<data:blog.pageTitle/>

This Page

has moved to a new address:

http://duniaperpustakaan.com

Sorry for the inconvenience…

Redirection provided by Blogger to WordPress Migration Service
Dunia Perpustakaan | Informasi Lengkap Seputar Dunia Perpustakaan: December 2019

Saturday, December 7, 2019

Inilah Perpustakaan Daerah Terbaik Tingkat Nasional 2019

Dunia Perpustakaan | Tahukah anda perpustakaan daerah manakah yang tahun 2019 ini memegang predikat sebagai Perpustakaan Daerah Terbaik Tingkat Nasional 2019?

Tahun 2019 ini, predikat Perpustakaan Daerah Terbaik Tingkat Nasionalo dipegang oleh Perpustakaan Daerah Kabupaten Bone.

Hal ini sebagaimana dirilis langsung dari website resmi Perpustakaan Daerah Kabupaten Bone (5/12/2019).

Dikutip dari dispeka.bone.go.id, disebutkan bahwa Perpustakaan Daerah Kabupaten Bone berhasil raih penghargaan sebagai Perpustakaan Daerah/Kota Terbaik Tingkat Nasional 2019.
Perpustakaan Daerah Kabupaten Bone Raih Penghargaan Perpustakaan Terbaik Nasional 2019 | gambar: dispeka.bone.go.id
Penghargaan itu diumumkan dalam acara Peer Learning Meeting Nasional Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial yang digelar pada Selasa-Kamis 3-5 Desember 2019 di Surabaya, Jawa Timur.

Penghargaan terbaik bidang perpustakaan itu diberikan karena Bone mampu menerapkan program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial dan literasi dari kota hingga ke desa-desa.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Bone Drs.H.A.Pahrum Pawi, M.T.P. mengatakan, Alhamdulillah tahun ini kita yang terbaik dalam penerapan
program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial.

“Program ini tidak hanya menyasar pada usia sekolah, tapi masyarakat umum, seperti pemuda, perempuan, dan juga pelaku usaha mikro/kecil, termasuk kelompok marginal lain, yaitu penyandang disabilitas sebagai upaya untuk pemberdayaan dan peningkatan produktivitas,” ujarnya.
Gedung Perpustakaan Daerah Kabupaten Bone | gambar: bone.go.id

Untuk meraih prestasi ini tidak mudah karena harus menghadapi seluruh perpustakaan kabupaten/kota se-Indonesia.

“Kuncinya ada pada komitmen, sinergitas, dan kolaborasi semua pihak,” tutur Andi Pahrum Pawi.

Dalam upaya penerapan program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial tersebut, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispeka) Kabupaten Bone melakukan berbagai langkah, di antaranya melakukan pembinaan hingga ke pelosok desa, memberikan bantuan berupa sarana dan buku, perpustakaan keliling.

Kedai Baca di Bone | gambar: bone.go.id
Selain itu Dinas Perpustakaan Kabupaten Bone membangun kedai baca yang populer dengan sebutan kedai baca sumange teallara, aktif melakukan kegiatan promosi dan storytelling, dan memanfaatkan teknologi internet sebagai media baik website dan media sosial lainnya.

Selain itu perpustakaan daerah kabupaten Bone salah satunya perpustakaan di Sulawesi Selatan yang memberikan layanan baca tidak hanya terbuka pada siang hari tapi juga terbuka dan memberikan pelayanan pada malam hari.

Di ruang Perpustakaan Bone yang terletak di Jalan Merdeka Watampone sudah tersiap fasilitas seperti WIFI gratis bagi pengunjung serta fasilitas lainnya.

Perluasan transformasi perpustakaan ke tingkat desa/kelurahan juga bagian dari perluasan program dan mendekatkan akses informasi ke masyarakat sehingga perpustakaan menjadi pusat kegiatan maupun proses belajar yang menciptakan kreativitas dan produktif.

Bone saat ini menerapkan Literasi yang diadopsi sebagai salah satu indikator penting dalam pembangunan yang memberikan dampak sosial ekonomi.

“Literasi juga berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi yang membawa kesejahteraan. Literasi membuat tenaga kerja dapat bekerja lebih efisien” kata Andi Pahrum Pawi.

Literasi memperkuat kapabilitas angkatan kerja dan pengembangan aneka keterampilan. Kemampuan literasi sebagai bagian dari modal manusia, salah satu kontributor utama bagi pertumbuhan.

Andi Pahrum Pawi menuturkan, bahwa individu dengan kemampuan literasi yang baik memiliki peluang besar untuk sukses di pasar kerja, hal ini sesuai visi Bapak Bupati Bone yaitu mewujudkan masyarakat Bone mandiri, berdaya saing dan sejahtera.

Kegiatan Peer Learning Meeting Nasional Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial ini dihadiri sekitar 1.000 peserta ini dibuka oleh Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak, dan menghadirkan narasumber dari Bappenas, Kementerian Desa PDTT, Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Labels:

Thursday, December 5, 2019

Antara PISA dan Pengiriman Buku GRATIS yang Dipersulit!

Dunia Perpustakaan | Akhir-akhir ini beberapa media banyak yang sedang membicarakan terkait dengan hasil PISA (Programme for International Student Assessment) 2018.

Dari hasil PISA 2018 tersebut, bisa disimpulkan mayoritas hasilnya dianggap cukup mengecewakan. Bahkan beberapa media nasional membuat pemberitaan tersebut dengan judul-judul yang bikin pembacanya ikut gregetan.

Menanggapi hasil PISA 2018 tersebut, pegiat literasi sekaligus salah satu dari pencetus Pustaka Bergerak Nirwan Ahmad Arsuka melalui Group Pustaka Bergerak membuat sebuah tulisan berjudul "PISA dan Padewakang".

PISA dan Padewakang

"Jika Kemendikbud masih juga mempersulit pengiriman buku gratis, ngotot mengurusnya sendiri dan tak mau membuka partisipasi aktif dan luas dari para warga sebagaimana yang pernah terjadi, maka kita memang perlu mencari cara lain untuk menyebarkan khazanah pengetahuan ini.... " | Nirwan Ahmad Arsuka

Kawan-kawan yang baik, kita memang patut prihatin dengan rendahnya skor negeri kita dalam peringkat nilai PISA (Programme for International Student Assessment) yang diumumkan beberapa hari lalu. Skor kita tahun 2018 bahkan lebih rendah dari 3 tahun sebelumnya, 2015.

Tentu ada banyak penyebab rendah dan merosotnya kemampuan baca, sains dan matematika negeri kita.

Jangan-jangan, pandangan hidup yang kurang menghargai dunia dan seisinya ini, yang lebih mengutamakan "kehidupan yang akan datang", itu memang punya pengaruh kuat dalam menurunkan skor PISA.

Kemampuan memahami bacaan, menikmati matematika dan sains itu, memang berkaitan langsung dengan dunia ini. 

Yang jelas, posisi puncak PISA itu diduduki oleh Cina yang komunis, disusul oleh negara-negara yang mayoritas penduduknya Cina. Tak heran memang jika 14 abad lebih yang silam ada seruan untuk belajar sampai ke Negeri Cina.


Penyebab lain yang bisa disebut adalah buruknya penyebaran khazanah pengetahuan ilmiah kita.

Buku-buku bermutu yang membuka kekayaan matematika dan sains, yang menghidupkan pemikiran kritis dan kreatif, masih sangat sedikit jumlahnya dan tak merata penyebarannya.

Jika Kemendikbud masih juga mempersulit pengiriman buku gratis, ngotot mengurusnya sendiri dan tak mau membuka partisipasi aktif dan luas dari para warga sebagaimana yang pernah terjadi, maka kita memang perlu mencari cara lain untuk menyebarkan khazanah pengetahuan ini. Termasuk antara lain dengan menitipkan sejumlah buku itu ke perahu padewakang yang akan berlayar melewati pulau-pulau kecil ke Australia, walau dampaknya mungkin tak langsung terlihat.

Selain problem distribusi, kita juga punya pekerjaan translasi dan produksi pengetahuan, yang harus kita kerjakan bersama-sama.
-----------

Dari tulisan diatas, kita sewajibnya lebih fokus untuk bersatu mencari solusi agar hasil PISA di tahun-tahun berikutnya bisa lebih baik lagi.

Caranya dengan tetap terus bergerak bersama, menyebarkan literasi sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.

Untuk para pegiat literasi, tentunya harus tetap semangat dan fokus BERGERAK, mau seperti apapun hasil PISA, ditambah berbagai kesulitan birokrasi dengan berjuta dalih yang mempersulit pergerakan para pejuang literasi, teruslah BERGERAK dengan berbagai cara dan kreativitas agar gerakan literasi bisa terus BERGERAK ke penjuru negeri.

Untuk Kemendikbud dan birokrasi terkait, anda tentunya sudah melihat sendiri hasil PISA, yang itu dianggap mempermalukan reputasi anda di kancah dunia, maka ada baiknya untuk mengupayakan supaya program pengiriman buku gratis bisa dijalankan lagi.

Mungkin program pengiriman gratis oleh beberapa pihaka ada yang bilang jika itu tidak ada manfaatnya, namun anda perlu melihat langsung senyum para pegiat literasi di daerah-daerah yang sangat terbantu atas program tersebut.

Lihat juga senyum para anak-anak di daerah yang mereka nyaris begitu terbatas menerima buku bacaan, namun dengan adanya program pengiriman buku gratis tersebut, mereka bisa membaca buku-buku yang mampu memberikan pengetahuan untuk mereka.

Bagi para donatur buku, program pengiriman gratis menjadi motivasi untuk mereka yang tadinya enggan kirim buku karena biaytanya yang mahal, namun dengan adanya progrqam tersebut, mereka bersatu bergerak membagikan buku-buku mereka ke pelosok negeri.

Terakhir, mau ada PISA ataupun tidak, hakikatnya, apa yang sudah dilakukan oleh para pejuang literasi seperti Pustaka Bergerak dan komunitas sejenis lainya, telah memebrikan dampak positif dalam gerakan literasi di Indonesia.

Mau terdata ataupun tidak, dengan yang mereka para pejuang literasi lakukan, mereka takan peduli karena mereka hanya punya mimpi dan tujuan untuk terus BERGERAK, sebarkan literasi di penjuru bumi pertiwi.

Dan perlu dicatat juga, para pejuang literasi bukanlah orang-orang yang meminta gaji dan tunjangan yang menggerogoti duit negari ini. Mereka hanyalah orang-orang yang dianggap biasa, namun punya kepedulian yang begitu luar biasa atas kondisi literasi di negeri ini, sehingga mereka ingin menjadi bagian dari gerakan literasi yang memang dianggap memprihatinkan ini.

Salam untuk terus BERGERAK!

Redaksi

Labels:

Komunikasi Ilmiah dan Peran Perpustakaan Perguruan Tinggi

Dunia Perpustakaan | Artikel Perpustakaan - Untuk anda para pustakawan, pengelola perpustakaan, maupun para mahasiswa Jurusan Ilmu perpustakaan yang membutuhkan referensi terkait dengan Komunikasi Ilmiah dan Peran Perpustakaan, berikut ini tulisan menarik yang ditulis langsung oleh Rhoni Rodin, Pustakawan Madya IAIN Curup. Alumnus Universitas Indonesia (UI). sekaligus sebagai Dosen Ilmu Perpustakaan IAIN Curup.

ilustrasi: interactivityfoundation.org

Komunikasi Ilmiah dan Peran Perpustakaan

Oleh: Rhoni Rodin

Perpustakaan perguruan tinggi sebagai media penyebaran informasi menjadi bagian penting dan sentral dalam pengelolaan publikasi ilmiah. Perpustakaan menjadi media penghubung antara penulis dan pengguna. Dengan perannya ini, tentunya perpustakaan menempati posisi yang sangat strategis dan  sentral dalam pengembangan komunikasi ilmiah di perguruan tinggi.

Selama ini kita sering mendengar jargon bahwa Perpustakaan perguruan tinggi merupakan jantungnya perguruan tinggi. Oleh karena itu, agar komunikasi ilmiah dan penyebaran informasi dapat berjalan sebagaimana mestinya maka jantung tersebut harus sehat. Sehat dalam artian mempunyai kemampuan untuk mendukung kegiatan akademik kampus yang termaktub dalam tri dharma perguruan tinggi. Sehingga kegiatan ilmiah bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Komunikasi ilmiah merupakan suatu proses penyampaian hasil penelitian oleh seorang peneliti melalui sebuah tulisan yang dimuat dalam sebuah jurnal ilmiah. Dalam kaitannya dengan tugas perpustakaan sebagai lembaga pengelola informasi dan ilmu pengetahuan, perpustakaan bertugas memfasilitasi atau memberikan sarana komunikasi ilmiah bagi para peneliti tersebut. Sehingga dengan demikian perpustakaan tidak semata-mata hanya menerima jurnal-jurnal yang telah siap untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Perpustakaan perguruan tinggi semestinya tidak hanya menerima atau mengadakan jurnal-jurnal ilmiah yang sudah siap untuk dibaca oleh para mahasiswa, dosen, maupun para peneliti, akan tetapi juga menjadi wadah ataupun menyediakan sarana untuk keberlangsungan komunikasi ilmiah tersebut.

Sesuai dengan Undang-Undang nomor 43 Tahun 2007 Pasal 24 yang menyebutkan bahwa perpustakaan perguruan tinggi mengembangkn layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi, maka dalam pengelolaan sarana komunikasi ilmiah ini perpustakaan perguruan tinggi sudah seharusnya memanfaatkan teknologi informasi sebagai sarana pendukungnya. Karena memang jurnal-jurnal ilmiah yang dikelola pada perpustakaan perguruan tinggi sudah semestinya berbasis elektronik.

Para peneliti dari semua disiplin ilmu pengetahuan dapat mempublikasikan artikel mereka pada media publikasi ilmiah seperti sistem jurnal elektronik maupun cetak. Sebagai peneliti yang memiliki kompetensi dan reputasi, maka artikel yang dihasilkan juga memiliki kualitas yang baik.

Salah satu cara mengetahui artikel tersebut baik atau tidak, dapat mengamati dari indeksasi sitasi elektronik seperti cross-ref, Scopus, Web of Scinces, Google Scholar, Moraref dan sebagainya. Dengan melihat jumlah sitasi dan media indeksasi dari artikel tersebut dapat disimpulkan bahwa artikel tersebut baik.

Komunikasi Ilmiah

Seluruh publikasi ilmiah yang dimiliki peneliti saat ini mulai dikelola dengan serius. Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dan Kementerian Agama mulai mengagas dengan serius bagaimana pengelolaan dari seluruh publikasi ilmiah yang ada di Indonesia. Berbagai kebijakan publikasi ilmiah dilakukan agar dapat memfasilitasi hal tersebut.

Berangkat dari permasalahan ini, komunikasi ilmiah menjadi jawaban atas bagaimana mengelola publikasi ilmiah tersebut. Komunikasi ilmiah bisa berjalan dengan baik apabila mata rantainya pun berjalan dengan baik pula. Mata rantai itu meliputi para dosen, peneliti, pustakawan, mahasiswa, dan tentunya ditunjang oleh perpustakaan sebagai sarana komunikasi ilmiah.

Komunikasi ilmiah (scholarly communication) dapat berjalan lancar apabila kelompok kepentingan sebagai satu mata rantai berfungsi dengan baik. Seluruh komponen memiliki peran penting untuk menciptakan suatu komunikasi ilmiah yang sehat. Perpustakaan sebagai salah satu kelompok kepentingan memiliki posisi strategis di dalamnya. Tulisan ini menekankan pada peran perpustakaan sebagai salah satu kelompok kepentingan dalam mata rantai komunikasi ilmiah.

Berbagai kelompok kepentingan mewarnai proses komunikasi ilmiah. Fungsi perpustakaan sebagai pusat informasi yang mengumpulkan dan menyebarkan berbagai jenis karya baik dalam yang dikategorikan ilmiah maupun yang tidak. Agar supaya seluruh karya tersebut dapat dikomunikasikan kembali kepada pemustaka diperlukan beberapa langkah dalam bentuk kebijakan lanjutan.

Perpustakaan perlu membuat kebijakan dalam hal jenis koleksi yang akan didigitalisasikan, hal akses, infrastruktur jaringan dan internet sampai dengan SDM yang dalam hal ini pustakawan. Apabila seluruh unsur di atas diperhatikan dengan baik maka perpustakaan secara langsung sudah dapat menjalankan perannya dengan baik sebagaimana yang diharapkan satu sistem komunikasi ilmiah.

Komunikasi ilmiah berfungsi untuk menjamin kualitas keilmiahan dalam setiap kegiatan penelitian yang berkaitan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Komunikasi ilmiah mencakup perlindungan terhadap segala hal terkait kepemilikan, penghargaan dan keberlangsungan karya ilmiah. Termasuk pengembangan lanjutan untuk kepentingan ilmu pengetahuan yang tentunya membutuhkan informasi-informasi yang sudah ada sebelumnya. Semua hasil-hasil karya intelektual yang diperoleh dalam komunikasi ilmiah berserta dinamika perkembangannya memerlukan fungsi penyimpanan dan pengarsipan secara sistematis dengan tujuan utama untuk kemudahan temu kembali informasi ilmiah yang terkait didalamnya.

Bahtiar (2016) dalam penelitiannya memberikan kesimpulan bahwa perpustakaan perguruan tinggi dapat membangun wadah komunikasi ilmiah dengan cara menciptakan sebuah portal jurnal elektronik yang dikelola dengan bekerja sama dengan para akademisi pada setiap bidang ilmu. Karena diharapkan untuk kedepannya perpustakaan perguruan tinggi tidak hanya menampung jurnal-jurnal ilmah yang telah siap untuk dikonsumsi, melainkan juga terlibat dalam proses penciptaan jurnal-jurnal ilmiah tersebut melalui wadah yang difasilitasi perpustakaan sebagai sarana komunikasi ilmiah.

Perpustakaan melalui fungsinya tampak jelas berperan dalam komunikasi ilmiah. By organizing, disseminating, and providing access to information, librarians and archivists act as gatekeepers of knowledge for countless students, researchers, and professors (Sugitomo, 2012). Fungsi pengelolaan (organizing), penyebaran (disseminating) dan juga menyediakan akses informasi (providing access to information), menjadi fungsi utama perpustakaan, sehingga dari fungsi-fungsi tersebut pustakawan disebut sebagai penjaga gawang (gatekeepers) dari ilmu pengetahuan. Komunikasi ilmiah sebagai alur yang berputar jelas bersinggungan dengan fungsi-fungsi perpustakaan di atas.

Peran Perpustakaan Perguruan Tinggi

Peran perpustakaan perguruan tinggi seperti yang diuraikan di atas dapat dikategorikan sebagai peran tradisional yang hanya menyentuh sebagian kecil ‘wilayah’ komunikasi ilmiah. Perpustakaan perguruan tinggi lebih dominan hanya sebagai information consumer (pengguna informasi), yaitu mengkoleksi dan mengorganisasi informasi ilmiah mudah ditemu-kembali (retrieved) oleh civitas akademi (mahasiswa, dosen, peneliti). Dalam peran ini, perpustakaan perguruan tinggi banyak berfokus pada program pendidikan pemakai (library instruction) yang bertujuan untuk mensosialisasikan library collection/resources dan strategi penelusurannya terutama yang bersifat online atau electronic. Peran ini baru bersinggungan dengan sebagian kecil wilayah scholarly communication, yaitu discovery dan dissemination.

Peran tradisional ini belum cukup karena landscape dan environment komunikasi ilmiah telah mengalami perubahan luar biasa sebagaimana dipetakan di atas. Perubahan ini harus disadari oleh perpustakaan dengan tujuan agar dapat melakukan strategic realignment (penyelarasan strategis) peran-peran perpustakaan dan pustakawan untuk memasuki ‘wilayah-wilayah’ scholarly communication secara lebih luas lagi. Dengan cara ini, perpustakaan perguruan tinggi dapat melakukan perluasan peran (extended roles) yang benar-benar menyentuh kebutuhan mahasiswa, dosen dan peneliti dalam setiap tahapan dalam alur komunikasi ilmiah (scholarly communication cycle) atau tahapan penelitian (research lifecycle) (Harliansyah, 2017).

Scholarly communication merupakan ‘wilayah’ yang strategis untuk dimasuki perpustakaan perguruan tinggi. Pada awal 2003, Association of College and Research Libraries (ACRL) mengembangkan sebuah inisiatif untuk memasuki ‘wilayah’ yang lebih luas lagi scholarly communication ini sebagai salah satu bentuk pengembangan tugas, fungsi dan peran perpustakaan akademik. Kemudian pada 2005, ACRL meluncurkan Scholarly Communication Toolkit yang bertujuan, pertama, membantu para pustakawan mengintegrasikan program dan layanan perpustakaan yang sinergis dengan scholarly communication framework dan, kedua, mengkaji dan menyajikan isu-isu penting terkait scholarly communication yang perlu difahami oleh para civitas akademi dan pustakawan akademik.

Melalui inisiatif ini, ACRL bermaksud membangun kesadaran dan pemahaman para pustakawan perguruan tinggi terhadap ruang lingkup scholarly communication sehingga dapat memacu keterlibatan dan sumbangsih mereka dalam mengembangkan scholarly communication environment yang kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Salah satu pintu masuk yang dapat digunakan oleh perpustakaan perguruan tinggi dalam menyentuh ‘wilayah’ scholarly communication secara lebih luas lagi adalah program-program information literacy, yang materi-materinya dikemas, diperluas dan diselaraskan dengan dinamika dan ruang-lingkup scholarly communication.

Dalam kerangka memperkaya materi information literacy ini, ACRL menyusun white paper yang berjudul Intersections of Scholarly Communication and Information Literacy: Creating Strategic Collaborations for a Changing Academic Environment (Association of College & Research Libraries, 2013). Selain itu, ACRL juga menerbitkan sebuah buku antologi berjudul Common ground at the nexus of information literacy and scholarly communication (Hensley, 2013). Kedua naskah ini sangat bagus untuk dirujuk oleh perpustakaan dan pustakawan akademik di manapun, termasuk Indonesia.
Rhoni Rodin
Penulis adalah Pustakawan Madya IAIN Curup. Alumnus Universitas Indonesia (UI). Dosen Ilmu Perpustakaan IAIN Curup.



Labels: ,