sesi beralih ke hal Library Bibliographic Networks. Dalm sesi ini didemonstrasikan VISTA dan SILAS. Sebuah sistem manajemen perpustakaan elektronik pangkalan data bibliografis nasional yang telah diintrodusir sebagai layanan informasi elektronis yang sangat user-friendly untuk pengguna perpustakaan. Dalam lab peserta diberi kesempatan untuk mencoba program ini dalam pencarian katalog, pengentrian, updating data base membuat crystal report dan lain-lain. Pemandu sesi ini Mr. Leong Sek Choon dan Mr. Philip Hider. Peserta merasa sangat dibantu oleh Ms. Julie Sabaratnam, pasalnya ia menyampaikan sesi Summary of the 4-days Exchange yang berisi ringkasan 4 hari semasa program dilaksanakan dan tukar pengalaman yang telah didapat selama itu.


Hari kelima ini terhitung istimewa karena diakhiri dengan kunjungan wisata ke Sentosa Island. Di sana kami bergembira naik cable car, melihat museum Singapore, melihat patung Merlion raksasa, melancong ke Sea World, dan menyaksikan pertunjukan Music Fountain dengan suguhan musik dan sinar laser yang spektakuler.


f. Hari Keenam, Jumat 30 Maret 2001
Bukit Merah Community Library, 1779 Jalan Bukit Merah adalah tempat kunjungan kami di hari keenam. Hari itu sesi bertajuk Library Services: Delivery of Quality Library Services. Dalam soal penyampaian layanan prima pada service point diperlukan suatu penajaman visi dan misi perpustakaan. Hal ini penting karena menyangkut inisiatif perpustakaan untuk menyediakan layanan prima kepada angggotanya atau masyarakat. Sesi disampaikan oleh Ms. Janice Lau.
Sesi kemudian berlanjut ke ASEAN Information Network. Peserta diajak untuk sign up ke
http://www.consal.org.sg/ dan menjelajah isinya dipandu oleh Johnson Paul. Setelah makan siang peserta diminta memformulasikan action plan kemudian mendiskusikan dan mempresentasikannya. Sei Bukit Merah Community Library ini pula keseluruhan program berakhir. Malamnya bertempat di Goodwood House di kawasan East Coast diadakan farewell dinner dan pemberian sertifikat kepada seluruh peserta. Pada kesempatan ini peserta diberikan kesempatan untuk mengungkapkan pesan dan kesan selama program berlangsung.


g. Hari Ketujuh, Sabtu, 31 Maret 2001

Dijemput dari hotel oleh Mr. William Yeo Liaison Officer dari MFA pukul 08.00 kami ke Changi airport, untuk terbang kembali ke tanah air dengan SG 154 pukul 10.00. Kami betul-betul menikmati kunjungan bermanfaat dan diklat selama seminggu di Singapore tersebut. Tiba di Arrival Hall Soekarno-Hatta, Jakarta waktu menunjukkan pukul 10.30 WIB.


Tabel 1. Sistem 3 jenis Perpustakaan
————————————
Jumlah  Regional :   5
Komunitas:  18
Anak-anak: 100


Ukuran  Regional : 8.000 -10.000 m2
Komunitas: 2.000 – 3.000 m2
Anak-anak:   200 –   500 m2


Koleksi Regional :
– 400.000 eksemplar
– Banyak Media
– Banyak koleksi umum dan referensi
– Koleksi khusus untuk beberapa area


Komunitas:
100.000 – 200.000 eksemplar
– Banyak Media
– Banyak koleksi populer dan umum
– Sedikit Koleksi referensi


Anak-anak:
– 10.000 – 15.000 eks
– Sedikit koleksi populer dan umum
– Koleksi yang dibutuhkan oleh masyarakat sekitar


Pelayanan
Regional : Peminjaman buku, jurnal, pandang-dengar & software;Pelayanan informasi; Pameran & program pendidikan; Beragam aktifitas dan program promosi untuk group target berbeda
Komunitas: Peminjaman buku, jurnal, pandang-dengar; Program untuk tingkatkan kebiasaan membaca, promosi penggunaan sumberdaya dan pelayanan perpustakaan.
Anak-anak: Peminjaman buku; Fokus pada program promosi untuk tingkatkan kebiasaan baca khususnya anak-anak.


Layanan dasar
Untuk semuanya: Akses remote, pelayanan pengiriman & pengembalian, peminjaman antar perpustakaan.
Target Regional: Masyarakat umum dan bisnis
Komunitas: Penduduk di sekitar pusat kota (townships)Anak-anak: Anak-anak.


Akses Regional: Kereta api & Bus (15 menit) Komunitas: Bus (10 menit) Anak-anak: Jalan kaki (10 menit).
Manajemen Untuk semuanya: Manajemen otonomi dengan keterlibatan komunitas dan/atau bisnis


Agen
Regional : Pemerintah
Komunitas: Pemerintah
Anak-anak: Organisasi komunitas


Tabel 2. Pergeseran paradigma Perpustakaan dan Pustakawan
———————————————————
Dari Menjadi
– Penjaga buku – Penyedia Informasi yang berorientasi layanan
– Satu media          – Banyak media
– Koleksi sendiri       – Perpustakaan tanpa tembok (inter library loan)
– Orang ke perpustakaan – Perpustakaan mendatangi Orang
– Hanya waktu luang     – Tepat waktunya (Just In Time)
– In Sourcing           – Out Sourcing
– Jangkauan Lokal       – Jangkauan Global


Tabel 3. Keahlian dan output yang hendak di capai
————————————————-
Keahlian dan pengetahuan yang diusulkan untuk dapat dikuasasi oleh para
pustakawan:
* Pengetahuan menjadi Spesialis Subjek
* Relasi Publik
* Keahlian Index Lanjutan
* Pengetahuan ekstensif untuk sumber-sumber informasi
* Keahlian Penemuan kembali informasi dan Pencarian
* Metode Riset
* Keahlian analisa dan menulis
* Pengetahuan sistem berbasis Teknologi Informasi
* Pelayanan pelanggan


Bila pustakawan memiliki bekal  di  atas  maka  diharapkan  pustakawan
dapat berperan sebagai:
Pencari informasi
* Online
* Media baru (cdrom, internet, dll)


Pelayan Informasi yang bernilai tambah
* Analisis Informasi
* Kemas Ulang Informasi
* Pengiriman Informasi     


Pemelihara basisdata:
* Pengembangan isi basisdata – Mengenali informasi penting yang harus
dikumpulkan
* Pengindekan dan membuat abstrak untuk memudahkan pencarian     


Pelaku teknologi informasi:
* Penemuan kembali informasi dengan berbagai alat pencarian
* Dokumentasi
* Trend reports

Labels:

Manajemen Perpustakaan Berbasiskan Pengetahuan: melihat peranan pustakawan ke depan

Manajemen Perpustakaan Berbasiskan Pengetahuan: melihat peranan pustakawan ke depan


Majalah : Visi Pustaka Edisi : Vol. 3 No. 1 - Juni 2001

Abstrak


Pergeseran terbesar paradigma perpustakaan ialah membawa perpustakaan ke masyarakat. Hal ini terjembatani dengan aplikasi teknologi informasi (TI) pada perpustakaan. Konsep terkini yang diperkenalkan tentang perpustakaan ciber (Cyber Library). Diperkenalkannya perpustakaan ciber adalah untuk memberi kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan bahan rujukan dan informasi terkini dengan cara yang lebih mudah dan cepat, juga bertujuan untuk membentuk masyarakat yang bertehnologi, berinovatif dan kreatif.

1. Pendahuluan

Aplikasi teknologi informasi di dunia perpustakaan telah menciptakan tantangan dan peluang nyata pengembangan perpustakaan. Ia telah mengakibatkan pergeseran paradigma lama, dimana perpustakaan bertugas pokok mengolah informasi ke paradigma baru dimana perpustakaan bertugas pokok mengakses informasi, baik di kalangan (inhouse; inggriya) maupun yang di luar kalangan (outhouse), melalui instrumen sharing, referring, linking, dan networking.

Pergeseran paradigma ini mereposisikan pustakawan sebagai "Penjaga gawang" (Gate keeper) yang bertugas menseleksi, mengatur dan menyalurkan arus informasi suatu tugas yang bersifat complicated. Hal ini yang hanya mungkin terwujud jika perpustakaan mampu mengemas informasi ke dalam format elektronis/sibernetik. Dasar pemikiran paling kuat gagasan ini adalah bahwa perpustakaan dunia saat ini telah beramai-ramai beralih menjadi Perpustakaan Berbasis Manajemen Pengetahuan (library based on knowledge management).

Sejatinya, jika kita mau berintrospeksi dengan menimba pengalaman di lapangan, kemudian membandingkannya dengan berbagai teori, informasi, dan teknologi mutakhir mengenai perkembangan perpustakaan, maka kebutuhan mendesak perpustakaan dan pengguna kita dalam hal otomasi perpustakaan, antara lain ialah sebagai berikut:

– Basis data lokal untuk keperluan house-keeping application, yang mencakup fasilitas pemasokan data, penelusuran, transaksi sirkulasi, laporan statistik, proses denda, penagihan pinjaman, pencetakan data bibliografis, statistik pengunjung perpustakaan, yang dilaksanakan baik dengan atau tanpa sistem jaringan lokal (LAN- Local Area Network);
– Layanan penelusuran/referensi untuk katalog induk dalam bentuk CD-ROM (Compact Disk – Read Only Memory);
– Layanan penelusuran untuk data dalam bentuk abstrak atau full-text berbasiskan  program Windows;
– Layanan online melalui fasilitas internet berbasis Web;
– Sistem mekanisme kontrol pekerjaan perpustakaan;
– Fasilitas lain, seperti pemanfaatan thesaurus, SDI (Selective Dissemination of Information), dan CAS (Current Awareness Services).

Pertanyaannya kini ialah, siapkah tenaga perpustakaan/pustakawan mengimbangi percepatan akibat aplikasi TI pada Perpustakaan itu?

2 Mengapa Perpustakaan Berbasis Manajemen Pengetahuan?

2.1. Komunikasi dan Pengemasan Informasi

Berawal dari penemuan mesin cetak oleh Johan Gutenberg ahli rekayasa dari Jerman, peradaban dunia telah memulai suatu tataran baru dalam berkomunikasi. Komunikasi  menemukan variasi bentuk yang lebih banyak dan sempurna, lebih dari sekadar bentuk verbal dan non verbal.

Istilah "Galaksi Gutenberg" muncul sebagai penanda abad ini. Seiring dengan penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi rekayasa, telekomunikasi, angkasa luar, genetika dan lain-lain,  maka informasi pun serta-merta menemukan dirinya telah terpencarkan dalam berbagai kemasan, dan terdistribusikan tanpa ada satu pun batasan artifisial dan geografis yang sanggup membendungnya, Informasi telah mengalami metamorfosa bentuk dari sekadar message, suatu kali menjadi channel, di saat lain menjadi suatu product dan suatu ketika ia menjadi komoditas.

Bahkan menurut Milan Kundera kecanggihan kemasan dan kompleksitas aspek dan efek yang ditimbulkannya telah melahirkan pemaknaan plural terhadap isi, substansi dan jati diri informasi. Ia menyebutkan bahwa kita telah memasuki era Imagologi. Era keemasan yang dikemas lagi.

Perubahan mendasar dalam persepsi terhadap informasi secara alamiah dalam dekade terakhir, sebagaimana digambarkan oleh Harlan Cleveland dalam eseinya "The Futurist".  "we have carried over into our thinking about information,concepts developed for the management of things,concepts such as property, depletion, depreciation, monopoly, market economics". Karakteristik informasi yang bersifat inheren  ini mempunyai ciri sekaligus pemahaman sebagai berikut:

1. Information is expandable. Tidak ada suatu informasi pun yang mencantumkan fakta benar-benar lengkap atau mencakup segalanya.
2. Information is compressible. Lawan dari pengertian di atas, artinya informasi dapat dikonsentrasikan, diintegrasikan, diringkas, disarikan sesuai keinginan dan kemudahan penanganannya/pengemasannya.
3. Information is substitutable. Artinya dapat diganti-gantikan hurupnya, sifat katanya, dan materi fisiknya
4. Information is transportable …bahkan pada kecepatan yang tinggi.
5. Information is shareable… Artinya informasi dapat dipertukarkan, dibagi.

Dengan demikian tidak berlebihan jika dikatakan informasi telah memegang peranan terpenting dalam perkembangan masyarakat modern. Perpustakaan memiliki peluang nyata untuk membentuk masyarakat informasi (Information Society). Perhatian pada manajemen informasi ini pada gilirannya mengalami peningkatan sebagai dampak logis dari hal-hal berikut:

– Kompleksitas kegiatan/bisnis yang makin meningkat;
– Pengaruh ekonomi internasional;
– Perubahan eskalasi persaingan yang makin mendunia.

Kompleksitas teknologi yang meningkat, yang berpengaruh pada operasionalisasi dan aplikasi teknologi berbasis komputer secara besar-besaran pada banyak perusahaan dan institusi; Batas waktu yang singkat bagi setiap tahap operasi, misal usaha telemarketing, teleconference yang menciptakan komunikasi dan aksi just in time; Kendala-kendala sosial yang menyangkut social cost dan faktor non ekonomi lain.

Setiap pengaruh tersebut di atas, memicu peningkatan kemampuan komputer. Hal ini dikarenakan pengembangan komputer terus berorientasi pada keinginan untuk menjunjung harkat dan martabat manusia. Komputer makin user friendly, ergonomic, complicated, compatible, accessible, multimedia dengan berbagai perangkat keras dan lunak yang diupayakan dapat menjembatani keterbatasan, menciptakan berbagai kemudahan, dan percepatan aksi bagi setiap manusia.

Perkembangan mutakhir dunia komputasi pada awal milenium III ini digambarkan dalam teori Moore (Gordon Moore, 1965) tentang pemrosesan data. Dinyatakan bahwa pemrosesan akan berlipat dua setiap 18 bulan atau lebih. Teori ini terbukti di kemudian hari. Sebagai contoh saat ini telah diluncurkan chip processor dari Intel berupa Pentium III 800 MHz pada semester pertama tahun ini, dan chip I GHz pada akhir tahun.

AMD merencanakan akan meluncurkan Athlon 1 GHz pada bulan Oktober depan. Sebagai jembatan keterbatasan manusia dapat dicontohkan bahwa telah diperkenalkan teknologi pengoperasian komputer dengan pengenal ucapan, seperti yang telah diintrodusir Louis Woo dari Lemout & Hauspie.

2.2. Manajemen Pengetahuan

Kita meyakini bahwa sebagai makhluk individual dan makhluk sosial, manusia mengaktualisasikan diri dengan berkomunikasi. Komunikasi yang diorganisasikan dalam kerangka ilmiah yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, pada gilirannya mengakibatkan keluaran ilmu dan pengetahuan yang menakjubkan jumlah dan percepatannya.

Mengenai hal itu Einstein yakin bahwa "The whole of science is nothing more than a refinement of everyday thinking". Jalan menuju pada pemurnian kembali ini ialah melalui penemuan dan penyempurnaan metode eksperimen. Dengan demikian ilmu pengetahuan terbukti telah memiliki peluang terbesar dalam memberikan sumbangan bagi perkembangan peradaban manusia.

Para ahli merumuskan pengetahuan sebagai berikut:

– Membangun tata organisasi modern.
– Pengetahuan dapat serta merta menjadi hal yang buruk. Menjadi cepat basi.
– Senantiasa berubah. Pembaharuan kembali adalah kunci untuk pendayagunaan kompetitif.
– Pengetahuan = Kekuasaan/ kekuatan. Yang menjadi berlipat-ganda apabila didayagunakan bersama.

Dengan demikian dapat dikemukakan perbedaan informasi dan pengtahuan seperti tergambar dalam skema berikut

Information = data + context
Knowledge   = information + experience

Dengan demikian cukup jelas bagi kita bahwa sosok manajemen pengetahuan tidak lain dan tidak bukan adalah proses dari hal-hal berikut.

1. Reka gagasan dan;
2. Pengidentifikasiannya;
3. Evaluasi/Peringkat/dan pengorganisasian;
4. Penyimpanan;
5. Pemanfaatan bersama;
6. Pemencaran/penelusuran;
7. Perawatan.

Hal-hal yang berkaitan dengan seluruh kepakaran perusahaan / lembaga.

Seiring dengan perkembangan obyek yang dikelola, fungsi perpustakaan juga berkembang dari hanya pengelolaan media informasi menjadi juga pengelola substansi atau isi informasi (dari container ke content). Namun apakah hanya sampai di sini? Tingkat fungsi yang mana yang akan juga dilaksanakan oleh perpustakaan? Jawabnya sangat tergantung pada masing-masing institusi dan pengelolanya. Tingkat fungsi secara lengkap, seperti yang disebut oleh Zariski sebagai Epistemic Spectrum (Zariski, 1995) adalah sebagaimana diagram berikut.

Sensory Stimuli —-> Data —> Informasi—> Knowledge —>Wisdom —> Faith

Apabila pada awalnya perpustakaan hanya melaksanakan fungsi pengelolaan data (data management), maka prospek ke depan adalah sebagai institusi pengelolaan informasi (information managemant) dan selanjutnya akan meningkat menjadi institusi pengelolaan pengetahuan (knowledge management). Pengetahuan inilah yang umumnya diperlukan oleh pemakai baik pada tingkat bawah maupun pada tingkat tertinggi.

Dengan demikian persyaratan bagi pustakawan yang ideal adalah yang mampu mengelola informasi atau sebagai information manager, maupun mengelola pengetahuan atau sebagai Knowledge Manager.
Dapat disimpulkan sementara manajemen pengetahuan menempatkan kembali teknologi informasi sebagai wahana pembawa kemajuan dan kompetensi usaha/jasa, tanpa harus merusak sistem lain yang selama ini ada. Sekaligus menempatkan kembali  orang-orang yang telah terlatih dan memiliki kecakapan sesuai lini pendidikan, organisasional dan model usaha/jasa.

3 Metadata;  Konsep Perkembangan Obyek yang Dikelola Perpustakaan

Keberadaan perpustakaan telah berusia lebih dari tiga ribu tahun, dimulai dengan munculnya perpustakaan purba sampai ke perpustakaan elektronik atau digital. Selama perkembangan ribuan tahun itu, perpustakaan melaksanakan aktivitas intelektual dalam bentuk menentukan lokasi, mengenali, temubalik dan manipulasi informasi.

Selama itu perpustakaan mendeskripsikan objek nonelektronik dengan menggunakan peraturan deskriptif. Objek nonelektronik tersebut di lingkungan perpustakaan dikenal sebagai data bibliografis atau data pengkatalogan yang digunakan untuk mengolah informasi surogat (Sulistyo Basuki, 2000).

Tatkala metoda pengorganisasian informasi memasuki lingkungan elektronik, maka istilah metadata yang memiliki konotasi mendeskripsi data elektronik menjadi bagian dari disiplin ilmu perpustakaan dan ilmu informasi. Sejatinya metadata merupakan dokumentasi tentang dokumen dan objek.

Metadata mendeskripsikan, menunjukkan lokasi serta memberikan ringkasan mengenai dokumen dan apa yang diperlukan untuk memanfaatkannya. Menurut World Wide Web Consortium (1998) menyatakan metadata sebagai mesin yang dapat memahami informasi tentang objek Web serta menyatakan bahwa metadata dapat dikembangkan ke sumber daya elektronik (electronic resources) lainnya pada masa depan.

Metadata biasanya terdiri atas himpunan unsur data. Masing-masing unsur data mendeskripsikan atribut sumber daya, manajemen dan penggunaannya. Skema metadata yang telah dikenal dan dijadikan standar bagi pustakawan di Indonesia ialah INDOMARC, di samping itu ialah format kataloh AACR2, daftar tajuk subjek serta skema klasifikasi seperti DDC, UDC dan RDC.

Setiap skema di atas dirancang oleh pakarnya dengan pertimbangan domain spesifik, kebutuhan sumber daya informasi dan persyaratan untuk pendeskripsian sebuah dokumen yang pada gilirannya digunakan untuk akses bibliografi dan kontrol di perpustakaan. Secara umum terdapat 3 bagian pembuatan metadata untuk sebuah paket informasi. Pertama, penyandian (encoding); Kedua, pembuatan deskripsi paket informasi yang terkait dengan manajemen dan preservasi; Ketiga, penyediaan akses terhadap deskripsi tersebut.

Fungsi utama metadata ialah menunjang pemilihan, pemahaman, pendayagunaan dan pengingatan sumber daya dan isinya. Kepentingan pemakai terhadap metadata berkaitan dengan hal-hal berikut:

1. Ketersediaan informasi (Apakah objek informasi itu eksis? Di mana letaknya? Berapa jumlah yang tersedia? Adakah kesamaan diantaranya?)
2. Kegunaan informasi (Apakah otentik? Apakah baik? Bagaimana pemakai dapat menentukan apakah berguna atau tidak?)

Dengan berkembangnya teknologi digital maka karakteristik pengorganisasian metadata adalah sebagai berikut.

1. Organisasi meta-informasi dalam bentuk fisik dapat diganti dengan struktur organisasi yang lebih luwes namun dalam bentuk elektronik.
2. Organisasi fisik tunggal dari sebuah koleksi objek informasi  (seperti buku, majalah, disertasi) dapat digantikan dengan organisasi objek informasi jamak (multiple) dan logis.
3. Adanya objek informasi dalam bentuk digital memungkinkan penggunaan teknologi digital untuk keperluan identifikasi dan ekstraksi informasi.

Kajian utama metadata ini ialah pemodelan data, dengan pendekatan ilmu perpustakaan dan komputer, yang pada gilirannya didayagunakan untuk mengembangkan standar metadata untuk objek informasi.

Hal ini dikembangkan melalui rekayasa sistem arsip data yang beranjak dari ilmu komputer bekerja dari basis pengetahuan yang berkembang dalam tradisi manajemen data. Di samping itu ialah perpustakaan dan lembaga yang berkaitan dengan perpustakaan, beranjak dari ilmu perpustakaan, bekerja dari basis pengetahuan yang dikembangkan dalam tradisi klasifikasi, katalogisasi dan pengindeksan dokumen.

4  Siapkah Tenaga Perpustakaan/ Pustakawan Kita?

Mengacu pada pemahaman mengenai mengapa Perpustakaan di dunia kini beramai-ramai menceburkan dirinya pada Library Based on Knowledge Management, menuntut penampilan dan profil yang ideal Knowledge Manager/Information Manager. Antara lain adalah sebagai berikut.

1. Diperlukan seseorang yang memiliki visi tentang kapabilitas pengembangan, sekaligus pemahaman tentang isu-isu terbaru pada institusi yang sangat berguna untuk menangani strategi jangka panjang dan kompetisi usaha/jasa informasi.
2. Diperlukan seseorang yang memiliki pemahaman yang baik mengenai teknologi yang ada, tetapi yang lebih penting lagi ialah pemahaman bahwa teknologi dapat didayagunakan secara optimal untuk layanan dokumentasi, informasi, sebagai saluran komunikasi, fasilitas tukar-menukar informasi dan pembaharuan.
3. Seseorang yang memiliki pemahaman tentang sumberdaya manusia dan infrastruktur budaya sebagai sarana berbagi informasi. Khususnya penyetaraan pengetahuan yang tersirat dari individual yang beragam ke dalam pengetahuan yang tersurat dengan saling berbagi pengalaman dan pemahaman.
4. Diberikannya suatu ukuran dalam bentuk matrik dan pemetaan pengetahuan yang sedapat  mungkin dihubungkan dengan kriteria efektivitas perpustakaan untuk dapat memberikan ukuran dan kriteria obyektif dan efektif  guna investasi pada pengembangan infrastruktur pengetahuan itu sendiri.
5. Seseorang yang wajib mengambil tanggungjawab kunci sebagai sarana keberlangsungan proses berbagi pengetahuan dan penempatan kembali pengetahuan. Hal ini memerlukan pemahaman keseimbangan antara penegakan struktur untuk efisiensi – didasarkan pada kriteria optimalisasi, sebaiknya hal-hal yang berkaitan dengan aturan struktural yang ketat  dihilangkan untuk sarana pemikiran yang lebih inovatif dan kreatif.
6. Seseorang akan memerlukan pemahaman isu budaya yang relevan dengan proses kreasi pengetahuan; secara khusus seseorang tersebut harus dapat mengambil prakarsa pada kendali kelompok, kendali diri yang didasarkan pada budaya (dengan bantuan manajemen puncak) yang dapat memfasilitasi dialog. Keterbukaan pemikiran adalah penting sepanjang itikad dan kemauan untuk bertindak sebagai penghubung keperluan strategis managemen puncak dan tingkat operasional.
7. Seseorang  sebaiknya memiliki pemahaman yang baik bagaimana keberagaman koordinasi dan teknologi informasi atau semacamnya dan faktor-faktor apa yang relevan untuk penerapan teknologi pada tingkat kelompok dan organisasi dalam konteks yang luas.

Dalam hal ini perlu dicermati bagaimana menempatkan kembali keyakinan etis seorang pekerja jasa informasi dalam beberapaperspektif berikut:

1. Memahami bagaimana menggunakan teknologi informasi sebagai cara mengatasi ketidak pastian lingkungan global.
2. Mengenali struktur organisasi untuk efektifitas dan efisiensi pekerjaan.
3. Memahami bahwa pemrosesan informasi berada pada dua poros, subyek dan penggunaan.
4. Menyadari bahwa koordinasi sangat penting dan memberikan banyak kelebihan.
5. Mengerti dengan baik bagaimana strategi global berkembang, dan peran sistem informasi global dalam tiap strategi.
6. Waspada terhadap masalah-masalah dalam penerapan sistem informasi global, dan mengetahui strategi untuk meminimumkan dampak masalah tersebut.
Perpustakaan model ini mempercayakan dirinya pada program komputer, pasokan data, dokumentasi dan fasilitas yang terus meningkat ukuran dan nilainya. Perpustakaan harus menjaga standar kinerja, keamanan dan perilaku yang jelas yang membantu  usaha perpustakaan dalam memastikan integritas dan perlindungan terhadap berbagai aktivanya.
Secara khusus pada para petugas perpustakaan/pustakawan perlu memperhatikan hal-hal berikut.
1. Melakukan semua kegiatan tanpa kecurangan. Hal ini mencakup pencurian atau penyalahgunaan data, piranti keras dan lunak, serta pasokan bahan-bahan pustaka, informasi dan dokumentasi.
2. Menghindari segala tindakan yang mengkompromikan integritas mereka. Misalnya pemalsuan catatan dan dokumen, modifikasi program dan file tanpa ijin.
3. Menghindari segala tindakan yang mungkin menciptakan situasi berbahaya pada kompleksitas keamanan perpustakaan baik asset yang tersimpan didalamnya, dan mekanisme sistem yang ada dari kerusakan.
4. Memelihara hubungan yang baik  dengan mitra kerja, pemakai, dan atasan baik pada lini fungsional dan struktural.
5. Tugas pekerjaan harus dilaksanakan sesuai dengan permintaan pengguna, manajemen dan harus sesuai dengan standar kinerja, yang berorientasikan kepada Total Quality Management (TQM).
6. Berpegang teguh pada peraturan kerja.
7. Melindungi kerahasiaan dan informasi yang peka misalnya rahasia dagang, rahasia negara dan lain-lain.

5  Reposisi pustakawan
Perpustakaan berbasiskan teknologi informasi, selain mereposisikan pustakawan sebagai gate keeper (penjaga gawang) seperti disebutkan pada  bagian pengantar di atas. Pustakawan juga melaksanakan fungsi sebagai analis simbolik. Analis simbolik bekerja bersama secara egaliter dengan rekan sejawatnya tanpa struktur. Karena ia sering bekerja dalam tim kecil yang memiliki jaringan dengan berbagai institusi berskala lokal, regional, nasional hingga internasional.

Mereka bekerja menghabiskan waktu dan mencurahkan tenaga dan fikirannya di depan komputer, memeriksa kata dan angka, memindahkannya, mengubahnya, mencoba menguji kata dan angka baru, memformulasi dan menguji hipotesa, serta mendesain atau membuat strategi. Untuk mencapai kemampuan ini tentunya diperlukan pengetahuan mendalam atas subjek atau disiplin keilmuan tertentu.

Terbuka kemungkinan dan peluang besar pengembangan fungsi pustakawan sebagai mediator pengetahuan (knowledge mediator). Fungsi ini dapat dilihat sebagai kelanjutan pustakawan referral seperti dalam praktek kepustakawanan konvensional, hanya saja ia kini bekerja dengan mendayagunakan jaringan informasi global.

Dengan berbekal kemampuan menjelajah jaringan informasi global dapat mengidentifikasi situs-situs yang mengandung informasi sejenis. Hasil dari proses identifikasi ini dapat disusun dalam satu situs baru yang membimbing pengguna kepada sumber informasi yang diperlukan. Tugas penyusunan situs baru ini dapat dianalogikan dengan pekerjaan mengkatalog.

Ibarat sebuah jalan, hal itu telah dilempangkan dengan telah diintrodusirnya Internet2 yang menggelar bermil-mil kabel serat optik yang dipakai para peneliti untuk melakukan uji coba aplikasi dan teknologi internet masa depan, mereka yang berpartisipasi dalam proyek ini ialah Nortel, Qwest, Cisco. Internet2 ini akan memudahkan pencarian data dan meningkatkan kehandalan streaming data audio, video dan semacamnya.

Labels: