<data:blog.pageTitle/>

This Page

has moved to a new address:

http://duniaperpustakaan.com

Sorry for the inconvenience…

Redirection provided by Blogger to WordPress Migration Service
Dunia Perpustakaan | Informasi Lengkap Seputar Dunia Perpustakaan: September 2016

Friday, September 30, 2016

Menjaring Ilmu di Samudra Pustaka

Menjaring Ilmu di Samudra Pustaka.


Dunia Perpustakaan | Gambaran umum mengenai sebuah perpustakaan di sekolah atau madrasah adalah sebuah bangunan kecil yang terletak di antara bangunan-bangunan utama, yang tentu saja lebih besar atau megah.

Di dalam gedung kecil itu terdapat beberapa buku pelajaran yang akan diambil siswa bila guru memerlukannya dalam proses belajar mengajar di kelas. Sedikitnya jumlah dan keberagaman koleksi di perpustakaan sekolah membuat tempat itu menjadi sepi pengunjung. Jangankan siswa, guru pun barangkali malas untuk melangkahkan kakinya ke sana.

Sebenarnya perpustakaan sekolah merupakan pusatnya ilmu pengetahuan dan informasi yang sangat menunjang kegiatan belajar mengajar. Untuk itulah, perpustakaan sekolah harus dapat memainkan peran, khususnya dalam membantu guru dan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah.

Guna mencapai tujuan tersebut, perpustakaan sekolah perlu mempersiapkan beberapa hal, di antaranya menyediakan tempat yang nyaman, fasilitas dan tenaga pustakawan yang memadai, koleksi yang berkualitas, serta serangkaian aktivitas layanan yang mendukung suasana pembelajaran yang menarik.

Pada dasarnya perpustakaan sekolah dapat dimanfaatkan untuk mem- backup setiap mata pelajaran yang diajarkan di kelas. Untuk itu, peran guru dalam memotivasi siswa sangat diperlukan agar siswa dapat terus belajar mengembangkan ilmunya melalui proses membaca di perpustakaan.

Misalnya, dengan memberi tugas membaca di perpustakaan, kemudian menceritakan kembali atau membuat laporan atas buku yang telah dibaca. Di samping itu, dapat pula memanfaatkan ruangan perpustakaan sebagai tempat pembelajaran, yang tentu saja harus dengan pendampingan guru yang bersangkutan.

Hasil yang diharapkan dari kegiatan tersebut adalah siswa mampu menguasai sekaligus mengembangkan mata pelajaran yang diterimanya di kelas.

Dengan memaksimalkan perannya, diharapkan perpustakaan sekolah dapat mencetak siswa untuk memiliki kebiasaan mencari ilmu di luar aktivitasnya di kelas.

Dengan demikian, mereka menjadi terbiasa  membaca, memahami materi pelajaran, mengerti maksud dari sebuah informasi dan ilmu pengetahuan, serta memungkinkan pula untuk menghasilkan suatu karya bermutu. Pada akhirnya, prestasi pun relatif mudah untuk menyertai kehidupannya.

Koleksi perpustakaan hendaknya lebih diprioritaskan pada materi-materi yang sesuai dengan kebutuhan. Paling tidak, perpustakaan sekolah berusaha menjadikan dirinya mampu memiliki beberapa fungsi, di antaranya;

  1. Fungsi Informatif, sebagai tempat untuk menyampaikan berbagai informasi, khususnya di lingkungan sekolah.

  2. Fungsi Rekreatif, sebagai sarana rekreasi untuk meredakan ketegangan karena terlalu sibuk belajar, atau untuk menyenangkan perasaan pembacanya.

  3. Fungsi Estetika, sebagai wadah untuk memperhalus perasaan karena terbiasa membaca rangkaian kalimat dengan bahasa yang indah.

  4. Fungsi Intelektualitas, untuk meningkatkan kecerdasan siswa dengan mempelajari beberapa materi keilmuan.

  5. Fungsi Religius, untuk meningkatkan rasa keimanan dan ketakwaan terhadap Allah Swt dengan memahami bacaan-bacaan bernuansa keagamaan.


Mudah-mudahan perpustakaan sekolah dapat dimanfaatkan secara maksimal sesuai dengan fungsi-fungsi di atas. Dengan demikian, secara tidak langsung kita telah melaksanakan kewajiban sebagai Muslim dengan mencari ilmu.

Hal ini sebagaimana yang disampaikan dalam hadis “tolabulilmi faridhotunala kulli muslimin wal muslimat, yang artinya “menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Muslim laki-laki dan perempuan.” Dari hadis tersebut terlihat jelas bahwa setiap manusia diharuskan untuk berilmu. Bermacam cara dapat ditempuh dalam proses mencari ilmu.

Salah satunya adalah dengan membaca. Dengan membaca, wawasan dan ilmu pengetahuan menjadi luas, serta segala informasi dapat terserap dengan baik.

Penulis: Raden Kusdaryoko, S.Pd. [sumber: perpustakaanmandua.wordpress.com]

Labels:

Perihal Membaca dan Kegemaran akan Buku

Perihal Membaca dan Kegemaran akan Buku.


Dunia Perpustakaan | Sebagai bangsa, Indonesia sesungguhnya tak hanya memunggungi laut dan maritim tapi juga menafikan buku dan budaya membaca.

Ada banyak sekali alasan mengapa membaca itu penting. Mulai dari meningkatkan dan merawat mutu ingatan, mengurangi stres, memperkaya perbendaharaan kata, menambah pengetahuan, hingga mengembangkan kemampuan menulis.

Karena itu membaca menjadi keterampilan dasar yang harus dimiliki setiap orang. Seseorang yang punya kemampuan membaca dengan sendirinya memiliki perkakas sangat penting untuk bertahan hidup.

Indonesia sebenarnya telah relatif berhasil memberantas tuna aksara. Tingkat tuna aksara di Indonesia sudah menyusut drastis hingga tersisa sekitar 5-6 persen saja. Dari 140 negara, Indonesia ada di peringkat ke-3 sebagai negara yang paling berhasil menurunkan angka tuna-huruf.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2004 angka tuna-aksara di Indonesia mencapai 15,4 juta penduduk, namun pada pada 2012 angkanya hanya tersisa 6,4 juta saja.

Kendati demikian, meningkatnya angka melek huruf itu tidak serta merta meningkatkan kegemaran baca. Menurut data dari The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), budaya membaca masyarakat Indonesia berada di peringkat terendah di antara 52 negara di Asia.

Peringkat ini sepertinya tak meleset. Survey “Most Literate Nations in the World,” yang diterbitkan oleh Central Connecticut State University awal tahun ini juga menempatkan Indonesia pada peringkat 60 dari 61 negara terkait budaya literasi dan dukungan sistem yang mendorong kegemaran membaca.

Ketika semua negara mewajibkan siswa SMA membaca sejumlah buku sastra, Indonesia tak merasa perlu. Dengan pengecualian sejumlah kecil sekolah elite swasta, siswa Indonesia kebanyakan tak wajib membaca buku sastra. Penyair Taufik Ismail menyebut kondisi ini sebagai “Tragedi Nol Buku.”

Pramoedya Ananta Toer menuliskan sepucuk kalimat dalam roman Bumi Manusia, salah satu karya paling indah yang ditulis dalam bahasa Indonesia, "Suatu masyarakat paling primitif pun, misalnya di jantung Afrika sana, tak pernah duduk di bangku sekolah, tak pernah melihat kitab dalam hidupnya, tak kenal baca-tulis, masih dapat mencintai sastra, walau sastra lisan.”

Dari sana tampak jelas betapa kemampuan membaca alias melek huruf adalah satu hal, dan gemar membaca adalah hal yang lain. Padahal, seperti diungkapkan penyair dan esais Goenawan Mohamad, “jika kemampuan membaca adalah rahmat, maka kegemaran membaca adalah kebahagiaan.”

Tentu saja ini menyedihkan. Saya percaya bangsa besar dengan sendirinya punya tradisi literasi yang kuat. Setiap bangsa besar niscaya ditopang oleh penghargaan terhadap ilmu pengetahuan dan itu berarti, menghargai dan mencintai literasi.

Tanpa tradisi literasi yang kokoh, sebuah bangsa rentan menjadi bangsa kelas teri: perundung, pemaki, dan mudah diprovokasi tanpa keluasan hati dan imajinasi.

Lalu bagaimana solusinya? Sudah banyak formula yang ditawarkan untuk mengatasi persoalan rendahnya minat baca ini. Namun, izinkan saya mengisahkan pengalaman sendiri yang mungkin relevan dalam diskusi meningkatkan minat membaca ini.

Saya beruntung menemukan sahabat dalam bentuk buku sejak usia dini. Saya dituntun mencintai buku oleh keluarga. Saya melihat bagaimana ayah saya mencintai buku. Sejak kecil dibacakan buku. Ia yang pertama mengajak saya ke toko buku.

Saking cintanya pada buku, dulu saya punya perpustakaan kecil di rumah dan membuka penyewaan buku dengan harga Rp25 per buku. Rumah kami dari dulu dipenuhi buku. Mengenal dunia pun awalnya lewat buku dan dari sanalah saya mencari jawaban atas beragam pertanyaan yang muncul di kepala.

Dari pengalaman ‎ini saya percaya bahwa rumah dan keluarga adalah tempat paling tepat yang bisa menuntun kita mencintai buku. Dan ada satu rahasia: hanya butuh satu buku untuk dapat jatuh cinta membaca. Saya meyakininya sepenuh hati.

Situasi sekarang memang lebih menantang ketimbang pada zaman saya kecil. Sekarang, apalagi pada era digital, masa anak-anak dimanjakan dengan beragam gadget. Menghabiskan waktu bermain game Minecraft lebih menyenangkan daripada membaca novel Harry Potter. SpongeBob SquarePants lebih memikat daripada buku serial Diary of a Wimpy Kid, apalagi dibandingkan buku-buku sastra.

Membuat masyarakat Indonesia jatuh hati pada membaca adalah bagian dari tugas saya sebagai Duta Baca; menjadi mak comblang bagi mereka yang belum menemukan cintanya pada buku. Tugas berat, namun bukan mustahil untuk dicapai.

Saya bersedia memanggul tugas berat itu karena percaya pada ungkapan “buku adalah sebaik-baiknya sahabat”. ‎Ia menemani kita saat sadar dan tidur. Ke manapun kita pergi ia bersedia mengikuti. Dengan caranya sendiri, buku bisa menasihati kita.

Saat kita bersedih, buku mampu membuat kita tertawa. Lantas menangis ketika buku menyentuh perasaan yang paling dalam. Jika kita memintanya diam, ia akan patuh. Sebaliknya jika kita mencercanya, ia tak akan balik mengecam. Buku tak besar kepala. Jika kita memujinya ia sedikitpun tidak akan terpengaruh. Tidak ada teman yang lebih pandai dan lebih setia daripada buku.




Najwa Shihab - Duta Baca Indonesia 2016-2020 [sumber: metrotvnews.com]

Labels:

Thursday, September 29, 2016

Ikatan Pustakawan Indonesia Dukung Wujudkan Way Kanan Membaca

Ikatan Pustakawan Indonesia Dukung Wujudkan Way Kanan Membaca.


Dunia Perpustakaan | Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Provinsi Lampung mendukung untuk mewujudkan Way Kanan membaca. Sebab membaca merupakan aspek terpenting dalam dunia pendidikan, sehingga penanaman budaya baca harus terus ditingkatkan guna menuju masyarakat informasi (information society).

"Membaca adalah aspek penting dalam pembelajaran. Oleh karena itu, perlu disosialisasikan dan dikampanyekan di masyarakat, khususnya kalangan mahasiswa. Untuk itu, IPI sangat mendukung program bapak Bupati guna mewujudkan Way Kanan membaca," kata Ketua Pengurus Daerah (PD) IPI Provinsi Lampung, Eni Amaliah, dalam seminar Pendidikan The Power of Reading di kampus STAI Ma’arif, Baradatu, Way Kanan, Senin (26/9/2016).

Seminar yang diikuti 100 peserta dari berbagai perguruan tinggi di kabupaten tersebut merupakan roadshow program IPI peduli di 15 kabupaten/kota di Lampung. Selanjutnya, Eni menjelaskan dengan membangun budaya baca di lingkungan perguruan akan terwujud masyarakat Indonesia yang berwawasan dan tanggap akan perubahan serta berpengetahuan guna meningkatkan intelektualitas mahasiswa.

Hal senada disampaikan Bupati Kabupaten Way Kanan Raden Adipati Surya, dalam sambutannya yang diwakili Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Way Kanan Musadi Muharam. Menurut dia, membaca merupakan tradisi akademis yang harus dilestarikan mahasiswa.

Oleh karena itu, budaya membaca sebagai karakter yang dimiliki bangsa Indonesia perlu ditumbuhkankembangkan untuk mewujudkan masyarakat Way Kanan yang lebih maju dan berdaya saing di 2021.

Sementara Ketua IPI Kabupaten Way Kanan, Eko Prasetyo, mengatakan kegiatan program IPI peduli ini adalah kesekiankalinya dilakukan di Kabupaten Way Kanan dengan bekerja sama dengan PD IPI Provinsi Lampung.

Dikutip dari Lampost.co, [28/09/16]. "Kami targetkan program ini menyebar hingga di 14 kecamatan, sehingga seluruh masyarakat Kabupaten Way Kanan mendapatkan informasi secara merata dan bersama-sama mendukung program bupati untuk mewujudkan Way Kanan membaca," ujar dia.

Seminar pendidikan yang mengusung tema Maksimalisasi pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber informasi untuk membangun karakter bangsa melalui kebiasaan gemar membaca ini menghadirkan narasumber Ketua DPRD Kabupaten Way Kanan Nikman Karim dan Kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah (KPAD) Way Kanan Musadi Muharram.

Labels:

Buku yang Dilarang dan Ditentang

Buku yang Dilarang dan Ditentang.


Dunia Perpustakaan | Sejarah kelam larangan buku sudah terjadi sejak berabad-abad silam. Sejarah juga membuktikan pelarangan buku tak pernah menyurutkan minat orang untuk membaca.

Sejarah buku memiliki banyak rupa. Tidak hanya tentang pencerahan, tapi juga kegelapan. Narasi tentang buku dipenuhi kisah-kisah pedih: penentangan, pelarangan, pembredelan, hingga penghancuran.

Kisah yang paling memilukan terkait buku terjadi pada dekade 1200-an. Saat itu, sekitar 150.000 bala tentara Mongol menginvasi Baghdad yang dikenal sebagai pusat peradaban Islam sejak berabad lampau. Para tentara ini menghancurkan apa yang tegak di bawah langit: masjid, rumah sakit, istana, dan perpustakaan.

Puluhan ribu buku merentang dari buku astronomi, kedokteran, kimia, zoology, geografi, juga kartografi koleksi The Grand Library of Baghdad dibuang ke sungai Tigris. Legenda mengatakan, aliran sungai Tigris menghitam karena tinta buku yang luntur.

Yang lebih memilukan lagi, itu bukan kisah terakhir penghancuran buku. Lebih dari 800 tahun sejak tragedi yang dikenal sebagai Siege of Baghdad itu, tindakan serupa masih langgeng dilakukan oleh penguasa.

Indonesia termasuk negara yang sering melarang, membredel, bahkan menghancurkan buku. Orde Lama sempat mengeluarkan UU No. 4 tahun 1963 yang membuat Kejaksaan Agung punya "hak" untuk melarang buku dan semua barang cetakan yang dianggap bisa mengganggu ketertiban umum.

Meski DPR tidak mengesahkannya, Soekarno tetap memuluskan peraturan itu dengan menjadikannya sebagai penetapan Presiden. Kewenangan itu diteruskan lagi oleh Orde Baru yang tercatat paling banyak melarang buku dan barang cetakan lain.

Menurut dokumentasi Radio Buku, sejak 1959 hingga 2009, lebih dari 300 buku yang dilarang oleh pemerintah Indonesia. Pengarang yang bukunya paling banyak dilarang adalah Pramoedya Ananta Toer.

Bukunya, Hoakiau di Indonesia, dilarang pada 1959. Judul lain yang juga dibredel adalah Keluarga Gerilya, Perburuan, Mereka yang Dilumpuhkan, Subuh, Di Tepi Kali Bekasi, Bukan Pasar Malam, hingga Tjerita Dari Blora. Setidaknya ada 24 judul buku karya penulis asal Blora ini yang dilarang pemerintah.

Kebanyakan buku dilarang di Indonesia dikarenakan alasan ideologis, dianggap membahayakan Pancasila, meresahkan masyarakat, hingga karena ditulis oleh lawan politik. Karena itu, sejak Orde Baru berkuasa, sebagian besar karya yang dilarang adalah karya-karya penulis Lembaga Kebudayaan Rakyat, yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia.

Atau penulis yang dianggap punya kedekatan dengan Uni Soviet. Karya Agam Wispi, Sobron Aidit, S. Anantaguna, hingga Utuy Tatang Sontani adalah termasuk yang banyak dibredel dan dilarang. Ada sekitar 174 judul buku dan majalah dalam serta luar negeri yang dilarang oleh lembaga bernama Tim Pelaksana/Pengawasan Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme DKI Jaya.

Tidak hanya yang berkaitan dengan ideologi negara, buku yang dilarang juga berkaitan dengan kebudayaan. Setidaknya, Indonesia pernah melarang semua buku beraksara Cina.

Meski Orde Lama dan Baru sudah lama tumbang, praktiknya pelarangan, pembredelan, bahkan penghancuran buku masih terjadi. Terutama untuk buku-buku yang punya tema sensitif, seperti tema komunisme atau sosialisme. Pada 2012, Gramedia, toko buku terbesar di Indonesia, membakar ratusan eksemplar buku 5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia karya Douglas Wilson.

Semua bermula dari protes Front Pembela Islam yang menganggap buku itu menghina Nabi Muhammad SAW. Pembakaran buku itu disaksikan oleh pihak Majelis Ulama Indonesia, Kepolisian, dan Direktur Utama Gramedia. Ironis bukan, sebuah toko buku terbesar yang memiliki jaringan di seluruh Indonesia, malah memberikan jalan untuk penghancuran buku.

Untuk penerbitan pun demikian. Walaupun tak ada pelarangan untuk menerbitkan buku-buku, tetap saja para penerbit harus, "kucing-kucingan dengan tentara bila menerbitkan karya-karya Karl Marx," kata Ronny Agustinus, pendiri Marjin Kiri, sebuah penerbit independen yang menghadirkan buku-buku terpilih dari bidang sosial, ekonomi, politik, sastra, sejarah, dan filsafat.

"Masih sama seperti 2-3 dasawarsa lalu."

Tak hanya pelarangan, diskusi buku maupun pemutaran film juga diserang dan dibubarkan. Di Yogyakarta, kota yang selama ini dikenal sebagai kota pelajar, ada puluhan kali tindakan intimidasi kepada para pegiat literasi. Ormas-ormas itu, juga kepolisian, memaksa untuk menyita buku-buku kiri. Hal serupa juga terjadi di Cirebon, Bandung, hingga Gresik.

Untuk soal ini, kita boleh mengacungkan jempol sekaligus malu kepada tetangga kita, Malaysia. Iklim buku mereka lebih bebas dan terjamin. Penerbit independen seperti Thukul Cetak bebas menerbitkan buku-buku beraliran kiri dan radikal, seperti yang mereka muat di situsnya.

Turki, negara yang kerap dikritik pegiat HAM karena kepimpinan Erdogan yang otoriter, juga sudah mencabut larangan penerbitan buku sejak 2013 silam. Sebelumnya, Turki melarang ribuan buku selama beberapa dekade terakhir. Beberapa judul yang dilarang adalah buku karya Karl Marx dan Friedrich Engels.

"Dulu memang sempat ada aturan pelarangan buku itu. Tapi sekarang, setahu saya, sudah tidak ada larangan lagi," kata Didit Haryadi, Pemimpin Redaksi Turkish Spirits, sebuah media penerbitan kolektif yang dikelola oleh pelajar Indonesia di Turki.

Menurut Didit, iklim pendidikan dan literasi di Turki berjalan dengan baik dan nyaris nihil pelarangan buku lagi. Beberapa pemikiran karya pemikir Dunia Barat pun dikaji dengan bebas, tanpa perlu ada ketakutan digrebek ormas. Di kampus Didit, juga ada banyak sekali diskusi terbuka perihal gerakan sosial. Juga banyak ajakan untuk long march pada Hari Buruh.

"Bahkan di Istanbul, saya pernah menjumpai Komunist Parti Gencleri, alias Pemuda-pemuda Partai Komunis, yang berkampanye tentang isu-isu tertentu," kata mahasiswa program master Sosiologi di İstanbul Üniversitesil ini.

[caption id="attachment_2854" align="aligncenter" width="625"]foto: https://tirto.id foto: https://tirto.id[/caption]

 

Di Amerika Serikat, yang sering dianggap sebagai rumah bagi kebebasan, penentangan, penyensoran, dan pelarangan buku juga masih terjadi. Walau tidak separah di Indonesia yang sudah dalam tahap penghancuran buku.

larangan-buku

Menurut American Library Association, ada setidaknya 11.300 buku yang ditentang sejak 1982. Untuk menggugah isu kebebasan membaca, sejumlah organisasi berbeda latar belakagn kemudian membuat Banned Book Weeks. Tahun ini, perayaan Banned Book Weeks dihelat pada 25 Oktober.

Menariknya, alasan penentangan berubah-ubah setiap dekade. Terkadang berkaitan dengan isu yang sedang hangat. Walaupun garis besarnya tetap sama, tak akan jauh dari isu seksualitas, homoseksualitas, dan bahasa yang tak pantas.

Pada dekade 1990, misalkan. Kebanyakan alasan penentangan atau penyensoran buku adalah, "Bahasa yang tidak pantas" atau "terlalu banyak adegan seks". Sekarang, isu pelarangannya mulai melebar.

"Penentangan sekarang lebih fokus pada keberagaman, yang berkaitan dengan warna kulit, LGBT, disabilitas, atau kaum minoritas," kata James LaRue pada TIME.

Menurut Direktur ALA Office for Intellectual Freedom, penentangan buku ini tidak hanya dilakukan oleh para kaum konservatif. Melainkan juga oleh para petugas perpustakaan atau perpustakaan umum. Menurut catatan LaRue, ada penurunan daftar buku yang ditentang tahun lalu. Pada 2014, ada 311 laporan terkait buku yang kontennya dianggap layak sensor. Menurun jadi 275 laporan pada 2015. Menurut LaRue, ini bisa diartikan dua hal.

Bisa jadi hal baik kalau memang orang sudah mulai lebih bebas dalam membaca buku. Bisa juga jadi hal buruk, karena ini bisa jadi indikasi semakin sedikit orang yang perduli tentang penyensoran. Jadi ada kemungkinan penyensoran buku sudah dilakukan sejak dari atas, sehingga semakin sedikit laporan.

Satu hal yang pasti: pelarangan atau penentangan buku bisa membuat angka penjualan makin meningkat. Ini terjadi pada buku seperti Fifty Shades of Grey yang penjualannya melonjak setelah ditentang dan disensor oleh kaum konservatif. Di Indonesia, buku-buku Pram yang dilarang malah membuat pembaca terutama anak-anak muda penasaran. Sehingga buku Pram masih beredar di bawah tanah.

"Pelarangan buku itu selalu gagal menghentikan pembaca mendapatkan buku yang mereka inginkan."

Sumber: https://tirto.id

Labels:

Wednesday, September 28, 2016

Tingkatkan Budaya Baca, SMP Ini Canangkan Program 'Membaca Sunyi'

Tingkatkan Budaya Baca, SMP Ini Canangkan Program 'Membaca Sunyi'.


Dunia Perpustakaan | Suasana pagi di SMP Yayasan Pupuk Kaltim Senin (26/9) lalu sedikit berbeda, soalnya, seluruh siswa-siswi yang totalnya mencapai 532 anak berkumpul di sebuah lapangan.

Bedanya kali ini mereka tidak ada yang berbicara dan tak ada suara sama sekali, melainkan sunyi. Seluruh siswa membentuk lingkaran-lingkaran per kelas, menunduk dan membaca buku, selama kurang lebih 30 menit.

Selama 30 menit diadakan membaca sunyi. Apakah itu?  Wakil Kesiswaan Pak Sinto mengatakan, siswa-siswi mengikuti membaca sunyi sudah dicanangkan sejak tiga tahun lalu tuh. Nah, dikumpulin semuanya itu sekali dalam sebulan. Padahal setiap minggunya juga ada, tetapi per kelas saja.

“Aktivitas yang mendidik karakter anak agar gemar membaca. Literasi sudah kami canangkan tiga tahun ini, karena orang hebat saya lihat adalah orang yang kuat membaca. Misalnya Obama membacanya kuat. Soekarno juga demikian, menjadi hebat karena membaca kuat,” tutur dia.

Bapak satu ini meyakinkan sekali, pokoknya saat membaca hening tidak ada aktivitas apapun kecuali mendalami dan menyelami isi sebuah buku. Hehehe. Jadi kamu jangan curi-curi kesempatan noleh kiri-kanan melirik gebetan ya. Terus, enggak hanya membaca saja.

“Setelah 30 menit, dua sampai tiga orang nantinya menceritakan isi buku yang dibaca. Isinya apa, inspirasi yang diperoleh apa,” tambah wakasek satu ini pada Ekspresi Bontang Post, kemarin (26/9).

Literasi adalah program dari pemerintah yang harus dicanangkan di seluruh sekolah dari sabang hingga marauke Sob! Nah, SMP YPK menjalankannya dalam bentuk-bentuk berikut yang diterangkan Bapak Sinto. Budaya ini mengajak seluruh generasi muda gemar membaca. Ya memang penting, apalagi buku jendela dunia. Jangan membaca chatting gebetan aja makanya.

“Kalau hari Senin lainnya, pagi hari anak ada waktu sepuluh menit buat membaca. Nanti tiga atau empat bulan sekali ada lomba resensi buku, supaya kegiatan membaca menarik dan ada tantantannya,” pungkas dia.

FYI, buku-buku yang dibaca bukan buku pelajaran yang sifatnya wajib. Melainkan aneka buku lainnya, misalnya novel, biografi, auto biografi, majalah, komik, dan aneka karya sastra lain seperti puisi. “Kalau anak-anak di rumah enggak ada buku, bisa meminjam di perpustakaan. Pokoknya pilihan anak sendiri,” tutup dia.

Labels:

Miris, Inilah Lima Negara dengan Kualitas Pendidikan Terendah di Dunia

Miris, Inilah Lima Negara dengan Kualitas Pendidikan Terendah di Dunia.


Dunia Perpustakaan | Tingkat pendidikan satu negara berkaitan erat dengan minat membaca mereka. Semakin tinggi minat baca, semakin rendah jumlah buta aksara di satu negara, maka semakin tinggi pula tingkat pendidikan negara tersebut.

Berikut 5 negara dengan tingkat pendidikan paling rendah menurut Jacob H dan Emily F dilansir huntnews.id  dari Prezi, [08/09/16].

1. Sudan Selatan


Di urutan pertama, terdapat Sudan Selatan sebagai negara yang pendidikannya paling rendah di dunia. Sudan Selatan merupakan negara paling muda di dunia. Sudan Selatan memperoleh kemerdekaannya dari Sudan pada tahun 2011 setelah perang berdarah. Perang menghancurkan banyak gedung sekolah di negara tersebut.

Baca Selengkapnya >>>

Labels:

Taman Baca Kesiman Jadi Idola Lintas Generasi

Dunia Perpustakaan | Taman Baca Kesiman | Bali, Taman Baca Kesiman (TBK) di jalan sedap malam Denpasar Selatan Kota Denpasar adalah taman baca yang mempunyai sentuhan humanis.

TBK sengaja dikonsep taman yang tertata rapi dan luas dipadukan dengan konsep perpustakaan dan cafe dengan desaign interior yang ramah lingkungan.

TBK jika perhatikan tak ubahnya tempat wisata edukasi berbagai ornemen plus 'penciptaan' suasana ramah menjadi  daya tarik unik untuk semua kalangan. Mulai para anak muda hingga dewasa dan tua.

Untuk lebih membuat kesan menarik, di TBK 'hadir' wajah Gus Dur dalam miniatur patung yang berderi tepat di depan halaman perpustakaan. Sementara itudinding dapur TBK tampil pula lukisan wajah sastrawan besar, Pramodenya Ananta Toer. Ornemamen lain juga hadir dan  menambah kesan intelektual tempat ini.

Tak hanya buku, TBK juga menyediakan bermacam makanan dan minuman untuk memudahkan para pengunjung jika haus. Tak lupa demi akses internet, TBK juga menyediakanFree Wifi yang bisa digunakan menambah informasi selain dari sumber buku yang ada di perpustakaan.

Agung Alit dan Hani Duarsana adalah pemilik TBK ini. Dengan kreativitas dan sekaligus keperdulian terhadap minat baca masyarakatmereka ingin membuka ruang baca bagi masyarakat yang santai dan nyaman.

Gede Indra Pranama(27) salah satu pengelolah TBK mengatakan, tahun 2014 TBK didirikan  Agung Alit dan Hani Duarsa. "Ini didirikan untuk membentuk kesadaran membaca bagi anak bangsa. Karena di sini kurang ruang baca dan ruang belajar bersama, " ungkapnya sebagaimana dikutip dari TIMESindonesia (24/9/2016)

Indra menambahi, TBK setiap harinya dibuka pada pukul 10:00 pagi sampai 18:00 Wita. "Di perpustakaan kita mempunyai sekitar 4000 buku tersedia, sebagian koleksi pribadi dan sebagian lain sumbangan dari kawan-kawan luar kota," imbuhnya.

Cangkupan bukunya kata Indra juga luas, ada berbagai macam buku,  dan selalu menambah koleksi buku- buku yang baru. Tak lupa TBK juga menjadi arena favorit diskusi masyarakat. " Kalau diskusi hampir setiap hari.

Di sini juga kita menawarkan program reguler, setiap 2 bulan sekali ada diskusi yang kita selenggarakan untuk menambah budaya kritis, dan pemutaran film dokumenter sebagai tambahan wawasan agar geliat dinamika pemikiran di Kota Denpasar, terus berjalan, " ucap lulusan S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Hukum (FISIFOL) UGM Yogyakarta

Indra juga menjelaskan tak hanya kalangan mahasiswa yang berkunjung ke TBK, mula dari anak SD sampai SMA juga suka nongkrong disini dan membuat tugas bersama." Tapi yang paling menarik kalau kita bikin kegiatan, itu yang ikut mulai dari anak SMP sampai para kakek datang juga, jadi lingkup genarasi luas," Ucapnya pada TIMESIndonesia.

Ikuti kegiatan Taman Baca Kesiman melalui akun instagram mereka @tamanbacakesiman/

Labels:

Pengertian Arsip dan Kearsipan

Dunia Perpustakaan | Pengertian Arsip dan Kearsipan | Pada zaman dahulu orang Inggris yang bekerja pada suatu instansi atau organisasi menyatukan arsip atau warkat dengan menggunakan tali dan benang, maka dari itu arsip sendiri berasal dari bahasa Inggris dengan istilah “file” yang berasal dari kata “filum” yang memiliki arti tali dan benang.

Dalam menjalankan suatu pekerjaan yang berhubungan dengan perkantoran, perusahaan sangat memerlukan data yang lengkap sebagai sumber informasi dan juga dapat menunjang pekerjaan tersebut.  Data itu disebut dengan arsip yang memuat berbagai macam informasi yang berkenaan dengan perusahaan.

Kata Arsip berasal dari bahasa Yunani “Arche” yang memiliki definisi yaitu:  fungsi atau kekuasaan hukum dan kemudian arti arsip sendiri dalam bahasa Inggris “Archives” yang memiliki definisi yaitu: tempat atau dokumen.  Dengan demikian definisi tentang “Archives” ini dikemukakan oleh Schllenberg sebagai kumpulan surat-surat atau dokumen-dokumen sedangkan “Archeval Institution”, diartikan sebagai Kearsipan.

Untuk memperjelas definisi arsip itu sendiri, maka penulis menyajikan tentang definisi  arsip Ig Wusanto yaitu:

Pengertian dari Arsip

Pengertian arsip ialah“ Segala kertas naskah, buku, foto, film, microfilm, rekaman suara, gambar peta, bagan atau dokumen-dokumen lain dalam segala cara penciptaannya, dan yang dihasilkan atau diterima oleh suatu badan, sebagai bukti atas tujuan, organisasi fungsi-fungsi, kebijaksanaan-kebijaksanaan, keputusan-keputusan, prosedur-prosedur, pekerjaan-pekerjaan, atau kegiatan-kegiatan pemerintah yang lain, atau karena pentingnya informasi yang terkandung didalamnya”. 3)


Pengertian dari Kearsipan

Pengertian kearsipan ialah“Tata cara pengurusan penyimpanan warkat, menurut aturan dan prosedur yang berlaku dengan mengingat tiga unsur pokok yang meliputi penyimpanan, penempatan dan penemuan kembali”. 4)


Pengertian Arsip menurut Drs. Sutarto

“Arsip adalah sekumpulan warkat yang memiliki nilai guna tertentu yang disimpan secara sistematis dan setiap saat diperlukan dapat ditemukan kembali dengan cepat”. 5)


Perngertian Warkat 

Pengertian Warkat ialah: Setiap catatan tertulis, bergambar atau terekam yang berisi keterangan tentang suatu peristiwa atau hal-hal yang dibuat untuk membantu ingatan”

Sumber: http://tulisanterkini.com

Labels: ,

Tuesday, September 27, 2016

Keamanan Koleksi Perpustakaan

Dunia Perpustakaan | Artikel Perpustakaan | Artikel berjudul "Keamanan Koleksi Perpustakaan" ini memberikan gambaran secara umum terkait dengan Keamanan Koleksi Perpustakaan.

ABSTRAK


Masalah keamanan (security) merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga kelestarian koleksi perpustakaan.

Koleksi perpustakaan dapat mengalami kerusakan disebabkan oleh faktor alam, seperti sinar matahari langsung dan kelembapan udara, oleh manusia maupun hewan.

Manusia dalam hal ini pengguna perpustakaan yang merupakan penyebab utama kerusakan fisik pada koleksi perpustakaan. Kerusakan pada koleksi perpustakaan yang disebabkan oleh manusia mencakup pencurian, perobekan, peminjaman tidak sah dan vandalisme.

Berbagai teknologi pengamanan koleksi perpustakaan yang berkembang saat ini dapat dimanfaatkan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan koleksi perpustakaan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengamankan koleksi perpustakaan adalah dengan memerhatikan keamanan fisik/physical security di perpustakaan seperti perancangan arsitektur perpustakaan, penggunaan teknologi keamanan (barcode, RFID, microdots dan CCTV), dan kebijakan keamanan, prosedur, dan rencana.

PENDAHULUAN


Perpustakaan sebagai lembaga yang menghimpun, mengelola, dan mengatur media, baik cetak maupun noncetak, merupakan sumber informasi, media pendidikan, media rekreasi, dan media riset bagi masyarakat.

Esensinya para pengguna akan lebih mementingkan dan mencurahkan perhatiannya pada pengelolaan serta pengamanan koleksi perpustakaan yang menjadi kebutuhan aktualnya. Koleksi perpustakaan dapat dibangun dan dipelihara dengan baik melalui kegiatan pengembangan koleksi yang terencana dan sistematis.

Koleksi perpustakaan dapat mengalami kerusakan karena faktor alam (sinar matahari langsung dan kelembapan udara) maupun manusia.

Manusia dalam hal ini pengguna perpustakaan dapat menyebabkan kerusakan fisik pada koleksi perpustakaan, berupa dokumen kotor, goresan pada foto atau rekaman, halaman sobek, dan lain-lain, bahkan dapat menyebabkan hilangnya bahan pustaka dari perpustakaan. Hal ini sesuai dengan Soetminah (1992) yang menyatakan bahwa manusia yang tidak bertanggung jawab merupakan perusak yang paling hebat karena tidak hanya menyebabkan kerusakan, tetapi juga hilangnya bahan pustaka.

Sulistyo-Basuki (1991) juga menegaskan bahwa pengguna perpustakaan dapat merupakan lawan atau kawan. Pengguna perpustakaan menjadi kawan bila dapat membantu pengamanan buku dengan cara menggunakan bahan pustaka secara cermat dan hati-hati, dan akan menjadi musuh bila memperlakukan buku dengan kasar sehingga sobek atau rusak.

Penyalahgunaan koleksi perpustakaan dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi perpustakaan. Kerugian tersebut mencakup kerugian financial dan sosial.

Kerugian finansial adalah kerugian yang dirasakan oleh perpustakaan dalam hal dana yang harus dikeluarkan untuk mengganti koleksi yang rusak, memperbaiki kerusakan kertas, dan menjaga kualitas bahan pustaka.

The University of California San Diego Libraries menyatakan telah memperbaiki koleksi lebih dari seribu halaman setiap bulan, dan sebagian besar koleksi perpustakaan dirusak secara sengaja atau akibat tindakan mutilasi (Fitrihana 2008).

Kerugian sosial yang dialami perpustakaan karena adanya koleksi yang rusak antara lain adalah berkurangnya kepercayaan pengguna atau menurunnya citra (image) perpustakaan sebagai gudang informasi.

Tindakan penyobekan dapat menimbulkan rasa marah dan frustasi pada pengguna yang menginginkan suatu artikel pada suatu majalah yang ternyata tidak tersedia karena disobek pengguna lain. Pengguna terkadang harus menunggu beberapa hari untuk memperoleh artikel yang diinginkan akibat perbaikan majalah oleh pustakawan (Constantinou 1995).

Tulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran mengenai kerusakan pada koleksi perpustakaan, penyebab kerusakan, dan berbagai upaya pengamanan koleksi perpustakaan. Pemanfaatan teknologi yang berkembang saat ini sangat penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan koleksi perpustakaan.

Untuk selengkapnya, silahkan baca DISINI.

Penulis: Akhmad Syaikhu HS dan Sevri Andrian Ginting

Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian dan Mahasiswa Magister Chief Information Officer (MCIO), STEI - ITB

Labels:

Generasi Muda dan Perpustakaan Mini

Generasi Muda dan  Perpustakaan Mini.


Dunia Perpustakaan | Artikel Perpustakaan | Perpustakaan Mini | Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) generasi adalah penerus yang akan melanjutkan generasi sebelumya, dalam sejarah Indonesia mencatat pemuda menjadi bagian terdepan dalam perubahan.

Bermula dari berdiriya Budi Utomo (1908) selanjutnya peristiwa Sumpah Pemuda (1928) hingga peristiwa Rengasdengklok (1945) dan  menjatuhkan orde baru (1998).

Dalam hakikatnya, pemuda  memilki pribadi yang luhur, bertanggung jawab dan memberi manfaat bagi orang banyak. Tetapi Problematika yang terjadi pada pemuda kini tidak lagi berkepribadian luhur, namun cenderung kepada emosional dan pola hidup westernisasi (kebarat-baratan).

Pemuda yang kini menggunakan masa mudanya dengat aktivitas yang tidak bermanfaat, ketidak seriusan dalam dunia pendidikan, orientasinya hanya terfokus pada nilai tanpa mengharapkan ilmu yang bermanfaat. Dan yang paling mempengaruhi adalah teknologi, karena berimplikasi negatif yang mengakibatkan ketidak pekaan terhadap lingkungan sosial,  yang menyebabkan leruhnya generasi muda.

Pendidikan dalam membentuk manusia yang berkualitas tidaklah lebih baik dari kesadaran.

Bangsa Indonesia masih jauh tertinggal dengan negara lain dan generasi muda harus berperan kembali untuk melanjutkan masa depan bangsa ini.

Generasi muda harus memilki modal, modal yang utama yang harus dimiliki adalah pengetahuan, untuk mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyak adalah dengan membaca. Karena membaca adalag jendela dari dunia, namun jika ditelisik generasi muda sekarang minat dalam membaca sangat miris, muda mudi lebih mementingkan membaca status orang lain diberbagai media sosial dibandingkan membaca buku.

Tak bisa juga dinafikkan sejarah indonesia juga mencatat bahwa Indonesia melewatkan satu era yang sangat penting.

Dalam sejarah Eropa setelah melewati masa penjajahan maka akan masuk dalam era membaca setelah melewati era membaca barulah masuk pada masa teknologi. Namun di Indonesia era membaca ini terlewatkan dan langsung masuk pada era teknologi, tidak juga bisa dipungkiri teknologi pula yang nantinya akan mengancurkan moral generasi bangsa.

Banyak fakta yang bisa dipaparkan dalam bebrapa bulan tahun ini banyak terjadi pemerkosaan dibawah umur dan pelakunya adalah remaja SMP dan SMA, dan usut demi usut ternyata karena teknologi. Kemudahan dalam mengakses internet yang menyebabkan remaja ini melakukan hal yang tidak senonoh.

  • Moral generasi sedang dipertanyakan ??

  • Apa yang salah dari bangsa ini dan apa yang seharusnya perlu untuk dibenahi??.


Ternyata faktor yang paling berpengaruh adalah teknologi, dan yang harus dibenahi adalah modal generasi muda. Ada taktis yang bisa dilakukan dan perlu untuk diperkenalkan kepada anak-anak Indonesia. Yaitu dengan menyediakan  pustaka mini dirumah dan memperkenalkan membaca buku pada masa kanak-kanak, sehingga dari kecil anak sudah mengenal membaca buku dan tidak lagi disibbukan dengan Gadget.

Karena jika dibandingkan efek positif dan negatif ternyata efek negatif gadget lebih banyak dilihat dari kepedulian sosial menipis saat menggunakan gadget intensitas bersama kelurga teman maupun sahabat.

Bukan anti terhadap gadget atau teknologi, namun ada hal-hal yang perlu dibatasi dalam menggunakan teknologi yang nantinya mengakibatkan kecanduan dan sukar untuk move on dari teknologi salah satu contohnya adalah gadget tadi.

Menumbuhkan minat baca pada genrasi muda ini sangat penting taktisnya adalah dengan menyediakan putaka dalam rumah dan mengenalkan budaya membaca buku saat usia kanak-kanak.

Dalam Al-quran ada beberapa ayat yang mengiakan tentang generasi penerus yaitu surat Maryam mengisahkan Nabi Zakaria yang kawatir  tentang generasi sesudahnya.

Zakaria memanjatkan doa kepada Allah SWT dalam kondisi beliau yang sudah menua dan kondisi istrinya yang mandul. Zakaria mendambakan anak sebagai penerus setelahnya, lalu Allah mengabulkannya dan anak itu diberi nama Yahya yang mengandung arti hidup,  berarti Yahya akan menjadi generasi yang akan melanjutkan kehidupan yang sebelumnya diduga akan terputus. Ayat ini adalah salah satu kiasan bahwa suatu bangsa perlu memiliki penerus.

desiPenulis: Desi Amalia Hasibuan

Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik FISIP UNAND sekaligus Penggiat Komunitas Literasi Unand.

email: desiamalia991@gmail.com

Labels:

Monday, September 26, 2016

Kabupaten ini Wajibkan SKPD Miliki Program Literasi

Kabupaten ini Wajibkan SKPD Miliki Program Literasi.


Dunia Perpustakaan | Sebagai tindaklanjut dari pencanangan Gerakan Literasi Sekolah, Pemkab Sidoarjo akan mengesahkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang Kabupaten Literasi. Perbup ini nanti akan menjadi payung hukum semua kegiatan literasi agar menjadi terarah.

Sesuai dengan janji Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, tim khusus yang akan menggiatkan program literasi juga dibentuk. Tim ini beranggotakan staf berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Semua ini sebagai implementasi dari ditunjuknya Sidoarjo sebagai satu dari 20 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai kabupaten/kota literasi oleh pemerintah pusat.

Melalui perbup ini, setiap SKPD akan diwajibkan memiliki program yang berkaitan dengan membaca, baik itu dengan membuat perpustakaan atau ruang baca. Gerakan literasi kelak tidak saja ditujukan bagi siswa, tetapi juga para PNS di lingkungan pemkab.

Saat ini sudah banyak kegiatan literasi yang berjalan di Kabupaten Sidoarjo tetapi belum semuanya berjalan optimal. Seperti penjelasan Sekjen Dispendik Kabupaten Sidoarjo Mukhammad Khusaini, masing-masing pihak menjalankan program literasinya secara parsial.

Dikutip dari jpnn.com, [26/09/16]. “Untuk mewujudkan Kabupaten Literasi, semua pihak harus bergerak bersama dan terpadu. Itu yang nanti diharapkan terjadi dengan adanya perbup,” ujarnya.

Khusaini menambahkan, perpustakaan dan taman budaya perlu dikelola secara apik untuk mendukung gerakan ini. Bahkan, perlu ada perpustakaan desa di berbagai kawasan di Kabupaten Sidoarjo.

“Kegiatan membaca secara rutin memungkinkan terjadi. Bisa juga membuat jam khusus untuk membaca di rumah sehingga orangtua dan anak mempunyai aktivitas yang sama. Kebiasaan anak membuka gadget juga berkurang,” papar Khusaini.

Pelaksanaan program literasi ini akan menggandeng USAID Prioritas sebagai fasilitator untuk kesuksesan perbup ini. Koordinator Provinsi Jatim USAID Prioritas Silvana Erlina mengungkapkan pihaknya akan memberi bantuan buku serta siap mendampingi pelaksanaan perbup.

USAID Prioritas sendiri telah mengkampanyekan kegiatan gemar membaca di beberapa sekolah melalui Sudut Baca dan bantuan Buku Bacaan Berjenjang (B3). “Kami memberikan bantuan buku ke 148 sekolah di Sidoarjo. Ada 75 judul dan jumlah totalnya 90.57 eksemplar,” papar Silvana.

Labels:

Budaya Membaca Indonesia Lemah, Gerakan Nasional Literasi Digalakkan

Budaya Membaca Indonesia Lemah, Gerakan Nasional Literasi Digalakkan.


Dunia Perpustakaan | Membaca merupakan bagian dari budaya literasi belum jadi aktivitas melekat bagi siswa di sekolah. Keberadaan perpustakaan dan buku-buku bacaan bukan jaminan tingginya minat membaca. Sebab itu masih dirasa perlu kegiatan-kegiatan inovatif lagi menarik untuk kian memancing minat baca siswa.

Kantor Bahasa Provinsi Kepulauan Riau membaca kebutuhan itu. Selama pertengahan September ini, digelar Gerakan Nasional Literasi Bangsa (GNLB) di 10 sekolah dasar yang ada di Tanjungpinang selama dua hari. Sasaran yang ingin dicapai tidak main-main. Ditargetkan ada 1.500 siswa yang terlibat langsung dengan kegiatan literasi ini.

Dikutip dari Batampos.co.id, [23/09/16]. Kepala Kantor Bahasa Kepri, Dwi Sutana menjelaskan, kegiatan GNLB ini bertujuan untuk kian mendekatkan anak pada budaya literasi. Utamanya membaca sebagai pokok dari kegiatan literasi. “Kami membentuk tim dan sejumlah fasilitator dari berbagai kalangan untuk mengajak siswa lebih gemar membaca,” ujar Dwi.

Kegiatan ini menjadi penting untuk dilaksanakan bila mengacu pada penelitian yang dilansir PISA (Programme for International Student Assessment). Dinyatakan dalam penelitian tahun 2012 silam itu bahwasanya budaya literasi masyarakat Indonesia menduduki peringkat ke-64 atau dua terburuk dari bawah.

Bahkan untuk sejajar dengan Vietnam lumayan jauh panggang dari api. Negara yang pernah dilanda perang hebat dekade 1960-an silam itu kini berada di peringkat 20 besar.

Soal minat membaca lebih pelik lagi. Data statistik UNESCO di tahun 2012 menyebutkan bahwa indeks minat baca di Indonesia cuma 0,001. Ini berarti bahwa hanya ada satu orang yang memiliki minat baca dari seribu orang di Indonesia.

Angka-angka yang tidak menyenangkan ini yang kemudian jadi pemantik semangat tim dari Kantor Bahasa Provinsi Kepri. Melalui pendekatan cerita rakyat, ribuan siswa di masing-masing sekolah diajak agar bisa lebih menikmati kegiatan membaca sebagai sebuah aktivitas sehari-hari. Yang tidak sekadar menghibur, juga mampu memberi banyak manfaat.

“Karena dalam memupuk budaya literasi, yang paling pertama harus dibenahi adalah motivasi. Fasilitator kami di tiap-tiap sekolah punya kewajiban itu. Menumbuhkan motivasi dan minat baca anak,” terang Dwi.

Kamis (22/9) kemarin, GNLB dilangsungkan di Sekolah Dasar Islam Terpadu Almadinah Tanjungpinang. Di sekolah yang menerapkan sistem full day school itu, kegiatan dilangsungkan selama dua jam.

Setelah sehari sebelumnya, siswa diajak membaca cerita rakyat Legenda Pulau Senua, di hari kedua, mereka diminta mengapresiasi hasil bacaan. Ada yang bermain peran sebagai wujud konversi teks, ada pula yang mengajak mereka menulis ulang cerita yang sudah dibaca.

“Anak-anak ini punya minat baca yang luar biasa. Hanya kurang dibiasakan saja,” sebut Al Mukhlis, salah seorang fasilitator GNLB.

Sementara itu, Kepala SDIT Almadinah, Dandan Mardiana mengapresiasi kegiatan kreatif guna mengerek minat baca siswanya. Ia berharap kegiatan serupa lebih sering digelar agar minat baca siswa tetap terjaga. Tentu saja hal semacam ini, kata dia, juga sangat membantu dan berdaya tepat guna dalam membangun kualitas generasi muda yang cinta baca.

“Jangan setahun sekalilah. Beberapa bulan sekali tentu akan lebih tepat,” ungkapnya.

Labels:

Saturday, September 24, 2016

Perpustakaan sebagai Tempat Rekreasi & Wisata Pendidikan

Perpustakaan sebagai Tempat Rekreasi & Wisata Pendidikan.


Dunia Perpustakaan | Salah satu fungsi Perpustakaan adalah sebagai tempat wisata bagi para pengunjung atau masyarakat.

Pasal 1 ayat 1 UU No.43 Tahun 2007 tentang perpustakaan menyebutkan bahwa “Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/ atau karya rekam, secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka”.

Selain itu, pada pasal  3  juga menyebutkan  bahwa ” Perpustakaan  berfungsi sebagai wahana pendidikan, pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdaskan dan keberdayaan bangsa”.

Menurut UU tersebut sangat jelas perpustakaan merupakan salah satu tempat untuk untuk rekreasi sekaligus sebagai wahana pendidikan.

Wisata Pendidikan


Wisata Pendidikan adalah suatu program di mana peserta melakukan perjalanan ke suatu tempat/lokasi secara individual atau kelompok  dengan  tujuan  agar  dapat  terlibat langsung  dalam pengalaman  belajar  di tempat tersebut  (Rodger, 1998).

Wisata Pendidikan lebih ditekan kepada aspek pembelajaran serta pencarian informasi dan pengetahuan yang berbeda dengan wisata yang hanya sekedar ”menyegarkan diri”.

Dari sekian banyak perpustakaan di Indonesia sudah adakah yang menerapkan konsep wisata pendidikan? Ditambah lagi, kehadiran perpustakaan masih belum mendapat dukungan penuh dari  berbagai kalangan, baik dari pemerintah, akademisi, maupun pihak penerbit. Khususnya kepada Pemerintah sebagai pengambil kebijakan, anggaran dana untuk pembangunan dan pengembangan Perpustakaan belum maksimal.

Setidaknya, perpustakaan mempunyai berfungsi bagi masyarakat untuk menghilangkan pikiran stres dan rasa keluh-kesah mereka dengan membaca atau menikmati  berbagai fasilitas yang disediakan perpustakaan. Masyarakat dapat sedikit terhibur serta mendapatkan  inspirasi baru untuk berbuat hal yang positif.

Kita dapat merasakan apa yang seharusnya dipelajari, diperbuat maupun dirasakan dengan membaca, karena di dalam bahan bacaan tersirat informasi dan pengetahuan  yang dapat kita ambil.

Disinilah  peran strategis untuk menumbuhan budaya minat membaca di masyarakat. Setiap orang yang berkunjung ke perpustakaan dapat mengembangkan diri dengan semangat belajar yang tinggi tanpa terikat dengan pendidikan formal. (lenterakecil.com)

Labels:

Bangkitkan Budaya Baca melalui Perpustakaan

Bangkitkan Budaya Baca melalui Perpustakaan.


Dunia Perpustakaan | Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, Pemerintah Kampung Talisayan, Kecamatan Talisayan membangun perpustakaan kampung yang bersumber dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.

Kepala Kampung Talisayan, Yamsir mengatakan pihaknya membangun perpustakaan kampung dengan ukuran 12X6 meter dengan biaya sebesar Rp 208.120.000.

“Untuk bahan materialnya sebesar Rp 154.045.000. Sedangkan untuk membayar ongkos tukang secara swadaya masyarakat sebesar Rp 54.075.000,” kata Yamsir yang dikutip dari Berau Post, Kamis [09/16].

Dikatakannya, pembangunan perpustakaan kampung ini tidak hanya sekadar untuk para pelajar, melainkan untuk membangkitkan literasi dan wawasan masyarakat.

Perpustakaan ini dibangun untuk mendukung dan meningkatkan minat baca masyarakat, khususnya anak sekolah.

“Bangunan ini terbuka untuk berbagai kalangan, karena dari tahun ke tahun, membaca dan menulis perlahan menghilang. Inilah yang membuat kami membangun perpustakaan kampung untuk membangkitkan kembali minat baca masyarakat,” jelas dia.

Lebih lanjut, Yamsir mengatakan, walaupun koleksi buku di perpustakaan Kampung Talisayan masih terbatas, tetapi perlahan akan dilengkapi melalui bantuan dari Perpustakaan Umum Berau di Tanjung Redeb.

Masyarakat yang terlambat mengembalikan buku sesuai jangka waktu peminjaman di perpustakaan, akan dikenakan denda sebesar Rp 5 ribu.

Yamsir berharap, dengan berdirinya perpustakaan kampung tersebut, benar-benar akan membangkitkan kembali minat baca masyarakat termasuk para pelajar.

Labels: ,

Friday, September 23, 2016

Buku dan Masa Depan Anak

Buku dan Masa Depan Anak.


Dunia Perpustakaan | Anak-anak adalah makhluk kecil yang memiliki dunia yang luar biasa: indah, suci, polos, dan lugu. Di balik itu semua, mereka sebenarnya menyimpan suatu potensi besar dan amat beragam. Mereka adalah para “filsuf cilik” (faylasuf shaghîr) sebagaimana pernah dinyatakan oleh Hamid Abdul Hamid.

Mereka adalah “seorang penemu” sebagaimana dinyatakan dalam sebuah pepatah in jedem Kind steckt ein Erfinder (dalam setiap anak tersembunyi seorang penemu).

Para psikolog juga seperti sudah sepakat bahwa anak-anak sebenarnya telah memiliki kemampuan untuk berpikir lebih jauh tentang konsep-konsep filosofis seperti keadilan, cinta, dan eksistensi dari “wujud tertinggi” (The Supreme Being).

Bahkan Marsha Sinetar menemukan bahwa banyak sekali anak-anak yang memiliki “pancaran cahaya kesadaran dini” (the early awakening child); Sebuah potensi potensi besar untuk mendemonstrasikan kemampuannya untuk melampaui segala bentuk kesulitan dalam rangka walk in truth.

Pendampingan Masa Depan Anak


Potensi dahsyat anak-anak seperti digambarkan di atas, senantiasa menunggu tangan-tangan bijaksana kita, orang tua dan siapa saja, untuk bisa berkembang secara baik hingga mencapai puncak yang maksimal di masa yang akan datang.

Dalam banyak hal, anak-anak memang membutuhkan bimbingan dari orang dewasa (terutama orangtua dan pendidik) sehingga arah perkembangan potensi mereka menjadi lebih jelas, sesuai dengan bakat yang dimiliki. Sayangnya, masih saja terdengar berita-berita yang mengabarkan tentang kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak, bahkan oleh orang yang paling dekat dan dipercaya: guru dan orangtua dan teman.

Fenomena kekerasan yang menimpa anak-anak, baik kekerasan psikologis yang berupa pemaksaan dan penindasan, bahkan kekerasan seksual sebagaimana banyak diberitakan dalam beberapa hari terakhir, seperti menjadi pemandangan yang tak pernah usai.

Ribuan kasus kekerasan pada anak yang dilaporkan dan ditangani oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia semakin menguatkan fenomena tragis tersebut. Masa depan anak-anak menjadi terancam oleh prilaku orang dewasa.

Ketidakpedulian para orangtua terhadap masa depan anak-anak mereka, dengan alasan apapun, merupakan kejahatan besar yang akan berdampak besar pula, tidak hanya terhadap masa depan mereka, tetapi juga terhadap masa depan bangsa.

Sebab mereka akan menjadi pengganti generasi tua di masa yang akan datang. Mereka adalah “ayah dan ibu masa depan” (abun wa umm al-mustaqbal). Pengalaman pahit di masa kecil akan menyisakan trauma dalam kehidupan mereka. Kesalahan dalam mendidik dan mengawasi mereka merupakan “kesalahan mengalir” yang akan terus menjadi momok dalam sejarah hidup mereka.

Menanamkan Cinta Buku


Pada sekitar tahun delapan-puluhan, Neil Postmann, seorang sosiolog Amerika, sudah pernah memprediksi bahwa seiring dengan kemajuan teknologi, anak-anak akan kehilangan masa kanak-kanaknya.

Berbagai tontonan yang disajikan oleh televisi dan media elektronik yang lain, semakin memaksa anak-anak untuk menjadi dewasa sebelum saatnya. Sindhunata pernah menyatakan bahwa gejala menipisnya perbedaan antara orang dewasa dan anak-anak merupakan gejala yang secara tersembunyi sangat membahayakan peradaban kita (Sindhunata, 2000: 10).

Data yang dilansir oleh UNESCO tahun 2012, menunjukkan bahwa perbandingan orang Indonesia yang suka membaca dan tidak adalah satu banding seribu. Pernyatan tersebut dikuatkan oleh data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan bahwa 91.68% orang Indonesia gemar menonton TV dan hanya 17.6% persen yang suka membaca (Kemendikbud, 29 Mei 2015).

Data-data di atas menunjukkan bahwa anak-anak kita sedang berada dalam cengkraman tangan-tangan kuasa media audio-visual seperti TV, termasuk media elektronik lainnya. Fenomena ini menjadi ancaman besar bagi pengembangan tradisi literasi yang merupakan kunci utama bagi kemajuan bangsa.

Saat ini masih ada jutaan anak Indonesia yang bisa kita selamatkan dengan segera mungkin mengembalikan mereka pada dunia buku, dengan tetap mempertimbangkan kondisi psikologis mereka. Menanamkan kecintaan terhadap buku memang bukan pekerjaan yang mudah. Akan tetapi hal tersebut bukan sesuatu yang tidak bisa dikerjakan.

Gerakan “10 Menit Membacakan Cerita untuk Anak” yang dicanangkan oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, dan diluncurkan di perpustakaan Kemendikbud (Republika, 30 Mei 2015) merupakan suatu langkah strategis untuk mengembalikan anak-anak Indonesia pada dunia yang lebih baik, demi menjadi manusia unggul di masa depan.

Gagasan cerdas ini tentu perlu mendapat apresisasi yang hangat dari kita semua, terutama para pendidik dan orangtua, dengan mengambil langkah kongkrit.

Menyediakan buku anak-anak yang menarik dan mendidik, mendampingi mereka saat belajar, dan berdongeng secara konsisten dan kontinyu merupakan hal penting yang selama ini seringkali diremehkan oleh orangtua. Banyak sekali kearifan yang kita miliki menjadi sirna karena tradisi berdongeng atau membacakan hikayat oleh orangtua pada anak-anak sudah digantikan oleh TV dan media elektronik yang lain.

Cerita sebelum tidur yang banyak dilakukan oleh orangtua zaman dulu sudah terkikis sehingga banyak anak-anak yang akhirnya tertidur di depan TV.

Selain itu, orangtua mesti juga tampil menjadi orang-orang yang mencintai buku dan gemar membaca, sehingga bisa disaksikan secara langsung oleh anak-anak. Pendekatan keteladanan semacam ini tentu memiliki efek yang lebih dalam dibandingkan dengan hanya menyuruh anak-anak untuk belajar, sementara situasi dalam keluarganya sama sekali tidak mendukung proses tersebut.

Bahkan tidak jarang, orangtua ‘bertengkar’ dengan anak-anaknya karena berebut remote TV, untuk dapat menonton acara kesukaan masing-masing. Bagaimana ajaran dan seruan orangtua akan didengar oleh anak-anaknya jika mereka sendiri tidak memberikan contoh yang baik dan kongkrit.

Mengembalikan anak-anak kepada dunia buku merupakan hal mendesak yang tidak bisa ditawar dan ditunda lagi. Semakin dini kita memulai semakin banyak yang bisa kita selamatkan. Sebab, apa yang mereka dengar, saksikan, dan alami di masa kanak-kanak akan menjadi hipnoterapi bagi mereka.

Ini amat penting disadari, sebab 88% perilaku seseorang digerakkan oleh alam bawah sadarnya. Sedangkan alam bawah sadar ini tersusun dari rekaman masa lalu.

Saatnya kita semua, terutama para orangtua, menyelamatkan bangsa ini dengan memberikan yang terbaik bagi calon penerus bangsa: anak-anak. Yang penting, bukan seberapa lama kita mendampingi mereka untuk mencintai buku, tetapi sebarapa besar komintmen dan konsistensi kita dalam melakukannya.

Ini semua kita lakukan karena kita mencintai dan menghormati aset negara yang tak ternilai tersebut dan ingin menjadikan mereka sebagai manusia yang sesungguhnya. Manusia yang manusiawi. Bukan manusia yang menjadi predator bagi manusia yang lain.

Penulis: Abdul Wahid - Pendidik di INSTIKA Guluk-guluk Sumenep [sumber:Korankabar.com]

Labels:

Thursday, September 22, 2016

Memprioritaskan Digitalisasi Naskah Kuno

Dunia Perpustakaan | Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) Muhammad Syarif Bando mengatakan, pihaknya bertanggung jawab dalam pelestarian naskah kuno warisan nusantara. Saat ini ada sekitar 66.409 naskah kuno yang masih ada di Indonesia.

Syarif menuturkan, PNRI sendiri kini menyimpan sebanyak 11.409 judul naskah kuno. Sementara, sebanyak 50 ribuan judul naskah kuno lain tersebar di beberapa lembaga dan koleksi pribadi milik peneliti atau akademisi.

"Selain naskah kuno, kami pun menyimpan koleksi buku langka yang kini sudah tidak diterbitkan lagi. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah naskah kuno ditulis dengan tulisan tangan dengan medium noncetak dan disampaikan dalam berbagai bahasa nusantara. Sementara itu, buku langka merupakan buku yang dicetak baik dalam bahasa Belanda maupun bahasa Inggris dan berisi informasi mengenai Indonesia," ujar Syarif, dikutip dari republika.co.id

Naskah kuno yang ada di Indonesia, lanjut dia, berisi ragam informasi yang cukup lengkap. Beberapa informasi di antaranya sistem kerajaan di Indonesia, tata cara perkawinan, pembagian kekuasaan pada masa kerajaan, kepercayaan masyarakat Indonesia, mantra-mantra, perihal kemaritiman, dan sebagainya.

Naskah tersebut ditulis sedikitnya dalam 20 kelompok bahasa nusantara, mulai dari Aceh, Batak, Sansekerta, Bali, Sunda, Bugis, Walio, dan beberapa bahasa nusantara lain. Selain PNRI, beberapa instansi yang kini menyimpan naskah kuno adalah UIN Syarif Hidayatullah, Fakultas Sastra Universitas Udayana, Kesultanan Siak Sri Inderapura-Riau, dan Pusat Dokumentasi Provinsi Bali.

Syarif mengakui, memang ada sejumlah koleksi naskah kuno yang kini tersimpan di luar negeri, di antaranya di British Library, Inggris, dan perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Ia menyebut naskah kuno asli yang kini tersimpan di Inggris dan Belanda, yakni naskah kuno tertua Indonesia, naskah asli Babad Diponegoro, dan naskah asli I La Galigo, sebuah kisah mitologi rakyat Sulawesi Selatan.

Meski demikian, pihaknya menampik jika jumlah naskah kuno yang tersimpan di Belanda dan Inggris lebih banyak jika dibandingkan dengan yang tersimpan di Indonesia. Dia menjelaskan, di Universitas Leiden ada sekitar 26 ribu naskah kuno yang tersimpan. Sementara, koleksi naskah kuno di British Library sekitar 500 naskah.

"Menurut kami, kondisinya tidak bisa diperbandingkan. Sebab, yang ada di Leiden itu memang berada di satu lokasi. Pengarsipannya baik sehingga memudahkan orang untuk mencari referensi. Naskah kuno yang ada di Indonesia masih banyak yang tersebar. Itulah sebabnya mengapa seolah naskah yang berada di Leiden lebih lengkap," jelas Syarif.

Untuk melestarikan koleksi naskah kuno, pihak PNRI mengaku sangat berlomba dengan waktu. Kondisi naskah yang sudah berusia ratusan tahun menjadi salah satu kendala dalam perbaikan ataupun proses digitalisasi.

Dari segi teknologi, PNRI telah mengembangkan sarana teknologi konservasi, preservasi, dan digital archive systems sejak 2001 lalu. Saran yang digunakan untuk pelestarian naskah kuno, seperti leaf casting, chumber machine, sarana penjilidan, dan desidifikasi terus ditambah meski harus impor dari luar negeri. Untuk alih media, Pnri telah memiliki sarana bentuk mikrofilm dan format digital. (Republika.co.id)

Labels:

Menuju Era Perpustakaan Digital

Menuju Era Perpustakaan Digital.


Dunia Perpustakaan | Muhammad Syarif Bando resmi menjabat sebagai kepala Perpustakaan Nasional Indonesia (Perpusnas) pada 8 Juni 2016 lalu. Pria asal Sulawesi Selatan ini menggantikan kepala Perpusnas sebelumnya, Sri Sularsih. Setelah menjalani sekitar tiga bulan pertama masa tugasnya, Syarif mengungkapkan keinginannya untuk melanjutkan program digitalisasi buku-buku koleksi Perpusnas.

Menurutnya, program ini sejalan dengan cita-cita Perpusnas mengubah konsep lama perpustakaan menjadi penyedia informasi yang memudahkan pembelajaran masyarakat di era digital.

Berikut Dikutip dari republika.co.id, [09/16] wawancara wartawan Republika Dian Erika Nugraheny bersama Syarif pada awal September lalu.

Menurut data dari UNESCO pada 2015, persentase minat baca Indonesia hanya 0,1 persen. Apakah kondisinya memang demikian?


Menurut saya, tidak tepat seperti itu kondisinya. Yang terjadi bukan semata-mata karena masyarakat Indonesia tidak suka membaca. Namun, budaya membaca di negara kita belum menjadi suatu hal yang otonom.

Berdasarkan pengalaman kami, di beberapa wilayah Indonesia, justru masyarakat sangat ingin mendapat bahan bacaan yang memadai. Saya contohkan di Sulawesi, ketika ada satu tenaga perpustakaan berkeliling dengan perahu. Dia berkeliling menggunakan perahu di kawasan pedalaman Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.

Anak-anak di sana sangat menanti kedatangannya. Mereka selalu bertanya, kapan perahu buku keliling datang lagi? Anak-anak senang disediakan bahan bacaan. Ini menandakan, masih ada keinginan kuat dari masyarakat untuk membaca.

Kondisinya lain dengan di Pulau Jawa, yang mana akses pada perpustakaan dan toko buku sangat mudah dijangkau. Di beberapa kota di Jawa, seperti Yogyakarta dan Bandung, minat baca masyarakat masih tinggi, khususnya di kalangan remaja, mahasiswa, dan kaum muda lainnya.

Lalu, bagaimana cara ideal untuk meningkatkan minat baca masyarakat ?


Minimal harus ada tujuh hal yang tersedia. Pertama, tersedianya bahan bacaan yang memadai. Kedua, bahan-bahan bacaan itu mesti sesuai dengan latar belakang dan minat si pembaca. Artinya, jangan menyediakan bahan bacaan yang bukan menjadi minat atau bidang dia.

Seperti olahragawan, mestinya harus disediakan buku tentang referensi dalam bidang olahraga, bukan seni. Ketiga, adanya rasio yang seimbang antara buku dan jumlah penduduk di suatu daerah. Keempat, tersedianya wahana untuk mendapatkan bahan bacaan berupa taman baca atau perpustakaan yang dekat dengan masyarakat.

Kelima, ada penulis dan penerbit yang produktif menghasilkan bahan bacaan. Keenam, distribusi bahan bacaan secara merata ke seluruh wilayah. Terakhir, adanya upaya peningkatan layanan digitalisasi bahan bacaan. Bahan bacaan yang sudah diubah bentuknya dari buku ke digital mestinya ditampilkan secara penuh, bukan hanya sampul dan abstraknya.

Siapa yang mestinya membantu penanaman budaya membaca sehingga bisa meningkatkan minat membaca?


Orang-orang yang memiliki perhatian dan dedikasi terhadap keberlangsungan budaya membaca. Mereka ini yang mampu menyampaikan pesan bahwa dengan membaca, ada banyak perubahan positif yang bisa dilakukan. Membaca itu mengubah dan memperkaya pola pikir sehingga bisa memperbaiki sikap masyarakat.

Kalau dari pemangku kepentingan, tentu Perpusnas punya peran membantu meningkatkan budaya membaca dengan menyediakan bahan bacaan sebanyak-banyaknya, baik berupa buku yang tercetak maupun bahan bacaan digital. Di daerah, kami dibantu oleh kawan-kawan pengantar buku keliling, seperti yang dilakukan di Sulawesi dan kawasan pedalaman Gunung Slamet, Jawa Tengah.

Kami juga dibantu oleh TNI AD dan TNI AL untuk distribusi buku ke pulau-pulau terluar dan kawasan perbatasan Indonesia. Para tentara ini juga mengajar membaca kepada anak-anak pedalaman yang belum bisa membaca.

Apa saja kendala dan tantangan untuk meningkatkan minat membaca masyarakat?


Secara umum ada tiga, yakni menyediakan sumber bacaan bagi masyarakat sesuai dengan perkembangan zaman, distribusi buku bacaan ke seluruh wilayah Indonesia hingga ke wilayah perbatasan, dan memperkecil rasio antara penduduk dan buku bacaan. Kondisi di Indonesia saat ini adalah langka bahan bacaan di mana satu buku dibaca oleh 15 penduduk.

Jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia dan Eropa, seperti Jepang atau Swedia yang telah maju, satu penduduk bisa membaca 17 buku. Jadi, dalam beberapa tahun mendatang, kita menargetkan ada peningkatan kondisi di mana satu buku dapat dibaca oleh 10 penduduk. Dengan begitu, sebaran buku sudah bisa mencapai sekitar 10 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau buku sudah dapat dinikmati oleh 25 juta penduduk Indonesia.

Apakah Perpusnas meyakini program Indonesia Cerdas Membaca 2019 dapat terlaksana secara maksimal?


Saya optimistis kami bisa menyukseskan pelaksanaan program itu. Kami kini telah mengupayakan untuk mengubah paradigma lama perpustakaaan sebagai tempat berkumpulnya buku-buku menjadi perpustakaan modern yang lebih mudah diakses di era digital.

Kedua, distribusi buku ke seluruh perpustakaan, baik tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, hingga sekolah terus kami lakukan. Kami utamakan buku-buku ilmu terapan dan keterampilan. Kedua buku ini sangat diminati masyarakat karena memberikan ilmu yang aplikatif. Dari situ, minat baca mereka akan meluas pada bahan bacaan lain.

Mengubah paradigma perpustakaan yang dimaksud seperti apa realisasinya? 


Pada masa lalu, konsep perpustakaan adalah mengumpulkan buku sebanyak-banyaknya kemudian ditaruh di rak, dikunci, sehingga koleksi buku tak jarang penuh debu. Konsep seperti ini tentu harus diubah sesuai dengan perkembangan zaman. Di era digital ini, informasi dari buku semestinya juga mudah diakses lewat dunia maya.

Artinya, kami mesti menyiapkan bahan bacaan yang mudah diakses secara digital. Maka, kami pun telah melakukan digitalisasi koleksi buku, baik buku lama, naskah kuno, maupun buku terbitan terbaru. Prinsip Perpusnas ke depannya adalah menyediakan informasi sebanyak-banyaknya yang mudah dijangkau masyarakat serta memberikan manfaat.

Saat ini, kami telah memiliki sekitar 1.000 manuskrip yang sudah dialihkan bentuknya dari buku menjadi format digital. Manuskrip terdiri atas buku langka, naskah kuno, maupun buku terbitan lama. Semua koleksi dalam format digital sudah dapat dibaca secara online melalui laman www.perpusnas.go.id.

Adakah acuan persentase pengguna internet Indonesia yang mengakses dunia maya untuk membaca buku digital?


Data acuan yang kami gunakan merujuk pada 8,1 pengguna internet di Indonesia usia anak hingga dewasa. Selain mengakses game online dan media sosial, ternyata ada 78 persen pengguna internet yang mengakses informasi ilmu pengetahuan lewat bahan bacaan digital. Ini yang memacu kami agar dapat menyediakan media pembelajaran digital yang dapat diakses secara luas oleh masyarakat Indonesia.

Target ke depan untuk proses digitalisasi buku seperti apa?


Target kami, pada 2017 sudah ada sekitar 600 ribu judul buku yang dapat diakses secara digital dalam bentuk full content. Tahun depan, kami berencana menambah sekitar 400 judul buku dalam format digital. Namun, itu pun tergantung kemampuan penerbit. Kami telah berkomunikasi dengan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) untuk penambahan koleksi buku.

Kami minta IKAPI memberikan referensi judul buku apa saja yang dapat kami beli hak ciptanya agar dapat disediakan dalam bentuk digital dan diakses lewat laman Perpusnas. Dengan begitu, akan semakin banyak koleksi buku yang bisa dijangkau oleh msyarakat luas tanpa harus datang ke perpustakaan.

Apakah kegiatan Perpusnas ikut terhambat karena pemotongan anggaran?


Terkait pemotongan anggaran, kami melakukan berbagai penyesuaian. Namun, anggaran sebesar Rp 500 miliar bagi Perpusnas itu kecil mengingat kami harus membina sekitar 250 ribu perpustakaan di seluruh Indonesia, baik perpustakaan sekolah dasar hingga perguruan tinggi, perpustakaan daerah hingga yang ada di kecamatan, dan perpustakaan milik swasta.

Untuk itu, kami telah berupaya mengajukan audiensi kepada Komisi X DPR agar pada 2017 anggaran bagi kami dikembalikan seperti semula.

Sementara itu, untuk menyiasati penganggaran selanjutnya, kami sedang menyusun sistem anggaran berbasis data. Semua hal keperluan Perpusnas, baik soal penambahan koleksi, digitalisasi, dan keperkuan administrasi sudah sesuai dengan pendataan. Kami usahakan agar rasio antara anggaran dan keperluan pembinaan proporsional.

Labels:

Dorong Aktivitas Membaca di Lingkungan Sekolah

Dorong Aktivitas Membaca di Lingkungan Sekolah.


Dunia Perpustakaan | SMP Al Irsyad Purwokerto kini mendorong siswanya untuk meningkatkan aktivitas membaca melalui beberapa jenis kegiatan. Hal ini untuk merangsang kemampuan otak dalam memahami bacaan, sekaligus mendukung program pemerintah, yakni gemar membaca.

Kepala sekolah, Nandi Mulyadi, mengatakan, kegiatan tersebut salah satunya dilakukan dengan membaca majalah bersama. Selain membaca, kegiatan itu juga diisi dengan kuis yang berkaitan dengan informasi dari majalah. Selain itu, beberapa kelas sudah membuat perpustakaan. Keberadaan perpustakaan kelas untuk memfasilitasi siswa untuk membaca buku tanpa harus meminjam di perpustakaan sekolah.

Adapun koleksinya berupa buku pengetahuan populer dan karya sastra milik siswa. Untuk meningkatkan minat baca, selain kegiatan tersebut ada pula jadwal khusus di sela-sela kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia, yakni siswa diimbau untuk membawa buku bacaan, baik sastra atau non sastra.

Buku tersebut di baca dan kemudian dipresentasikan di depan teman. Bahkan sebagai bentuk apresiasi, pihak sekolah memberikan reward bagi pengunjung pertama perpustakaan.

”Sekolah sedang berusaha meningkatkan minat baca siswa. Dengan adanya peningkatan minat baca, diharapkan kemampuan dalam memahami bacaan juga meningkat. Dengan begitu diharapkan lebih mudah dalam menangkap seluruh materi pelajaran di sekolah,” terangnya. (suaramerdeka.com)

Labels:

Keberadaan Perpustakaan Bukan Hanya Tempat Membaca Buku

Keberadaan Perpustakaan Bukan Hanya Tempat Membaca Buku.


Dunia Perpustakaan | Di zaman modernisasi ini keberadaan perpustakaan tak sekadar menjadi tempat membaca dan meminjam buku belaka. Pasalnya, jika hanya seperti itu, tentu tidak akan menarik bagi masyarakat. Oleh karenanya, perlu ada sebuah inovasi seperti dilakukan Perpusda Temanggung yang menjadikan perpustakaan sebagai wahana menggerakan ekonomi kreatif, serta kesenian.

Tasning Hetty Pustawakan Perpusda Temanggung mengatakan, Perpusda Temanggung selain terus melengkapi koleksi buku, majalah, dan koran adalah menggelontorkan Program Perpuseru dengan ditopang sistem tekhnologi informasi.

Program ini menyasar kaum muda, pelaku UMKM, dan wanita. Hal itu dikemukakan dalam acara Stakeholder Meeting Program Perpuseru di Aula Pusda Temanggung, Rabu (21/9).

“Sudah saatnya sekarang membangun kesadaran tentang pentingnya perpustakaan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Oleh karenanya, kita harus membangun hubungan dengan stakeholder guna pengembangan perpustakaan berbasis TI (tekhnologi informasi). Jadi kita harus membuka diri, kalau ada komunitas yang ingin berkegiatan di sini dipersilakan,”ujarnya.

Di tahun 2016 ini Perpusa Temanggung telah melakukan kegiatan literasi serta berbagai pelatihan. Antara lain, pelatihan Bahasa Inggris baik dasar dan untuk pelaku UMKM, pelatihan marketing online, pelatihan budidaya ayam cemani, lalu pelatihan teater, dan menulis.

Kegiatan itu dilakukan di ruang aula perpus secara gratis bagi masyarakat dan diharapkan bisa menumbuhkan ekonomi kreatif, kreasi seni, serta lebih menghidupkan gairah kunjungan ke perpustakaan.

Dikutip dari suaramerdeka.com, [22/09/16]. Wakil Bupati Irawan Prasetyadi mengatakan, Program Perpuseru bisa terus diinformasikan secara massif salahsatunya melalui media sosial seperti facebook, instagram, tweater.

Selain sebagai tempat membaca, meminjam buku perpus juga bisa dijadikan tempat diskusi terutama kegiatan positif yang bermuara kepada peningkatan ekonomi masyarakat termasuk pariwisata.

“Perpuseru ini bisa mengembangkan apapun, mulai peningkatan minat baca, menulis, termasuk berperan dalam meningkatkan pariwisata dengan di dalamnya ada kegiatan ekonomi kreatif.

Komoditas andalan seperti kopi juga bisa diangkat di sini. Jadi dari awal Perpuseru untuk mendorong program belajar masyarakat akhirnya terus berkembang, semoga bermanfaat dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat,”katanya.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung Darmadi menuturkan, jalinan Perpusda dengan dinas pendidikan sudah sangat baik karena bermisi sama memajukan dunia pendidikan.

Biasanya jika ada kegiatan di perpustakaan selalu diinformasikan kepada dinas lalu diteruskan kepada sekolah-sekolah. Perpus juga memilik peran mempromosikan apa saja potensi Temanggung melalui websitenya.

Dari data Perpusda Temanggung selama medio Januari hingga Agustus 2016 telah dikunjungi 44.446 pemustaka dengan tren dari bulan ke bulan terus meningkat.

Peningkatan itu salahsatunya dengan diakannya pameran buku, serta Program Perpuseru dengan berbagai pelatihannya yang mendukung peningkatan usaha ekonomi kreatif serta wadah pecinta seni untuk berkesenian.

Labels:

Wednesday, September 21, 2016

Tingkatkan Literasi, Telkom University Himpun 13.236 Buku untuk Didonasikan

Tingkatkan Literasi, Telkom University Himpun 13.236 Buku untuk Didonasikan.


Dunia Perpustakaan | Dalam rangka mendorong peningkatan kemampuan literasi masyarakat Indonesia, Telkom University menggelar aksi penggalangan donasi buku.

Telkom University telah menghimpun 13.236 buku sepanjang 2016, dari berbagai donator, untuk dibagikan kepada anak-anak, remaja, dan pelajar di berbagai daerah.

Kepala Unit Sumber Daya Keilmuan dan Perpustakaan Telkom University Nurul Fitria mengatakan, buku-buku tersebut merupakan donasi dari The Asia Foundation, Curhat Anak Bangsa (CAB), dan masyarakat internal Telkom University.

Dikutip dari tribunjabar.com, [21/09/16]. Rencananya, buku-buku tersebut akan disalurkan kepada sekolah-sekolah di sekitar kampus Telkom University, sekolah-sekolah di daerah terpencil, serta komunitas sosial yang peduli terhadap pendidikan.

“Kami telah melakukan aksi penggalangan donasi buku sejak tahun 2014. Selain menyumbangkan buku dan alat tulis, perpustakaan Telkom University juga bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mendirikan perpustakaan di daerah-daerah yang kekurangan bahan bacaan,” ujarnya dalam siaran pers, Rabu (9/16)

Program donasi buku dirancang sedemikian rupa agar menarik perharian. Salah satunya dengan cara membuat sebuah “Box Donation” berwarna merah yang desainnya menarik perhatian banyak orang. Kampanye donasi buku juga dilakukan melalui media sosial, milis, dan SMS Blast.

Labels:

Buka Mata untuk Jendela Dunia

Buka Mata untuk Jendela Dunia.


Dunia Perpustakaan | Membaca buku sangatlah penting bagi seseorang untuk memperluas cakrawala. Dari sebuah buku itulah yang memberikan banyak sekali ilmu kepada kita. Semakin banyak kita membaca buku, makin banyak kita tahu. Semakin banyak kita tahu, bertambah pula yang kita omongkan. Semakin banyak yang kita bicarakan, karena kita membaca, maka semakin dalam pembicaraan kita.

Ketahuilah, buku merupakan jendela dunia. Bagi saya, buku adalah jendela dunia, bahkan ada yang bilang bahwa buku adalah profesor sesungguhnya. Menurut saya, dia adalah profesor yang sangat sabar, jadi seandainya dia dibanting dan dimasukin di bawah bantal, kadang kita tertidur, dia tidak marah dan ilmunya tetap ada.

Kebiasaan membaca saya telah tertanam sejak kecil, dimulai dari kebiasaan ibu yang juga suka membaca berita di koran. Dari situ lah, beliau tahu banyak hal. Inilah yang kemudian memicu saya untuk membaca juga. Dari kegiatan ini, sudah banyak sekali manfaat yang saya rasakan.

Saya ingat sekali, dulu saya hafal isi buku Ilmu Pengetahuan Umum (IPU), nama gubernur se-Indonesia, nama bupati se-Sumatera Selatan, nama musisi, ibukota negara dunia dan masih banyak lagi. Saya jadi merasa lebih tahu akan banyak hal dibandingkan dengan kawan-kawan sebaya.

Tak hanya itu saja, manfaat membaca saya rasakan betul ketika masih berprofesi sebagai pembawa acara. Sebab, seorang MC itu akan 'blank' di atas panggung, agar bisa bicara panjang lebar di panggung, salah satunya dengan membaca.

Hingga saat ini saya menjadi anggota Dewan pun, masih bisa merasakan manfaatnya. Alhamdulillah berkat ilmu pengetahuan yang dimiliki dari membaca, membuat saya diterima di kalangan anggota DPR. Di sini saya duduk di Komisi 1, di mana tugas kami meliputi beberapa ruang lingkup, seperti pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, serta intelijen.

Mengingat latar belakang saya sebagai seorang seniman, jika dilogika, bidang-bidang itu 'bukanlah' menjadi kapasitas saya. Namun karena itu lah, saya menjadi lebih terpicu untuk mempelajarinya dan mengejar ketertinggalan. Dari mana saya bisa memahaminya, sedangkan saya saja tidak berkuliah untuk materi itu? Ya darimana lagi, kalau tidak membaca.

Kegemaran membaca juga mengantarkan saya terpilih sebagai Duta Baca Perpustakaan Nasional (Perpusnas) untuk dua periode pada 2006-2008 dan 2008-2010. Sebagai Duta Baca saya mendapat semacam kemewahan untuk bisa berkeliling Indonesia bersama teman-teman Perpusnas untuk bertemu dengan sejumlah kelompok di berbagai penjuru nusantara.

Dari situ saya pelajari bahwa memang minat baca belum terbina. Selama 4 tahun saya berkeliling Tanah Air, pertama mendeteksi apakah betul minat baca itu belum begitu tinggi dan kedua apa permasalahan yang dihadapi oleh sebagian besar warga di Indonesia dan juga mencari solusi yang terbaik dalam rangka meningkatkan minat baca pada generasi muda.

Oleh karena itu, saya sangat berharap untuk Duta Baca Perpusnas yang sekarang maupun seterusnya bisa memberikan banyak inspirasi kepada masyarakat Indonesia mengenai pentingnya membaca. Jadi mereka harus menunjukkan diri mereka sebagai role model kepada bangsa bahwa mereka bisa menjadi seperti itu (Duta Baca) dengan membaca.

Mengapa dia dipercaya untuk menjadi duta, karena tokoh itu memiliki kemampuan luar biasa untuk menginspirasi, apalagi jika banyak yang mengidolakannya. Bila selama ini ketokohannya dipercaya oleh Perpusnas untuk menjadi Duta Baca, maka harus dimanfaatkan untuk menginspirasi masyarakat Indonesia gemar membaca.

Saudaraku, perlu diketahui pada Bulan September ini diperingati Hari Kunjung Perpusatakaan dan Bulan Gemar Membaca. Saya melihat pengunjung perpustakaan itu tidak banyak, bahkan saya punya data siapa saja yang berkunjung ke sana, yaitu paling banyak pelajar dan mahasiswa menjelang ujian.

Tentu ini menjadi pukulan bagi dunia perpustakaan kita, maka dari itu adanya peringatan tersebut, menurut saya menjadi momentum yang baik bagi kita untuk melakukan sesuatu demi kemajuan bangsa, terutama menghidupkan minat baca pada masyarakat.

Tapi tidak cukup sampai di situ saja, yang lebih penting adalah bagaimana memaknai hari yang sudah ditetapkan pemerintah itu sebagai sesuatu hal yang betul-betul secara konsistem kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari, tentunya dengan mengimplementasikan budaya membaca. Saya juga berharap, perpustakaan di Indonesia akan lebih baik, sehingga mampu menarik perhatian banyak orang untuk berkunjung ke sana.

Terakhir saya ingin katakan, negara yang maju adalah negara yang rakyatnya gemar membaca. Dengan membaca maka rakyat akan tahu semakin banyak pengetahuan yang dimiliki rakyat, dengan begitu semakin ringan pula tugas pemerintah dalam upaya mencerdaskan bangsanya.

Saya selaku mantan Duta Baca Perpustakaan Nasional dan anggota DPR RI Tantowi Yahya mengajak seluruh komponen bangsa untuk bersama-sama membantu pemerintah dalam menumbuhkembangkan minat baca mulai usia dini, di sinilah peran orang tua menjadi sangat strategis dan penting.

Jika orang tuanya suka membaca, Insya Allah anak-anak akan tumbuh  dengan gemar membaca, dari lingkungan kecil dan akan terus berkembang sehingga pada akhirnya Indonesia akan menjadi negara dengan rakyat yang gemar membaca.

Kolom Duta Baca oleh Tantowi Yahya - Sumber: metrotvnews.co

Labels:

Minimnya Sarana, Tak Kurangi Minat Baca Para Sisiwa

Minimnya Sarana, Tak Kurangi Minat Baca Para Sisiwa.


Dunia Perpustakaan | Budaya literasi masyarakat Indonesia kalah jauh dengan negara lain di dunia. Melansir data statistik UNESCO 2012 yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Angka UNDP juga mengejutkan bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen saja.

Walaupun begitu setidaknya kita patut bangga dengan para siswa SDN Karangasem 10, walaupun minimnya sarana dan belum memiliki ruang perpustakaan mereka tetap giat dalam hal literasi.

Minat baca siswa tergolong tinggi. Pasalnya pihak sekolah menjadikan membaca sebagai prioritas utama dalam pembelajaran siswanya.

Pihak sekolah memanfaatkan apa yang ada dan berinovasi melalui beberapa program. Termasuk dengan rak buku unik dari paralon mirip bambu yang dipasang di luar kelas.

“Itu kami buat dari paralon, karena memang adanya keterbatasan ruang di sekolah kami. Kami sendiri belum punya perpustakaan. Sehingga kami sediakan rak paralon tersebut di dalam dan luar kelas. Tujuannya untuk menarik murid-murid untuk membaca, baik sebelum pembelajaran maupun ketika beristirahat,” beber Kepala SDN Karangasem 10, Herni Sihpriyati SPdSD, Senin (19/9).

Selain itu, pihaknya juga rutin menerapkan program membaca. Terutama sebelum pembelajaran dimulai dan program mingguan usai senam pagi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan minat baca dan kegemaran membaca. Tak hanya itu, bagi kelas rendah (1-3) dapat digunakan sebagai sarana untuk menambah perbendaharaan kosa kata bahasa.

“Jadi memang program membacanya sendiri disesuaikan dengan tingkatannya. Untuk yang kelas rendah dilakukan sebelum pembelajaran minimal tiga kali dalam seminggu. Sedangkan untuk kelas tinggi dilakukan setiap hari. Selain itu kami juga tiap Jumat sehabis senam juga melakukan pembacaan rutin bersama,” imbuhnya.

Dikutip dari radarpekalongan.com, [20/09/16]. Meskipun minim fasilitas, pihaknya tetap berkomitmen untuk mencerdaskan anak didiknya.

Hal ini diharapkan dapat menunjang pembelajaran akademik. Pihaknya pun mengupayakan agar dapat menambah koleksi buku, terlebih siswa sangat antusias dalam membaca.

“Siswa sendiri sebenarnya sangat antusias mbak. Saking antusiasnya mereka bisa dibilang sudah membaca seluruh stok buku yang ada di sekolah. Oleh karenanya, kami juga masih berusaha untuk mengadakan buku-buku bacaan baru di sekolah,” tandasnya.

Labels:

Tuesday, September 20, 2016

Meningkatkan Profesionalisme Pustakawan dalam Layanan Informasi Ilmiah Terhadap Kinerja Pustakawan

Dunia Perpustakaan | Francis Bacon, dalam buku “ Pengantar Ilmu Perpustakaan” yang ditulis oleh Sulistyo Basuki , mengatakan bahwa “ Tenaga profesional” adalah tenaga yang telah menjual teknik intlektual dan isi intlektual khusus.

Berkaitan dengan itu, Soerjono Trimo, salah seorang ilmu perpustakaan mengungkapkan bahwa pustakawan merupakan salah satu pekerjaan profesional, karena memerlukan pemilikan ketrampilan (skill) pengetahuan (knowlarge), dan kemampuan (ability) yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan secara formal, baik oleh pemerintah atau asosiasi profesi pustakwan

Pernyataan tersebut dipertegas oleh pendapat soekarman, bahwa selain ketiga unsur di atas, profesionalisme membutuhkan pula kedewasaan psikologis dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya, kedewasaan psikologis mengandung arti adanya kesiapan mental untuk melaksanakan tanggung jawab atas pekerjaannya, mengembangkan  secara terus-menerus skill, knowlarge dan ability-nya bersikap terbuka (open minded), dan menjunjung tinggi semangat korp serta pada akhirnya berprilaku sesuai dengan kode etik yang ditetapkan oleh asosiasinya.

Perpustakaan perguruan tinggi maupun perpustakaan daerah, banyak berbenah, demi meningkatkan kualitas layanan kepada pemustakanya, akan meningkatkan pula kepuasan pemustaka.

Kepuasan pemustaka tidak akan pernah dicapai perpustakaan hanya dengan memiliki gedung yang luas dan nyaman dan koleksi yang lengkap, namun harus pula didukung oleh sumber daya manusia (pustakawan) yang kompeten dibidangnya. Dengan arti lain dibutuhkan profesionalisme pustakawan dalam memberikan layanan ilmiah kepada pemustaka.

ilustrasi

Profesionalisme dan citra positif pustakawan

Untuk menjadi tenaga profesional seorang pustakawan perlu memiliki kompetensi, kepribadian , dan kecakapan, sebagai tenaga profesional pustakawan harus antusias atau bangga pada profesi, punya motivasi yang kuat untuk belajar dan terus memperbaiki diri, menyenangkan dan menarik dalam memberikan pelayanan, serta ramah dan menghargai pemustaka.

Dengan demikian pustakawan dituntut terus mengembangkan sikap-sikap profesional demi terwujudnya citra positif pustakawan. Dalam kepribadian yang kuat akan mampu memyikapi berbagai perubahan yang terjadi dimasyarakat. Sosok pustakawan yang memiliki ciri-ciri antara lain (Nurhayati, 2004)
  • (a). Selalu tampil rapi, bersih, penuh percaya diri
  • (b). Kreatif dan terus memperbaiki kualitas dirinya
  • (c). Senang dengan pekerjaannya
  • (d). Bangga apabila pekerjaan telah dilaksanakan dengan baik
  • (e). Bersemangat mencari hal—hal yang baru (melalui inovasi)
  • (f). Selalu meningkatkan kinerjanya dan memiliki dorongan untuk berprestasi.
Motivasi berprestasi yang tumbuh dari diri sendiri dapat membentuk jiwa kepemimpinan yang akan memunculkan pemimpin yang kuat dan mampu menetapkan target kinerja yang tinggi.

Pustakawan Sebagai Sebuah Profesi

Pustakawan merupakan pofesi. Secara umum syarat sebagai profesi adalah adanya pengetahuan dan ketrampilan khusus, pendidikan profesi, magang, kemandirian, kode etik, organisasi profesi, prilaku professional, standar profesi, budaya profesi, dan komunikasi profesi.

Pustakawan, arsiparis  dan kurator museum merupakan profesional informasi yang tertua dan mapan, maka profesi informasi mencakup manajemen informasi, record manejemen dan dokumentasi. Pustakawan merupakan tenaga profesi dalam bidang layanan informasi ilmiah mengatur akses pemakai, secara bersyarat ke koleksi rekaman informasi.

Dalam praktek pustakawan merupakan manager dan mediator akses informasi ilmiah untuk kelompok pemakai. Informasi ilmiah yang disadiakan merupakan informasi public melalui lembaga kepustakawanan yang meliputi berbagai perpustakaan.

Seperti lazimnya menggunakan nama library seperti American Library Association (AS) Library Associaton (Inggris) Ikatan Pustakawan Indonesia (organisasi)  Indonesian Library Associaton,  bukannya Indonesian  Librarians’ Association.

Tantangan Pustakawan

Dengan adanya berbagai profesi baru informasi ilmiah maka anggapan bahwa pustakawan penyedia tunggal informasi ilmiah tidaklah sahih lagi karena selama ini pustakawan merupakan konservator informasi ilmiah menjadi sedikit bergeser dengan munculnya berbagai profesi  informasi ilmiah baru.

Tantangan yang dihadapi pustakawan adalah sebagai berikut :
  1. Mereka sama-sama menyediakan informasi ilmiah yaitu on-line specialist, information broker memanfaatkan jasa dan fasilitas perpustakaan justru bukan pustakawan,
  2. Media elektronik, Internet yang tidak harus datang keperpustakaan yang selama ini perpustakaan selalu menyediakan buku tercetak (fisik),
  3. Digitalisasi informasi ilmiah, memungkinkan infomasi terekam tidak harus dalam bentuk tercetak,
  4. Kekurangpercayaan diri pustakawan. Rasa kecil atau mungkin rendah diiri ini secara tidak langsung ditunjukan pada pustakawan yang dalam berbagai pertemuan nasional, regional, kepala pustakawan (top manager) yang menjadi dan di undang selalu nonpustakawan, bahkan selalu ada pembicara nonpustakawan setiap ada pertemuan, magang,
  5. Ketidakmampuan pustakawan, Perpustakaan  merupakan badan bawahan sehingga di atas perpustakaan masih banyak lapisan administrasi yang menentukan nasib pustakawan. Para pengambil keputusan berkeja dengan informasi ilmiah namun tidak harus dengan pustakawan. Maka kedudukan pustakawan makin rentan,
  6. Perubahan paradigma, pustakawan masih dikatakan pengumpul, melestarikan manuskrif sebanyak banyaknya untuk dijajarkan pada rak.
Paradigma ini berubah menjadi pengolahan buku dalam arti luas kegiatan pengolahan menjadi tugas utama pustakawan, muncul berbagai peraturan katalogisasi atau pengkatalogan (menentukan tajuk subjek, klasifikasi, entry data).

Pustakawan tidak menyadari bahwa paradigma  kini adalah jasa kepada pemakai atau perubahan paradigma  ke akses (Battin, 1993), paradigm baru ini tidak sepenuhnya disadari pustakawan sehingga kegiatan perpustakaan dan juga kurikulum pendidikan tidak selalu berorientasi kepada pemakai.

Kendala Pustakawan

Di sisi lain pustakawan mengadapi kendala, diantaranya ialah :
  1. Keterbatasan dana dalam kegiatan diperpustakaan
  2. Tingkat pendidikan yang beraneka ragam, berpengaruh terhadap kegiatan pustakawan yang  tanpak nyata dalam penerbitan, kegiatan ilmiah, kongres. Hal inipun dirasakan oleh banyak penulis kepustakawanan yang mengalami kesulitan bilamana harus berbicara di depan pustakawan.
  3. Kelemahan perekrutan yaitu siapa saja yang berpendidikan D2 bidang apa saja ditambah dengan pendidikan kepustakawanan selama 3 bulan dapat diangkat menjadi pustakawan fungsional, secara tidak langsung praktek semacam ini akan berarti bunuh diri karena begitu mudah untuk menjadi pustakawan, belum lagi alih jalur S1 nonpustakawan dan alih jalur S1 nonpustakawan ditambah D2 pustakawan untuk duduk di jenjang pustakawan ahli apa yang bisa dikerjakannya.
  4. Ketidaksiapan menghadapi digitalisasi perpustakaan, banyak pustakawan tidak siap menghadapinya pekerjaan yang sulit dan membutuhkan pemikiran dan tenaga yang kuat setiap waktu, sedangkan hak pustakawan baik angka kredit dan tunjangan fungsional pustakawan masih relatif kecil.

Peluang Perubahan Pustakawan sebagai Profesional Informasi Ilmiah

Dalam menghadapi tantangan dengan munculnya berbagai profesional informasi ilmah maka pustakawan harus mampu memberikan perubahan dalam bentuk panduan untuk profesional informasi ilamiah lainnya, kolaborasi, memprioritaskan keluwesan dan ketahanan menghadapi tujuan yang menantang, pemberdayaan dan memahami kemampuan sendiri.

Pustakawan sebagai profesional informasi ilmiah harus mampu mengambil peranan sebagai pemimpin, sebagai pelopor frontier pengetahuan baru, sebagai pandu fisik, prosedur dan intlektual terhadap sumber daya pengetahuan  dalam berbagai format.

Jadi profesional pustakawan informasi ilmiah dapat dikatakan sebagai profesional informasi ilmiah bertindak selaku pandu dan pengikut, kedua-duanya tetap menyediakan panduan sesuai dengan peran masing-masing.

Meningkatkan professional pustakawan dalam layanan informasi ilmiah akan berberan penting dalam manajemen informasi karena pada masa mendatang berbagai profesional informasi ilmiah berkolaborasi dengan latar belakang berbagai sumber ilmu pengetahuan dalam berbagai format.

Profesional pustakawan berarti meniliki etos kerja dan keterikatan atau komitmen sesuai dengan bidang keahlian dan ketrampilan, antara lain untuk mengembangkan diri, untuk menggunakan hal-hal baru, bersikap eksiperimental dan inovatip, memberi pelayanan, standar kualifikasi dan prestasi, serta pengakuan.

Penutup

Peningkatan kinerja profesioanl pustakawan dalam pelayanan informasi ilmiah tidak jauh dari etos kerja, budaya kerja atau lebih tepatnya menciptakan nilai tambah atau nilai lebih ( value added).

Untuk mencapai atau mencari nilai tambah, tidak kalah pentingnya juga diperlukan adanya kebijakan kerja dalam rangka mau dan mampu berkolaborasi dengan instasi terkait dan/atau siapa saja yang mau berkerjasama dan saling menguntung.

Bibliografi

  • Soedarsono,B. Kualitas sumber daya manusia perpustakaan dalam era internet Yogyakarta: UPT Perpustakaan, 1998.
  • E. Koeswara. Dinamika informasi dalam era global Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998.

Penulis: Eddy Herwanto.S.Sos [sumber: unja.unja.ac.id]

Labels:

Komunitas Kendal Membaca Gelar Lapak Baca Buku Gratis

Komunitas Kendal Membaca Gelar Lapak Baca Buku Gratis.


Dunia Perpustakaan | Masyarakat Kendal kini bisa membaca buku gratis saat berada di Taman Garuda. Lapak buku itu sendiri disediakan oleh Komunitas Kendal Membaca (KKM), dengan tujuan agar masyarakat yang datang ke taman bisa memanfaatkannya untuk membaca buku, sembari mengawasi anak-anak mereka saat bermain di taman.

Sampai saat ini, minat membaca di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara lainnya di Eropa maupun Asia.

Buku bacaan di lapak baca ini memang belum disusun rapi seperti di meja maupun lemari. Buku-buku tersebut masih diletakan di gazebo Taman Garuda, dan mempersilahkan siapapun untuk membacanya tanpa dipungut biaya sepeserpun. Hanya saja, buku belum bisa dibawa pulang tetapi harus dibaca di lokasi Taman Garuda saja.

“Minimnya perpustakaan atau taman baca, membuat kami mencoba berbagi buku dengan membuka lapak baca di gazebo Taman Garuda. Niat kami hanya ingin memberikan sarana bagi warga untuk bisa menikmati berbagai macam buku dengan gratis,” ujar salah satu penggiat komunitas ini, Abdulrohman.

Menurut Abdulrohman, awalnya KKM hanya ajang kumpul-kumpul komunitas membaca saja, dengan kegiatan berbagi ilmu, buku, dan diskusi tentang literasi, tanpa melihat background anggota sebagai pustakawan ataupun bukan.

Dikutip dari radarpekalongan.com, [20/09/16]. “Buku yang ada di lapak baca gratis ini, hasil sumbangan anggota komunitas dan juga sumbangan dari sejumlah pihak,” ucapnya, yang dikenal dengan Maman.

Dikatakan, buku-buku yang ada di lapak baca gratis ini tidak hanya berupa buku cerita anak-anak saja, berbagai macam buku seperti komik, novel, hingga buku pelajaran, juga tersedia. Lapak tersebut baru digelar hanya untuk setiap Minggu pagi saja, mulai pukul 06.00 WIB hingga 10.00 WIB.

“Rencananya, lapak baca juga akan kami gelar di sejumlah taman yang ada di Kabupaten Kendal, agar bisa menumbuhkan minat baca dikalangan masyarakat, khususnya warga Kendal,” terangnya.

Diharapkan, lapak baca gratis ini bisa menumbuhkan minat baca dikalangan anak-anak dan warga pada umumnya. Lapak ini bisa juga dimanfaatkan untuk membantu pelajar maupun mahasiswa yang ingin mencari literasi buku.

“Tidak hanya itu, suasana taman yang rindang menjadikan suasana membaca menjadi nyaman,” kata seorang warga Kendal, Heri Susanto.

Labels: