<data:blog.pageTitle/>

This Page

has moved to a new address:

http://duniaperpustakaan.com

Sorry for the inconvenience…

Redirection provided by Blogger to WordPress Migration Service
Dunia Perpustakaan | Informasi Lengkap Seputar Dunia Perpustakaan: June 2017

Saturday, June 17, 2017

Sejarah Peradaban Buku Umat Islam dan Kemerosotannya

Dunia Perpustakaan | Peradaban Buku Umat Islam | Sunguh menyenangkan jika membaca tulisan-tulisan yang mengangkat masa keemasan Islam saat itu, dimana hampir semua penulis selalu mengagungkan betapa penting dan strategisnya peran buku dan perpustakaan saat itu.

Seperti halnya sebuah tulisan yang ditulis oleh slah satu alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Muhammad Iqbal, yang baru-baru ini tulisanya dimuat di portal nu.or.id [31/5/2017].

Dalam tulisan berjudul "Sejarah Peradaban Buku Umat Islam dan Kemerosotannya", betapa bangganya kita mengingat masa kejayaan-kejayaan islam saat itu.

Namun sayangnya, saat kita membuka mata di hari ini, kebanggaan itu seolah sirna dan berganti dengan kekecewaan, dimana kita begitu mudah sesama muslim justru saling cela di sosial media. Saling sebar hoax dan sebarkan kebencian atas nama agama.

Sungguh! begitu jauh dari nilai-nilai ajaran agama islam itu sendiri.

Hari ini umat islam seolah terbuai dengan kejayaan Islam di masa lalu, namun enggan dan malas mengikuti cara dan bagaimana islam bisa meraih kejayaanya di masa lalu. Dimana kita tahu, kejayaan islam di masa lalu diantaranya karena umat islam dan ulama serta ilmuwanya sangat suka MENULIS dan MEMBACA serta melakukan RISET, bukan saling cela dan saling hina.

   [Baca juga: Kemunduran Umat Islam Karena Umatnya Malas Membaca!]

Bagaimana dengan islam hari ini?

Sebagai renungan, mari kita baca ulasan tulisan berikut ini,

Sejarah Peradaban Buku Umat Islam dan Kemerosotannya


Selain sebagai pusat pendidikan, masjid berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku. Buku-buku itu didapat dari hadiah-hadiah yang diberikan kepada pengurus masjid atau hasil pencarian dari pelbagai sumber. Karenanya, masjid-masjid pada periode Dinasti Abbasiyah memiliki khazanah buku-buku keagamaan yang sangat kaya.

Salah seorang donatur buku-buku itu adalah seorang sejarawan mahsyur bernama al-Khathib al-Baghdadi (1002-1071), yang menyerahkan buku-bukunya sebagai wakaf untuk umat Muslim. Hanya saja buku-buku itu disimpan di rumah seorang kawannya.

Perpustakaan-perpustakaan lainnya dibangun oleh kalangan bangsawan atau orang kaya sebagai lembaga-lembaga kajian yang terbuka untuk umum, menyimpan sejumlah koleksi buku logika, filsafat, astronomi, dan bidang ilmu lainnya.

Perpustakaan juga menjadi pusat pendidikan kaum Muslim. Para sarjana Muslim dari berbagai jenis tradisi keilmuan: agama (naqliyyah), sastra, filsafat, matematika, fisika, kedokteran, botani, hingga tasawuf, masing-masing menyumbangkan kekayaan khazanah ilmu pengetahuan Islam yang patut dibanggakan. Kekayaan khazanah intelektual Islam klasik itu berasal dari dua sumber.


Pertama, bersumber dari terjemahan-terjemahan manuskrip kuno dari berbagai peradaban pra-Islam beserta komentar-komentar yang diberikan oleh ilmuwan Muslim.

Kedua, bersumber dari karya-karya ilmiah. Umumnya tokoh-tokoh sarjana Muslim itu melahirkan anak-anak rohaninya, berupa ratusan karya ilmiah pelbagai jenis imu pengetahuan selama hidupnya, seakan-akan mereka hidup hanya untuk membaca, meneliti dan menulis belaka.

Ibn Hazm misalnya, diriwayatkan menulis empat ratus buku yang totalnya mencapai 80.000 halaman.

Pada pertengahan abad kesepuluh, kota Mosul memiliki perpustakaan yang dibangun oleh salah seorang penduduknya. Di dalam perpustakaan itu, para pelajar yang mengunjunginya bisa mendapatkan kertas dan alat tulis lainnya secara gratis.

Perpustakan (khizanat al-kutub) dibangun di Syiraz oleh penguasa Buwaihi, ‘Adud al Dawlah (977-982) yang semua buku-bukunya disusun di atas lemari-lemari, didaftar dalam katalog, dan diatur dengan baik oleh staf administratur yang berjaga secara bergiliran.

Pada abad yang sama, kota Bashrah memiliki sebuah perpustakaan yang di dalamnya para sarjana bekerja dan mendapatkan upah dari pendiri perpustakaan. Dan, di kota Rayy terdapat sebuah tempat yang dijuluki “Rumah Buku”. Dikatakan bahwa tempat itu menyimpan ribuan manuskrip yang diangkut oleh lebih dari empat ratus ekor unta. Seluruh naskah-naskah itu kemudian didaftar dalam sepuluh jilid katalog.

Perpustakaan-perpustakaan itu digunakan sebagai tempat-tempat pertemuan untuk diskusi dan debat ilmiah. Ulama Yaqut al-Hamawi, misalnya, menghabiskan waktu selama tiga tahun untuk mengumpulkan bahan-bahan yang ia perlukan untuk menulis kamus geografinya.

Bahan-bahan itu ia dapatkan dari berbagai perpustakaan di Marwa dan Kharizm. Ia pun harus menghentikan upayanya itu pada 1220, ketika pasukan Mongol di bawah pimpinan Jengis Khan mulai menyerang negeri-negeri muslim dan membumihanguskan seluruh perpustakaan itu.

Pada abad ke-13, perpustakaan Fathimiyyah di Kairo memiliki koleksi sejumlah dua juta judul buku. Perpustakaan di Tripoli juga tak kalah banyaknya. Secara umum, pada abad ke-13 itu telah tersedia sekitar lima juta judul buku; suatu jumlah buku yang amat banyak untuk zaman ketika itu.

Ketika Dinasti Fathimiyyah mengangkat citra Mesir sebagai pusat peradaban Islam terkemuka sejagat, ada seorang penguasa keturunan Umayyah di Kordoba, al-Hakam, yang pada akhir abad ke-10 mendirikan sebuah perpustakaan besar. Dia mengumpulkan para ilmuwan dan pemimpin masjid, dan masjid besar di Kordoba dibuat menjadi pusat studi. Perpustakaan yang berada di dalam istana Kordoba itu diurus oleh petugas perpustakaan; juga mempekerjakan para penyalin dan penjilid buku. Al-Hakam mempunyai agen-agen di setiap provinsi yang menyediakan buku untuknya dengan cara membeli dan menyalin. Perpustakaan itu terbuka untuk publik.

Sayangnya, ketika Khalifah al-Manshur terpengaruh oleh para ulama ortodoks yang kurang atau tidak berkenan kepada buku-buku ilmu, seperti karya filsafat, astronomi, dan ilmu-ilmu umum lainnya yang dianggap sekuler (sains awa’il), banyak buku ilmu-ilmu tersebut yang dibakar. Pembakaran atau permusuhan buku-buku itu merupakan awal malapetaka etos keilmuan Islam yang sampai detik ini kita rasakan akibatnya, yakni sedemikian rendahnya semangat keilmuan di negeri-negeri kaum Muslim.

Selain perpustakaan, lukisan perihal budaya baca pada periode ini bisa juga dilihat dari banyaknya toko buku. Toko-toko itu, yang berfungsi sebagai agen pendidikan, mulai muncul sejak awal kekhalifahan Abbasiyah. Al-Ya’qubi meriwayatkan bahwa pada masanya (sekitar 891), ibu kota negara diramaikan oleh lebih dari seratus toko buku yang berderet di satu ruas jalan yang sama. Sebagian toko-toko itu, sebagaimana toko-toko yang kemudian muncul di Damaskus dan Kairo, tidak lebih besar dari ruangan samping masjid, namun ada juga toko-toko yang berukuran sangat besar, cukup besar untuk pusat penjualan sekaligus sebagai pusat aktifitas para ahli dan penyalin naskah.

Para penjual buku itu sendiri banyak yang berprofesi sebagai penulis kaligrafi, penyalin dan ahli sastra yang menjadikan toko mereka tak hanya sebagai tempat jualan, tetapi juga sebagai pusat kegiatan ilmiah. Mereka mendapatkan kedudukan terhormat di tengah masyarakat.

Yaqut memulai kariernya sebagai pegawai di sebuah toko buku. Ibn al-Nadim (w. 995) yang juga ditahbiskan sebagai al-Warraq (“lembar kertas”), menjalani kariernya sebagai pustakawan dan penjual buku yang kemudian menulis sebuah karya besar berupa katalog berjudul al-Fihrist yang diakui oleh kalangan cendekiawan dan ilmuwan sebagai karya yang sangat baik.

Dalam buku itu, kita bisa membaca tentang sebuah pusat pemeliharaan naskah Iraqi yang memiliki rumah besar menyimpan sejumlah naskah termasuk yang ditulis di atas lembaran-lembaran kain perca, papirus Mesir, kertas Cina, dan gulungan kulit. Pada jilid masing-masing naskah itu tercantum nama penulisnya, dan di pinggir-pinggir halaman (marjin) terdapat pelbagai catatan yang ditulis oleh para pelajar mulai lima atau enam generasi sebelumnya.

Hingga awal abad ke-3 Hijriah, bahan yang umum digunakan untuk menulis ialah kain perca dan papirus. Dokumen-dokumen resmi yang ditulis di atas kain perca dan disimpan ketika terjadi perang sipil antara al-Amin dan al-Ma’mun, dicuci bersih kemudian dijual lagi.

Kertas Cina mulai masuk ke Irak pada abad ketiga Hijriah. Segera setelah itu, industri kertas tumbuh menjamur. Industri itu pertama kali muncul di Samarkand. Beberapa orang tawanan Cina pada 751 memperkenalkan seni pembuatan kertas dari flax, linen atau kain rami. Kata kuno Arab untuk kertas, kaghad, kemungkinan berasal dari bahasa Cina, dan kemudian diserap ke dalam bahasa Arab.

Dari Samarkand, industri itu menyebar ke Irak. Pada masa pemerintahan al-Fadhl ibn Yahya al-Barmaki, yang pernah menjadi Gubernur Khurasan pada 794, pabrik kertas pertama berdiri di Baghdad. Saudaranya, Ja’far, menteri pada Khalifah Harun menggantikan penggunaan kain perca dengan kertas untuk menuliskan dokumen-dokumen resmi negara.

Kota-kota Muslim yang lain membangun pabrik-pabrik kertas mengikuti rancangan pabrik yang berada di Samarkand. Sebuah pabrik dibangun di Tihamah untuk membuat kertas dari serat tumbuhan. Pada masa al-Maqdisi, kertas produksi Samarkand masih dianggap sebagai kertas yang terbaik kualitasnya. Namun pada abad berikutnya, abad kesebelas, kertas-kertas dengan kualitas yang sangat bagus juga diproduksi di kota-kota Suriah dan di Tripoli.

Dari daratan Asia Tengah, industri itu mulai menyebar hingga ke Delta Mesir sejak akhir abad kesembilan. Beberapa kota di sana dalam jangka waktu yang cukup lama selalu mengekspor papirus dari negara-negara berbahasa Yunani untuk media menulis. Produk ekspor itu mereka sebut qarathis (dari bahasa Yunani: chartes). Pada akhir abad ke-10, kertas telah menggantikan perca dan papirus di seluruh wilayah umat Muslim.

Arkian, jalan kaum Muslim (era kekinian) menuju pengetahuan terintangi oleh dogma, sikap apologetis, kemalasan, dan kebodohan yang sebenarnya tidaklah rumit. Namun kebanyakan, jalan kaum Muslim itu terintangi oleh sikap acuh tak acuh yang nyaris sempurna terhadap nilai akal dan peran yang dimainkannya dalam mencari ilmu pengetahuan. Kaum Muslim dewasa ini lebih suka membangun gedung-gedung ketimbang pikiran. Padahal, di zaman sekarang ini, siapa saja yang menguasai arus informasi, berarti menguasai wacana.

Labels: ,

Thursday, June 15, 2017

Syarat dan Cara Kirim Buku Gratis dari Kantor Pos

Dunia Perpustakaan | Kirim Buku Gratis | Pemerintah benar-benar membuktikan janjinya beberapa saat yang lalu, untuk menggratiskan ongkos kirim buku di seluruh Indonesia melalui kantor pos.

Hal tersebut dilakukan untuk mendukung gerakan budaya baca di Indonesia.

Mungkin memang masih banyak kendala dan masalah yang membutuhkan solusi atas kondisi rendahnya minat baca.

Namun setidaknya, salah satu masalah yang satu ini sudah selesai, yaitu terkait mahalnya buku karena ongkos kirimnya yang mahal.

Caranya yaitu dengan mengirimkan paketan buku melalui kantor pos.

Bagaimana syarat dan caranya?

Berikut ini merupakan Syarat dan Cara Kirim Buku Gratis dari Kantor Pos, dikutip dari akun resmi duta baca Najwa Shihab melalui akun instagramnya.

Berikut ini merupakan bunyi status dan seruan Najwa Shihab,

Teman-teman, yuk ramai-ramai meluncur ke Kantor Pos terdekat di hari Sabtu, 17 JUNI 2017. Hari yang ditunggu karena ada program pengiriman buku tanpa dikenakan biaya sepeserpun alias GRATIS.

Syarat dan Cara Kirim Buku Gratis dari Kantor Pos


  1. Berat per paket maksimal 10 kg. Bisa kirim lebih dari satu paket buku.

  2. Mencantumkan kata sandi BERGERAK

Pengiriman buku gratis untuk gerakan literasi dilaksanakan oleh PT Pos Indonesia (Persero) setiap bulan pada tanggal 17.

Masih ada waktu mengumpulkan buku untuk dikirim.

Untuk informasi alamat pengiriman donasi buku, berikut ini adalahdaftar keseluruhan alamat jaringan Pustaka Bergerak di seluruh Indonesia,

Jika format pdf view tidak muncul di browser anda, silahkan anda bisa download disini,
[button color="red" size="small" link="https://goo.gl/Y0UDwu" icon="" target="true"]DOWNLOAD[/button]

Ayo manfaatkan program donasi buku gratis ini untuk menebar virus baca hingga ke pelosok negeri!

Labels: ,

Saturday, June 10, 2017

Mata Najwa Menebar Virus Baca, Apresiasi untuk Pejuang LiterasiIndonesia!

Dunia Perpustakaan | Mata Najwa Menebar Virus Baca | Menonton tayangan mata najwa menebar virus baca beberapa saat yang lalu menjadikan kita tahu betapa pejuang literasi itu seolah jauh lebih berperan dalam kampanyekan dan perjuangkan budaya baca daripada negara?

Luar biasanya lagi, setiap yang dilakukan pejuang literasi, effect positifnya langsung terasa, padahal mereka berjuang dengan dana sendiri dan alakadarnya.

Sangat berbeda dengan yang dilakukan negara yang sudah buang banyak anggaran dan biaya tapi hasilnya tak begitu terasa karena lebih terkesan ceremonial saja?

Sungguh tepat memang jika menjadikan Najwa Shihab menjadi duta baca di Indonesia.

Hal tersebut bukan karena secara pribadinya yang memang sudah dikenal sangat cerdas, suka membaca, dan terkenal, namun komitmenya tak diragukan lagi untuk aktif kampanyekan budaya baca di Indonesia.

Anda bisa melihat apresiasi Najwa Shihab terhadap aktivitas literasi melalui akun media sosialnya, betapa dirinya memang sangat sering memposting status-status yang sangat peduli akan gerakan literasi di Indonesia.

Yang terbaru, komitmen Najwa Shihab untuk menyuarakan suara para pejuang literasi, dengan menghadirkan secara khusus para pejuang literasi di acara bergengsi yang dia bawakan yaitu "Mata Najwa" di Metro TV.

Dalam acara Mata Najwa yang tayang beberapa waktu lalu membawakan tema "Menebar Virus Baca".

Dengan dimunculkanya tayangan tersebut tentunya memberikan tayangan yang sangat mendidik sekaligus bisa menginspirasi siapapun, untuk ikut bergerak dan berjuang untuk terus perjuangkan gerakan literasi di seluruh negeri.

Dengan tayangan tersebut juga bisa membangkitkan kembali para pejuang literasi di seluruh Indonesia, bahwa mereka sudah dilihat oleh media, sehingga seluruh pejuang literasi di Indonesia merasa lebih bersemangat karena mereka berjuang tidaklah sendirian.

Jika anda belum menyaksikan tayangan tersebut, berikut ini kami tayangkan Full tayangan Mata Najwa,

Video Mata Najwa Menebar Virus Baca



Setelah menyaksikan tayangan video tersebut diatas, berikut ini juga kami kutipkan penutup dari Catatan Mata Najwa tentang Menebar Virus Baca,

  1. Bangsa yang besar pasti menghargai ilmu pengetahuan, menempatkan buku dengan penuh kemuliaan.

  2. Menjadikan bacaan sebagai bagian penting kehidupan, pondasi bagi melesatnya berbagai kemajuan.

  3. Apalagi republik ini didirikan orang-orang yang gila membaca, tekun bergelut dengan segala ide dan kata-kata.

  4. Sudah seharusnya negara bersikap serius pada literasi, menyiapkan generasi yang mencintai argumentasi.

  5. Jangan biarkan anak-anak tumbuh dalam taklid buta, yang dididik hanya untuk tunduk begitu saja.

  6. Dengan budaya membaca di atas rata-rata, sebuah bangsa punya modal untuk menjadi istimewa.

  7. Rakyatnya akan berwawasan luas dan terbuka, yang tak minder dalam menghadapi dunia.

  8. Sanggup bersaing dalam penemuan, produktif dalam penciptaan, bukan bangsa konsumen bak sapi perahan.

  9. Ini tantangan yang harus kita upayakan sepenuh hati, bersama turun tangan untuk gerakan literasi.

Semoga dengan mendapatkan apresiasi dan dukungan dari acara Mata Najwa, para juang literasi di Indonesia semakin terinspirasi untuk menebarkan Virus Baca hingga ke penjuru nusantara.

Semoga saja semakin banyak juga media dan artis, juga tokoh nasional yang peduli dan serius menjadikan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang suka membaca bagaimanapun caranya.

Terus Sebarkan VIRUS MEMBACA!

Labels:

Friday, June 9, 2017

Profil Perpustakaan Medayu Agung Surabaya, Koleksinya yang Langka Diburu Banyak Negara

Dunia Perpustakaan | Perpustakaan Medayu Agung | Perpustakaan Medayu Agung termasuk dalam kelompok Perpustakaan Khusus. Walaupun kadang ada juga yang menyebut jika Perpustakaan Medayu Agung ini masuk kategori Perpustakaan Umum yang dikelola secara khusus.

Sebagaimana kami kutip dari berbagai sumber, Perpustakaan Medayu Agung merupakan perpustakaan yang dikelola langsung oleh pendirinya yaitu  Oei Hiem Hwie atau lebih populer dipanggil Pak Wi. 

Perpustakaan Medayu Agung tampak dari depan

Sebelum kita bicara soal perpustakaan Medayu Agung, ada baiknya pembaca perlu tahu bahwa pendiri dari Perpustakaan Medayu Agung ini punya sejarah hidup yang menarik untuk diketahui.

Hal ini juga nanti akan terkait dengan, kenapa Perpustakaan Medayu Agung ini dianggap sangat ISTIMEWA dan lain dari perpustakaan khusus yang lain karena memiliki sejarah panjang dari sisi perjuangan pemiliknya.

Nantinya, dengan anda tahu sejarah dan perjuangan dari si pemilik dan pendiri dari Perpustakaan Medayu Agung ini, anda tidak perlu heran, jika perpustakaan ini menjadi perpustakaan istimewa yang koleksinya dibaca dari berbagai daerah hingga luar negeri.

Bahkan karena begitu berharganya koleksi yang ada di perpustakaan Medayu Agung ini, sampai-sampai ada orang dari Australia yang siap membeli koleksi dari Perpustakaan Medayu Agung ini senilai 1 Miliar, namun ditolak oleh pemiliknya.

Profil Pendiri

Pak Wi saat muda bekerja sebagai seorang wartawan di harian Terompet Masjarakat. Saat menjadi wartawan, Pak Wi dikenal sangat mengagumi sosok Soekarno. Karena kekagumanya dengan Soekarno, Pak Wi dikenal sebagai wartawan yang sangat fokus meliput dan memberitakan semua hal sepak terjang Soekarno.

Pada tahun 1964, Pak Wi berkesempatan mendapatkan tugas untuk melakukan wawancara langsung dengan Presiden Soekarno di Istana Negara.

Ada cerita menarik saat Pak Wi meliput dan wawancara langsung dengan Soekarno di Istana negara.

Saat itu Soekarno yang dikenal sangat disiplin dan suka kerapian, termasuk saat bertemu dengan para wartawan, Soekarno memiliki aturan yang sangat tegas, dimana semua wartawan harus berpakaian rapi.

Koleksi di Perpustakaan Medayu Agung didominasi koleksi yang terkait dengan Soekarno

“Nah, saat itu saya tidak punya jam tangan, nampaknya Bung Karno mengamati itu, jadi setelah wawancara saya diberikan jam tangan oleh beliau,” cerita Pak Wi saat mengenang masa lalunya.

Namun dibalik cerita membahagiakan tersebut, kecintaan Pak Wi terhadap Soekarno jugalah yang “mengantarkan” Pak Wi masuk penjara Lowokwaru Malang dan akhirnya berstatu tapol (Tahanan Politik) tanpa salah yang jelas.

Tahun 1970, Pak Wi dipindahkan ke Nusa Kambangan dan setahun kemudian dipindahkan ke Pulau Buru.

Bertemu Pramoedya Ananta Toer

Dibalik penderitaanya selama di tahan, ada hal yang membahagiakan Pak Wi karena bertemu dengan sosok Pramoedya Ananta Toer.

Pertemuan Pak Wi dan Pramoedya Ananta Toer juga menarik dan secara tidak sengaja. Saat itu di mana ladang yang Pak Wi garap, ternyata lokasinya berada di belakang gubuk tempat Pramoedya Ananta Toer diisolasi. 

Saat itu Pramoedya Ananta Toer harus menulis sesuai permintaan Dewan Penerangan Luar Negeri. Di sela-sela penulisan, Pramoedya Ananta Toer masih menyempatkan untuk menulis bukunya seperti ’Bumi Manusia’, ’Jejak Langkah’, ’Arus Balik’ dan  lain-lain.

Pak Wi dan Pramoedya Ananta Toer saat bertemu usai dibebaskan dari tahanan 1980

Saat Pramoedya Ananta Toer akan bebas, Pak Wi dititipi naskah asli karya-karya Pramoedya Ananta Toer selama ditahan dan diisolasi di Pulau Buru. 

Untuk mengelabui pemeriksaan petugas, Naskah Pramoedya Ananta Toer oleh Pak Wi disimpan di tas baju kotor miliknya. 

“Untungnya lolos pemeriksaan, kalau tidak saya mungkin sudah ditembak,” kenangnya. 

Naskah tersebut selanjutnya coba dikembalikan Oie ke Jakarta saat Pramoedya Ananta Toer sudah bebas, tepatnya di Tahun 1980, namun Pramoedya Ananta Toer hanya memfotokopi dan mempersilahkan Oie menyimpan naskah aslinya. 

Koleksi penting ini juga hingga kini dapat kita nikmati di Perpustakaan Medayu Agung Surabaya dan tersimpan dengan sangat rapi dan selalu terjaga.

Setelah bebas dari penjara, Pak Wi kemudian pindah ke Surabaya dan kemudian beberapa tahun kemudian mendirikan Perpustakaan bernama Perpustakaan Medayu Agung.

Nama Perpustakaan Medayu Agung sendiri diambil karena lokasi dari Perpustakaan Medayu Agung ini berlokasi di Jalan Medayu Selatan IV/42-44 tepatnya di kompleks perumahan Kosagrha daerah Rungkut, tak jauh dari kampus UPN Veteran Surabaya. 

Perpustakaan yang berbentuk yayasan ini buka setiap hari Senin sampai Jumat, pukul 09:00 – 16:00. 

Koleksi

Koleksi di Perpustakaan Medayu Agung ini rata-rata berisi buku-buku yang berkaitan dengan sejarah, buku-buku langka, kliping korang dan majalah kuno, hingga buku-buku politik. 

Namun dari banyaknya koleksi disini, yang menjadi ikon dan ciri khas dari Perpustakaan Medayu Agung ini yaitu karena koleksinya yang berkaitan dengan Soekarno. Mulai dari buku, benda-benda milik Soekarno, hingga hadiah Soekarno dan koleksi berkaitan dengan penulis ternama Pramoedya Ananta Toer ada disini.

Koleksi dan naskah buku-buku Pram

Begitu identiknya dengan Soekarno dan Penulis Pram, di Perpustakaan Medayu Agung sampai dibuatkan dua kamar khusus, yaitu 1 Kamar untuk Bung Karno, 1 Kamar lagi untuk Pram yang dilabeli dengan tulisan "Ruangan Buku Langka".

Kamar tersebut bukan digunakan untuk menginap Soekarno atau Pram, tapi maksudnya di Perpustakaan Medayu Agung ini disediakan satu ruangan khusus untuk menyimpan koleksi yang berkaitan dengan Soekarno.

Sedangkan pada ruangan satunya yang lain dibuat untuk menyimpan koleksi semua hal yang berkaitan dengan Pramudya dan karyanya. Dalam ruangan khusus juga tersedia buku-buku yang menyangkut indo-cina di Indonesia.  

Bahkan Pak Oie memiliki almari kaca khusus teks asli buku Pram dan almari kaca khusus buku – buku indo cina.

Tak hanya menyimpan koleksi buku dan benda-benda bersejarah terkait Soekarno dan Pram saja, di Perpustakaan Medayu Agung ini juga menyimpan koleksi buku-buku terkenal yang jumlahnya sangat terbatas di penjuru dunia, diantaranya Buku Mein Kampf edisi asli tulisan Adolf Hitler.

Selain itu ada juga buku Geschiedenis Van Nederladsch Indie tulisan Prof. Dr. Goder Molsbergen. 

Di Perpustakaan Medayu Agung juga memiliki naskah asli Bumi Manusia, baik yang ditulis tangan atau diketik oleh novelis terkenal mendiang Pramoedya Ananta Toer ketika berada di penjara Pulau Buru. 

Koleksi lain yang unik dari Perpustakaan Medayu Agung ini yaitu terkait dengan kliping koran.

Di Perpustakaan Medayu Agung ini ada banyak sekali kliping Koran. Saking banyaknya, perlu dua lantai penuh untuk menyimpan kliping-kliping koran tersebut.

Kliping-kliping koran tersebut mulai dari koran Kompas, Jawa Pos, Surya hingga Surabaya Post dan majalah Liberty, dikliping rutin  oleh petugas Perpustakaan Medayu Agung. Penyimpanan buku dan koran juga sudah menggunakan Silica dan cengkeh yang berfungsi untuk membuat serangga dan jamur menjauh.

GRATIS

Untuk bisa membaca dan melihat koleksi-koleksi bersejarah dan langka di Perpustakaan Medayu Agung ini, pengunjung tidak dipungut biaya sama sekali alias GRATIS.

Namun bagi siapapun pengunjung yang ingin memberikan donasi untuk Perpustakaan Medayu Agung, pihak pengelola mempersilahkanya, yang nantinya dana tersebut akan digunakan untuk pemeliharaan buku-buku di Perpustakaan Medayu Agung.

Labels: