<data:blog.pageTitle/>

This Page

has moved to a new address:

http://duniaperpustakaan.com

Sorry for the inconvenience…

Redirection provided by Blogger to WordPress Migration Service
Dunia Perpustakaan | Informasi Lengkap Seputar Dunia Perpustakaan: July 2016

Saturday, July 30, 2016

Mengelola Budaya Baca Bukan Hanya Tanggung Jawab Kepala Sekolah dan Guru

Dunia Pepustakaan | Membiasakan membaca buku bagi anak-anak di sekolah bukan saja tanggung jawab guru atau kepala sekolah. Hal tersebut merupakan upaya dari berbagai pihak, baik di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat.

Bersamabergerak untuk menciptakan kebiasaan. Kepala sekolah mengelola sumber daya yang ada sehingga kegiatan-kegiatan membaca bisa terlaksana di sekolah. Guru melalui kegiatan pembelajaran dapat mengelola siswa untuk membiasakan diri membaca setiap hari meski hanya 10 menit.

Orangtua di rumah menemani dan mendukung gerakan membaca di rumah. Sedangkan masyarakat di lingkungan sekitar dapat mendukung dengan perpustakaan local atau mengadakan kegiatan-kegiatan gemar membaca.

USAID PRIORITAS Jawa Timur sejak 24-27 Agusturs 2015, melatih 65 fasilitator daerah dari 13 kabupaten/kota se Jaw Timur. Pelatihan yang difokuskan Pelatihan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) untuk Pelatih Tingkat Provinsi, bertempat di Savana Hotel Malang.

Pelatihan dengan menggunakan Modul III dimana terdapat materi di dalamnya tentang “Pengelolaan Budaya Baca”. Ke-13 kabupaten / kota tersebut meliputi Kabupaten Sidoarjo, Bangkalan, Pasuruan, Bojonegoro, Tuban, Nganjuk, Sampang, Pamekasan,  Blitar, Situbondo, Pamekasan, dan Kabupaten/Kota Mojokerto.

Menurut Dyah Haryati Puspitasari selaku Whole School Development USAID PRIORITAS Jawa Timur, pengelolaan budaya baca menjadi tantangan untuk sekolah dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung gerakan membaca.

Dikutip dari sumber siagaindonesia.com, [29/07/16]. “Ada 4 hal yang ditekankan dalam pelatihan MBS untuk Modul III ini,” jelasnya. Yakni:

  1. Mengetahui sejauh mana program budaya baca telah berjalan di sekolah masing-masing

  2. Mendapatkan cara-cara / kegiatan baru untuk meningkatkan budaya baca di sekolah, rumah / masyarakat

  3. Mempunyai rencana pengembangan budaya baca yang baru di sekolah

  4. Berbagi tindakan nyata antara kepala sekolah, guru, dan komite sekolah dalam mengelola program budaya baca di sekolah / masyarakat.


Sebelumnya, para peserta pelatihan telah mendapatkan pelatihan Modul II dimana terdapat materi tentang Menciptakan Program Membaca di sekolah.

Di dalam Modul III ini, menurut Dyah, adalah bagaimana keberlanjutan budaya baca terus dilakukan agar menjadi program tetap dan abadi yang dimiliki oleh sekolah.

Dalam pelatihan ini, dibahas pula kiat  melakukan supervise informal dan supervisi klinis di kelas, termasuk di dalamnya tentang mekanisme penilaian kinerja guru (PKG).

Tentang USAID PRIORITAS


Program USAID Prioritizing Reform, Innovation, Opportunities for Reaching Indonesia’s Teacher, Administrators, and Students (USAID PRIORITAS) adalah program lima tahun senilai $ 83,7 juta yang di danai oleh  United States Agency for International Development  (USAID).

Program ini di desain untuk membawa pendidikan berkelas dunia kepada banyak siswa di Indonesia.  Program USAID PRIORITAS di implementasikan di delapan provinsi yaitu Aceh, Sumut, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Papua.

Labels:

Perpustakaan Sekolah Masa Depan

Dunia Perpustakaan | Masyarakat telah mengenal perpustakaan sebagai bagian integral dari proses pembelajaran dan pendidikan. Kedudukan dan fungsi perpustakaan menempati posisi yang strategis dan berperan sebagai fasilitator pembelajaran sepanjang hayat.

Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak dan karya rekam secara professional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian informasi dan rekreasi bagi para pemustaka. Implementasi dari perpustakaan tersebut sebagai sebuah institusi layanan publik tentang keinformasian dan pembelajaran adalah terciptanya berbagai jenis perpustakaan yang disesuaikan dengan segmen masyarakat atau pemustaka perpustakaan itu sendiri.

Dari tingkat pusat maupun daerah serta lembaga pemerintah dan swasta, terdapat berbagai jenis perpustakaan yang telah dikenal oleh masyarakat luas diantaranya adalah perpustakaan nasional, perpustakaan daerah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan sekolah, perpustakaan khusus, dan perpustakaan masjid atau tempat ibadah lainnya. Namun demikian pemanfaatannya ternyata masih jauh dari harapan.
Salah satu sekolah di China menggunakan perpustakaan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar

Perpustakaan sekolah misalnya masih dipandang sebelah mata oleh berbagai pihak. Padahal perpustakaan sekolah memiliki posisi yang strategis sebagai mitra proses transfer ilmu pengetahuan antara siswa dan guru disekolah. Seringkali perpustakaan sekolah hanya dijadikan “pemanis pendidikan” dengan slogan “perpustakaan adalah jantungnya pendidikan” tanpa adanya tindakan implementasi hakikat jantung pendidikan yang semestinya.

Berbagai alasan klasik menyertai layanan perpustakaan sekolah menyangkut tidak adanya anggaran dari sekolah untuk perpustakaan, ruang perpustakaan yang hanya dijadikan gudang buku semata, SDM atau pustakawan yang melayani pemustaka tidak memiliki latar belakang ilmu perpustakaan, tumpang tindihnya kewenangan antara guru dan pustakawan dalam proses pengelolaan perpustakaan, bahkan ada siswa sekolah yang ditugaskan sebagai “penjaga” perpustakaan yang melayani siswa berkunjung keperpustakaan sekolah.

Keterbatasan sarana prasarana perpustakaan dan koleksi, serta buruknya manajemen pengelolaan perpustakaan sekolah semakin menjauhkan siswa berkunjung keperpustakaan sekolah. Dengan keadaan tersebut tentunya perpustakaan sekolah hanya sebagai pelengkap pendidikan yang tidak memiliki kempuan dalam menjembatani proses transfer ilmu pengetahuan kepada siswa sekolah.

Keaadaan ini menjadi ironi proses pendidikan disekolah yang sejatinya menciptakan generasi penerus yang cerdas, unggul dan berbudaya. Memang kewenangan perpustakaan sekolah bukan sebagai aktor utama dalam menciptakan generasi penerus yang cerdas, kewenangan ini ada ditangan pendidik atau guru yang memiliki kapabilitas dan profesionalitas sesuai dengan bidang keahlian masing-masing.

Perpustakaan sekolah hanya sebagai penunjung yang menyediakan berbagai macam sumber rujukan ilmu pengetahuan untuk menambah wawasan intelektual bagi siswa sekolah. Perpustakaan sekolah merupakan mitra guru sekaligus sebagai mitra siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Yang perlu dilaksanakan adalah menguatkan peran perpustakaan sekolah dengan merubah paradigma bentuk layanan dan manajemen informasi perpustakaan sekolah sesuai dengan visi dan misi lembaga dan sebagai tempat belajar sepanjang hayat.

Perpustakaan Sekolah Masa Depan

Salah satu ciri utama perpustakaan masa depan adalah terintegrasinya komponen layanan perpustakaan yang meliputi manjemen koleksi, sarana prasarana, SDM, kewenangan, kerja sama, promosi, jasa layanan prima yang bersinergi dengan perangkat teknologi informasi dan komunikasi.

Teknologi informasi dan komunikasi merupakan keharusan bagi perpustakaan sekolah yang lebih mementingkan pada hakikat layanan prima kepada pemustaka. Amanat UU Perpustakaan No 43 tahun 2007 menjelaskan bahwa koleksi perpustakaan diseleksi, diolah, disimpan, dilayankan, dan dikembangkan sesuai dengan kepentingan pemustaka dengan memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Sedangkan dari aspek layanan perpustakaan, bahwa setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Layanan perpustakaan dengan basis teknologi informasi dan komunikasi merupakan keniscayaan bagi perpustakaan sekolah yang sejalan dengan perkembagan ilmu pengetahuan yang semakin komplek dan menuntut kreatifitas mencari  rujukan ilmu pengetahuan yang didapatkan dari sumber informasi global.

Sangatlah jelas UU Perpustakaan mengatur bentuk layanan perpustakaan yang lebih menitikberatkan pada aspek layanan prima, sumber koleksi, pemustaka, pustakawan serta perangkat teknologi informasi dan komunikasi sebagai komponen utama membentuk perpustakaan sekolah masa depan.

Perpustakaan sekolah masa depan dapat terlaksana dengan melakukan kegiatan implementasi sebagai kegiatan keseharian diperpustakaan sekolah dengan tahap kegiatan sebagai berikut:

#1. Manajemen Koleksi Perpustakaan Harus Dianalisa

Manajemen koleksi perpustakaan harus dianalisa dari mulai tahap pengadaan koleksi yang akan dilayankan kepada pemustaka perpustakaan sekolah. Cara lama pengadaan koleksi yang menggantungkan dari koleksi hibah harus dibenahi oleh pustakawan, guru, kepala sekolah dan komite.

Artinya bahwa peran komponen tersebut yang lebih maksimal dalam proses pengadaan koleksi diperpustakaan sekolah. Logika proyek pengadaan koleksi harus ditinggalkan karena menimbulkan kerancuan siapa yang harus bertanggung jawab dalam proses pengadaan koleksi.

Kesesuaian tema pokok koleksi pelajaran yang seharusnya diadakan dengan menambah, membandingkan kuota jumlah koleksi berbanding jumlah siswa untuk koleksi pelajaran pokok, pelajaran penunjang, ataukah sebagai koleksi pengayaan seringkali terabaikan apabila logika proyek yang dikedepankan.

Bukan berarti perpustakaan antipati terhadap program BOS dan DAK (dana alokasi khusus) untuk perpustakaan, tetapi pihak sekolah yang seharusnya diajak bekerja sama dalam kegiatan tersebut dengan komite sekolah sebagai lembaga pengawas.

Langkah berikutnya adalah kegiatan administratif perpustakaan yang dikerjakan oleh pustakawan yang memiliki kompetensi dalam bidang ilmu perpustakaan mulai dari kegiatan inventarisasi koleksi, katalogisasi dan klasifikasi, inputting data ke database perpustakaan, pembuatan kelengkapan koleksi meliputi penempelan label nomor panggil koleksi, penempelan barcode, penempelan slip tanggal kembali, dan penempatan koleksi di rak perpustakaan berdasarkan aturan yang baku dan alfabetis.

Manajamen koleksi perpustakaan sekolah masa depan pun menuntut kreatifitas dari pihak pustakawan untuk melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk menambah jumlah koleksi baik dari segi kualitas dan kuantitas koleksi. Perpustakaan sekolah dapat bekerja sama dengan pihak Corporate Social Responsibility perusahaan yang peduli dengan pendidikan.

#2. Sarana Prasarana Perpustakaan Sekolah yang Harus Disesuaikan dengan Kondisi dan Keinginan Pemustaka.

Pemusta perpustakaan sekolah adalah siswa, guru dan karyawan yang selalu menginginkan bentuk layanan maksimal perpustakaan dalam mendapatkan informasi yang aktual. Sarana prasarana harus bersinergi dengan perangkat IT sebagai tulang punggung perpustakaan sekolah.

Bukan saatnya lagi perpustakaan sekolah selalu mempermasalahkan sarana prasarana utama yang ada diperpustakaan seperti almari katalog, mebeler untuk tamu, katersediaan kartu katalog dan perkakas “mainstrem” perpustakaan. Bukankan sarana tersebut sudah terwakilkan dengan adanya seperangkat komputer yang lebih familier bagi siswa? Bahkan saat ini telah berkembang perpustakaan dunia maya yang memungkinkan pemustaka menelusur informasi kapanpun dan dimanapun.

#3. SDM dan Kewenangan Pengelolaan Perpustakaan Sekolah.

SDM perpustakaan sekolah adalah pustakawan yang memiliki integritas dan kapabilitas sebagai seorang penyaji informasi. Perpustakaan sekolah masa depan menuntut pustakawan yang berdedikasi pada bidangnya dan memiliki kreatifitas memberikan layanan terbaik kepada pemustaka.

Sedangkan kewenangan pustakawan perpustakaan sekolah adalah yang bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses manajemen pengelolaan perpustakaan. Pustakawan memiliki hak otonom untuk mengatur, mengelola, mengolah koleksi cetak dan elektronik, memberikan layanan maksimal tanpa harus dibebani kegiatan lain yang terkadang ditambah beban kerja oleh pihak sekolah dalam urusan tata usaha administrasi sekolah.

Kewenangan guru kelas yang biasanya sebagai penanggung jawab perpustakaan sekolah pun harus dikelola kewenagannya sedemikian rupa. Konsep the right man and the right place menjadi acuan untuk menciptakan bentuk layanan informasi maksimal kepada pemustaka.

Posisi guru sebagai penanggung jawab perpustakaan sekolah adalah sebagai fasilitator sekaligus sebagai komunikator pustakawan kepada kepala sekolah atau komite sekolah dalam membuat program kerja untuk layanan maksimal kepada pemustaka.

#4. Kerja Sama, Promosi dan Jasa Layanan Prima.

Perpustakaan sekolah masa depan memerlukan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak untuk melaksanakannya. Pustakawan yang bertangung jawab dalam pengelolaan perpustakaan harus menjalin kerja sama dengan guru, kepala sekolah, komite sekolah, serta pihak-pihak lain yang peduli dengan perpustakaan sekolah.

Kemampuan pustakawan sekolah dalam bernegosiasi, berkomunikasi dan melaksanakan kegiatan promosi jasa layanan perpustakaan menjadi keharusan yang tidak bisa ditinggalkan. Perpustakaan sekolah akan berjalan dengan baik apabila terdapat komunikasi dan kerja sama antar lembaga yang memiliki peran dan kewenangan sesuai dengan bidangya.

Dengan demikian apabila antar komponen tersebut terjalin kerja sama yang baik akan meningkatkan performa layanan prima sebagai tolak ukur keberhasilan layanan perpustakaan sekolah.

#5. Sinergi Antara Perpustakaan Sekolah dengan Perangkat TIK.

Aspek kemudahan layanan informasi perpustakaan menjadi landasan utama dalam penerapan TI untuk perpustakaan. Kegiatan-kegiatan manual yang cenderung menghambat produktifitas dapat diminimalisir dengan bantuan teknologi informasi tersebut. Hebatnya teknologi informasi dan komunikasi ini sangat umum digunakan oleh siapapun termasuk juga untuk pustakawan dan pemustaka. Perpustakaan tinggal mengaplikasikan teknologi tersebut dalam kegiatan keseharian perpustakaan sekolah.

Perpustakaan sekolah masa depan sudah seharusnya menjadi tujuan utama bagi perpustakaan sekolah dari tingkat dasar, menengah dan atas. Tulang punggung perpustakaan sekolah masa depan adalah perangkat teknologi informasi dan komunikasi yang diaplikasikan untuk kegiatan kerumahtanggaan perpustakaan sekolah.

Kecepatan layanan prima, promosi, kerja sama, integritas pustakawan dan kewenangan dalam mengembangkan perpustakaan sekolah sebagai indikator perpustakaan sekolah berperan dalam proses pendidikan sepanjang hayat. Fitrah pustakawan masa depan adalah menjadi penyaji informasi kepada pemustaka dan kepada masyarakat luas.

Penulis: Bambang [sumber: tonyjheyz.blogspot.co.id]

Labels:

Kepala Desa ini Kampanyekan Gemar Membaca, dengan Dirikan Rumah Baca

Dunia Perpustakaan | Keinginan Barno selaku Kepala Desa Bringinan, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo untuk mencerdaskan masyarakat layak mendapat dukungan semua pihak. Ditengah sosial ekonomi masyarakat Desa Bringinan yang serba pas-pasan dan sebagian besar mata pencaharian warganya yang menjadi petani, Barno mempunyai inisiatif mendirikan rumah baca.

Tekad Barno tersebut akhirnya tercapai pada awal bulan puasa Ramadhan kemarin yang merealisasikan pendirian rumah baca.

“Alhamdulillah kami bisa mewujudkan impian mendirikan rumah baca bagi segala usia, mulai anak-anak hingga orang dewasa,” kata Barno, Dikutip dari jurnalpost.com [07/16].

Dia menambahkan rumah baca tersebut dibangun di atas pekarangan miliknya dan berasal dari biaya sendiri.

“Awal menjabat sebagai kades kami mempunyai cita-cita mendirikan rumah baca agar anak-anak di desa kami tidak hanya sekedar bermain dan mengaji dan nyatanya tahun ini bisa kami wujudkan,” ujar mantan TKI Malaysia bangga.

Disisi lain, Barno juga prihatin ternyata minat baca masyarakat sangat berkurang.

“Kami sangat berharap dengan rumah baca ini bisa ikut mencerdaskan bangsa,” paparnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan dengan adanya rumah baca di Desa Bringinan, masyarakatnya bisa proaktif dan komunikatif untuk menambah ilmu pengetahuan dari membaca.

“Walau pada awalnya kami ingin menyasar kalangan anak tapi pada kenyataan banyak orang tua yang minat untuk datang dan membaca,” tambahnya.

Disisi lain untuk menghilangkan anggapan banyak orang yang beranggapan bahwa Desa Bringinan adalah desa tertinggal.

“Buktinya sekarang desa kami bisa sejajar dengan desa lainnya,” imbuhnya.

Barno juga berharap dengan adanya rumah baca dapat meningkatkan ilmu pengalaman pengetahuan masyarakat desa.

“Selain sebagai rumah baca, di tempat ini juga kami jadikan rumah aspirasi dan rumah diskusi bagi semua warga Desa Bringinan,” terangnya.

Suasana Perpustakaan Desa Bringinan Jambon Ponorogo | gambar: jurnalpost.com
Pihaknya mempersilahkan warga melakukan diskusi atau musyawarah serta menyampaikan aspirasi tentang apa saja demi kemajuan desa.

Hingga kini rumah baca yang dia kelola baru memiliki sekitar 500 judul buku dari berbagai bidang ilmu, mulai buku sejarah, pertanian, kesehatan, cerita, komik dan lainnya.

“Kami sangat berharap kepada semua pihak untuk ikut berpartisipasi menambah koleksi buku di rumah baca ini,” ringkasnya.

Labels: ,

Friday, July 29, 2016

Profil Perpustakaan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Profil Perpustakaan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.


Dunia Perpustakaan | Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), adalah PTN (Perguruan Tinggi Negeri) yang terdapat di Provinsi Banten, Indonesia. Dengan kampus utama di Serang, kampus Fakultas Teknik yang berada di Cilegon dan Fakultas Keguruan yang berada di Ciwaru.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia yang berada di Provinsi Banten. Universitas ini didirikan oleh orang-orang yang memiliki keinginan untuk memajukan dunia pendidikan di Banten. Selaku Perguruan tinggi, mahasiswa dan dosen juga akan melakukan penelitian-penelitian yang mengarah ke berbagai bidang untuk kemajuan bangsa Indonesia ke depannya. (wikipedia.org)

Sejarah Singkat


Perpustakaan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ialah Perpustakaan yang terdapat pada Universitas dan merupakan UPT Perguruan Tinggi bersama-sama dengan unit lain turut melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat.

Yaitu dengan cara menyeleksi, menghimpun, mengelola, memelihara serta mendistribusikan sumber informasi kepada lembaga induknya khususnya dan masyarakat akademis pada umumnya.

UPT Perpustakaan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa didirikan pada tanggal 14 April 1982 dan bertanggung jawab langsung kepada Rektor atau Pembantu Rektor Bidang Akademik.

Koleksi Perpustakaan


KOLEKSI OKE

Layanan Perpustakaan


LAYANAN OKE

Tata Tertib Perpustakaan


tata tertib 1

Visi, Misi & Tujuan


visi,misi,layanan .

Labels: ,

Minat Baca Minim, Budaya Baca Perlu Terus Distimulasi

Dunia Perpustakaan | Tingkat budaya baca masyarakat Indonesia secara umum masih rendah dan tertinggal dari banyak negara. Padahal, tradisi baca erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia dan kualitas keadaban. Untuk itu, perlu upaya serius dan berkelanjutan untuk menstimulasi minat baca masyarakat, termasuk melalui pameran buku.

“Sebuah hasil survey menunjukan, bahwa dalam hal budaya dan minat baca, Indonesia masih menduduki rangking bawah dunia. Artinya, kita masih kurang gemar membaca. Terlebih di era teknologi informasi saat ini, anak-anak lebih senang berjejaring di media sosial ketimbang membaca buku,” kata Wabup H Soetadi SH MM, saat membuka kegiatan pameran buku Batang 2016 di Gedung Wanita, Kamis (28/7).

Padahal, membaca adalah membuka cakrawala dan buku adalah jendelanya dunia. Budaya baca karenanya sejalan dengan cita-cita pencerdasan bangsa. Kalau faktornya daya beli masyarakat terhadap buku yang rendah, ujar Wabup, maka pemerintah sebetulnya telah mengupayakan sarana dan prasarananya agar terjangkau masyarakat.

“Untuk mendongkrak minat baca masyarakat, perlu stimulus secara terus menerus. Apa yang dilakukan oleh perpustakaan daerah melalui layanan buku gratis, pendirian perpustakaan di 17 desa, hingga pameran buku ini adalah bagian dari upaya itu. Kegiatan pameran buku yang rutin digelar setiap tahunnya juga untuk membuktikan bahwa tidak selamanya buku itu mahal,” terangnya.

Kabid Pelayanan dan Masyarakat Barpusda Jateng, Anny Indrati SH, mengungkapkan, pameran buku menjadi ruang bagi bertemunya masyarakat pembaca, penerbit, dan perpustakaan. Pameran buku juga ajang apresiasi masyarakat terhadap perpustakaan. “Sebab, selama ini perpustakaan dikenal sebatas tempat meminjam buku,” ucapnya. Dikutip dari radarpekalongan.com, [29/07/16].

ilustrasi
Pembukaan pameran sendiri dihadiri jajaran Forkompinda, perwakilan dinas/instansi, kades di 17 perpustakaan desa, dan perwakilan perpusda se esk Karesidenan Pekalongan, dan ratusan pelajar SD sampai SMA. Kepala Perpusda Batang, Ir Tri Haryadi Sudaryanto, mengatakan, pameran yang digelar selama seminggu, 28 Juli sampai 3 Agustus, itu diramaiakan penerbit dari berbagai daerah, mulai Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, Solo, dan lainnya.

“Ada 30 stan buku yang bisa memanjakan pengunjung dengan berbagai karya lama maupun baru. Panitia juga menyediakan 10 stan lain untuk kuliner dan sekaligus bengkel kriya pustaka,” ungkapnya.

Menurut Tri, pameran buku diharapkan meningkatkan komitmen instansinya dalam meningkatkan minat baca serta melengkapi koleksi buku perpustakaan sekolah, instansi dan pusat pelayanan umum.

Untuk menambah semarak, pihaknya juga menyiapkan berbagai acara pendukung, seperti bedah novel remaja karya putrid daerah, PLM perpusdes replika perpuseru, workshop menulis, talkshow dongeng, seminar kewirausahaan, serta berbagai lomba untuk pelajar. “Mudah-mudahan, pameran buku ini bisa ikut merangsang minat baca masyarakat, terutama generasi muda,” pungkasnya.

Labels:

Thursday, July 28, 2016

5 Kota Pendidikan Terbaik di Indonesia

Dunia Perpustakaan | Saat ini, setiap kota di Indonesia tentu memiliki Universitas-universitas yang bisa digunakan untuk menuntut ilmu dengan kualitas yang baik. 

Namun, ada beberapa kota yang dianggap unggul dalam pendidikan karena memiliki banyak sekali instansi pendidikan dan juga menjadi salah satu kota tujuan bagi para pencari ilmu.

Dan berikut ini adalah lima kota yang kerap kali dijadikan tujuan untuk menimba ilmu. Seperti yang dikutip dari viva.co.id.

Tak diketahui pasti daftar penilaian apa saja, kenapa kota-kota ini dianggap sebagai kota pendidikan, namun salah satu diantaranya terkait dengan banyaknya jumlah sekolah, kampus, dan banyaknya peminat dari berbagai pendatang yang ingin datang ke kota tersebut untuk sekolah dan kuliah.

Tidak hanya banyak sekolah ataupun kampus, namun keberadaan sekolah dan kampus tersebut juga memiliki kwalitas diatas rata-rata yang baik.

Salah satu kota terbaik adalah Malang. Kota Malang merupakan pusat kota pendidikan di daerah Jawa Timur. Kota ini juga banyak menjadi pilihan belajar bagi mahasiswa-mahasiswa dari luar pulau.

Selain memiliki banyak sekali kampus baik swasta maupun negeri, kota ini juga masuk dalam daftar kota dengan biaya hidup yang tidak terlalu mahal.

#1. Malang

Kota Malang | gambar: quipper.com
Kota Malang merupakan pusat kota pendidikan di daerah Jawa Timur. Kota ini juga banyak menjadi pilihan belajar bagi mahasiswa-mahasiswa luar pulau. Selain memiliki banyak sekali kampus baik swasta maupun negeri, kota ini juga termasuk kota dengan biaya hidup tak terlalu mahal.

Mahasiswa yang berjauhan dari rumah, masih bisa ngekos dan membeli makan sehari-hari dengan harga yang cukup terjangkau. Terlebih dengan suasana kota Malang yang sejuk dan hijau, suasana yang sangat cocok untuk belajar.

#2. Jakarta

gambar: google
Sebagai kota yang menjadi pusat perekonomian, tak heran jika Jakarta memiliki Universitas-universitas yang berkualitas yang dilengkapi dengan fasilitas penunjang yang jempolan. Semakin padatnya situsasi di Jakarta, banyak pula kampus-kampus yang berdiri di kota metropolitan. Bahkan melebar hingga ke daerah jobodetabek.

#3. Bandung

gambar: google
Selain dikenal sebagai kota kembang, Bandung juga salah satu jagoannya di bidang pendidikan. Sebab, kota ini juga dijadikan salah satu incaran para calon mahasiswa yang mendambakan kampus terkenal seperti UNPAD dan ITB.

Tiap tahunnya, kampus-kampus besar di Bandung selalu diserbu oleh calon mahasiswa dari berbagai penjuru. Seleksi pun dilakukan dengan ketat, sebab kampus pun tidak bisa menerima semua calon mahasiswa.

#4. Solo

Menyebut nama kota Solo, mungkin yang terbayang adalah adat budaya Jawa yang kental. Tak salah, Solo memang salah satu kota yang memegang teguh jati diri Indonesia. Selain itu, Solo juga dikenal dengan masyarakatnya yang sopan santun. Ternyata tak hanya itu, Solo juga dikenal sebagai kota pendidikan yang baik. Salah satu kampus yang terkenal di Solo adalah Universitas Sebelas Maret.

#5. Yogyakarta

gambar: afronta.org
Menurut Anda, apa yang membuat Yogyakarta memiliki patut disebut kota pendidikan? Mungkin karena sejarah pendidikan pertama dirintis di kota ini. Namun, nyatanya bukan hal itu saja yang menjadi magnet bagi para pelajar, tentu saja karena banyaknya universitas besar dan berkualitas di kota ini. Sebut saja UGM, salah satu kampus yang menjadi banyak incaran para pencari ilmu.

Tak sedikit mahasiswa datang dari luar negeri untuk belajar di negeri kita loh. Selain menimba ilmu, banyak pula yang belajar budaya Indonesia. Hal itu menjadi bukti jika negeri kita banyak diminati bangsa asing.

Labels:

Profil Lengkap Perpustakaan Universitas Airlangga

Dunia Perpustakaan | Universitas Airlangga (Unair) adalah sebuah perguruan tinggi negeri yang terletak di Surabaya, Jawa Timur. Universitas ini didirikan tanggal 10 November 1954 bertepatan dengan hari pahlawan yang ke-9. Berdasarkan data 30 September 2015, terdapat 38.047 mahasiswa yang terdaftar di Unair.

Mengutip dari situs www.lib.unair.ac.id berikut kami sajikan profil lengkap perpustakaan Universitas Airlangga.

Profile ini mungkin akan mengalami penyesuaian setelah tanggal publikasi (28/7/2016), khurusnya terkait jabatan kepala perpustakaan, staff, dan sejenisnya.

Sejarah

Sejarah berdirinya Perpustakaan Universitas Airlangga, tidak terlepas dari berdirinya lembaga induknya yaitu Universitas Airlangga pada 10 November 1954. Sejak berdirinya, dalam tahun 1954 Universitas Airlangga telah memulai membentuk dan membina perpustakaan-perpustakaan  dalam lingkungannya.

Pengurusnya masih sederhana dan koleksinya masih kecil. Pada bulan April 1955, Universitas Airlangga mendirikan perpustakaan yang diberi nama Perpustakaan Kantor Pusat Universitas Airlangga. Pada saat itu pula telah mulai membentuk dan membina perpustakaan-perpustakaan dalam lingkungan fakultas seperti: Perpustakaan Fakultas Kedokteran, Perpustakaan Kedokteran Gigi, Perpustakaan Ekonomi, Perpustakaan Hukum dan Perpustakaan Farmasi.

Lokasi Perpustakaan Kantor Pusat Universitas Airlangga pertama kali berada di Jl. Raya Dr. Soetomo No. 61 Surabaya. Kemudian pada pertengahan tahun 1959, perpustakaan pindah ke Jl. Pemuda No.15 Surabaya, yang letaknya menempati pada sebagian gedung Balai Pemuda. Namun tidak berlangsung lama, karena pada awal tahun 1969 pindah lagi ke Jl. Airlangga No. 4 Surabaya. Lokasinya menempati gedung "semi permanen" bersama-sama dengan Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Perpustakaan Fakultas Hukum. Tugas pelayanan perpustakaan ditujukan terutama untuk membantu dan melayani fakultas-fakultas yang belum memiliki perpustakaan.


Pimpinan Universitas Airlangga memutuskan untuk membentuk sebuah Perpustakaan Universitas pada akhir tahun 1969.  Maka semenjak adanya Surat Keputusan Rektor Universitas Airlangga No.UM/148/8/UA/70, tanggal 1 April 1970, perpustakaan yang berada di fakultas-fakultas lebur menjadi satu dengan Perpustakaan Kantor Pusat dan berganti nama menjadi “PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA”, yang kemudian dirubah dengan Keputusan Rektor No, AII/Rektor/012/73, tanggal 26 April 1973.

Perpustakaan Universitas Airlangga merupakan hasil peleburan Perpustakaan fakultas-faskultas (Ekonomi, Hukum, Farmasi, Kedokteran dan Kedokteran Gigi) dan Perpustakaan Kantor Pusat Universitas Airlangga. Karena itu sejak tanggal 1 April 1970, dalam lingkungan Universitas Airlangga secara resmi tidak ada lagi Perpustakaan fakultas atau lembaga, kecuali Perpustakaan Universitas Airlangga.

Perpustakaan Universitas Airlangga merupakan sebuah unit kerja tersendiri yang langsung ada di bawah Rektor Universitas Airlangga. Karena situasi kampus yang terpencar di dua lokasi, maka koleksi Perpustakaan Universitas Airlangga pada waktu itu ditempatkan di dua tempat, yaitu Jl. Darmahusada No. 47, yang berupa koleksi Perpustakaan dalam bidang ilmu Eksakta; Jl. Airlangga No. 4 untuk koleksi Non Eksakta.

Sejalan dengan perkembangan lembaga induknya, kedudukan Perpustakaan pun menjadi semakin mantap yaitu sejak diterbitkannya SK Mendikbud Nomor 0142/O/1983 tentang Organisasi Tata Kerja Universitas/ Institut dan terakhir dengan SK Mendikbud Nomor 0174/O/1995 yang memberikan status kepada Perpustakaan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) sejajar dengan UPT lainnya dan berada langsung di bawah Rektor dan pembinaan koleksi dilakukan oleh Pembantu Rektor I. Sebagaimana disebutkan dalam SK Mendikbud Nomor 0174/O/1995, tugas UPT Perpustakaan Universitas Airlangga adalah memberikan layanan bahan pustaka untuk keperluan pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.

Tugas ini selanjutnya dijabarkan menjadi 5 (lima) fungsi yakni menyediakan dan mengolah bahan pustaka, memberikan layanan dan mendayagunakan bahan pustaka, merawat bahan pustaka, memberikan layanan referensi dan melakukan urusan tata usaha perpustakaan. Sejak saat itu semua informasi dan dokumentasi dipusatkan pada Perpustakaan Universitas Airlangga.

Karena lokasi Universitas Airlangga yang berada pada 3 lokasi yaitu Kampus A, Kampus B, dan Kampus C, maka untuk memudahkan pengguna dalam mengakses dan menelusur sumber-sumber informasi yang sesuai bidang studinya, maka perpustakaan dibagi menjadi  3 (tiga) lokasi yaitu:
  1.  Perpustakaan Kampus A memberikan layanan dan menyediakan koleksi sumber-sumber informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dari Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi (koleksi eksakta). Luas gedung Perpustakaan Kampus A sekitar ± 4.096,80 m² yang terdiri dari 2 (dua) lantai. Perpustakaan ini telah digunakan sejak tahun 1973.
  2. Perpustakaan Kampus B memberikan layanan dan menyediakan koleksi sumber-sumber informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dari Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Farmasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Psikologi, dan Fakultas Sastra dan Program Pasca Sarjana (koleksi non eksakta). Luas gedung Perpustakaan Kampus B sekitar ± 5.613,75 m² yang terdiri dari 3 (tiga) lantai. Perpustakaan ini telah digunakan sejak tahun 1986.
  3. Perpustakaan Kampus C memberikan layanan dan menyediakan koleksi sumber-sumber informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dari Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (koleksi eksakta).  Perpustakaan ini telah digunakan sejak tahun 1996.

Layanan

Labels: ,

Wednesday, July 27, 2016

Minat Baca Masyarakat Beralih ke e-Book

Minat Baca Masyarakat Beralih ke e-Book.


Dunia Perpustakaan | Di zaman yang semakin modern ini, tak heran jika kebanyakan aktivitas di lakukan dengan alat yang semakin canggih dan bermanfaat. Begitupun dengan mencari bahan bacaan, kita tidak perlu jauh-jauh datang ke perpustakaan. Hanya dengan menggunakan ponsel pintar kita bisa mencari bahan bacaan yang sesuai dengan keinginan kita.

Peningkatan minat baca buku bagi para pelajar dan masyarakat di hampir semua daerah mempunyai tantangan tersendiri. Karena mereka cenderung membaca artikel maupun e-book di ponsel.
Terkait hal ini, sejumlah perpustakaan kini harus menyediakan file bacaan, agar masyarakat juga mendapatkan referensi di tempat tersebut. Ironisnya, budaya membaca di masyarakat kini sedikit demi sedikit bergesar.


Dari semula di buku beralih ke bentuk digital. Mereka biasanya membaca referensi ilmu di internet melalui android maupun tab, dan juga e-book di dalam laptop. Keberadaan buku khususnya di perpustakaan, masih tetap berjalan, tetapi seiring budaya tersebut minat baca masyarakat menurun.


Terkait hal itu, perpustakaan Kota Kediri berupaya agar minat baca masyarakat tetap diperhatikan. Dikutip dari sumber beritametro.co.id, [27/07/16]. “Dengan cara menyediakan file bacaan berupa e-book,” ungkap Yoyok Susetyo selaku Kepala Perpustakaan dan Arsip Kota Kediri.


Ia juga menjelaskan, koleksi buku di perpustakaan Kota Kediri dari tahun ke tahun terus bertambah. Hingga Desember 2015 ada sebanyak 24 ribu dengan 232 judul. “Jam buka perpustakaan, Senin hingga Jumat mulai pagi hingga malam. Untuk Sabtu sampai sore saja,” katanya.

Labels:

Sehari, Satu Orang Lima Buku Baru Mimpi

Sehari, Satu Orang Lima Buku Baru Mimpi.


Dunia Perpustakaan | Sunyi sepi senyap. Itulah yang dirasakan saat memasuki perpustakaan umum daerah Kabupaten Bogor. Ketika memasuki pintu masuk, terlihat dua wanita muda berseragam PNS sibuk memainkan ponselnya. Ya, mereka adalah penjaga perpustakaan yang sehari-hari melayani pengunjung.

Di ruangan itu juga terlihat sejumlah bocah SD asyik bermain game. Ada empat unit komputer yang disediakan pengelola perpus di lantai 1 dan ruang baca khusus anak-anak. Sedangkan di lantai 2 hanya ada empat remaja yang sibuk membaca. Setiap harinya, kunjungan ke perpustakaan yang berada di Jalan Bersih, Kelurahan Tengah, Kecamatan Cibinong itu memang sedikit.

Berdasarkan data Kantor Perpustakaan Arsip Daerah (KAPD), dari total 5,4 juta penduduk Kabupaten Bogor, hanya 33.000 pengunjung yang tercatat selama empat tahun terakhir.

Kepala Subbagian Tata Usaha (Kasubbag TU) KAPD TB Yupi Yusuf mengakui jika minat membaca masyarakat Kabupaten Bogor tergolong rendah. Target satu orang membaca lima buku dalam sehari pun seperti jauh panggang dari api. Jika dilihat dari keanggotaan, ada 3.413 orang yang terdaftar jadi anggota perpustakaan daerah.

“Kalau kami yang penting pengunjung setiap tahun meningkat. Itu saja sudah alhamdulillah. Tujuan kami sekarang yakni mengajak masyarakat datang ke perpustakaan,” kata pria yang akrab disapa Upi itu. Untuk mendompleng pengunjung, tahun ini ia akan menggalakkan ‘Perpustakaan Seru’. Program itu merupakan kerja sama dengan Pemprov Jabar dan pihak swasta.

“Programnya masih dikaji, soalnya kami belum tahu apakah program ini untuk menguatkan kegiatan kami atau swasta. Yang pasti, program ini bertujuan mengajak masyarakat rajin membaca,” tuturnya. Dikutip dari sumber metropolitan.id, [07/16].

Untuk menghidupkan perpustakaan daerah, sambung dia, kerja sama dengan disdik terus dilakukan. Sebab, KAPD tak bisa berjalan jika tidak dilengkapi program berupa bintek maupun lomba yang dilakukan disdik.

“Sasaran kami sekolah wajib berkunjung dalam satu tahun. Namun masih lingkup Cibinong Raya saja. Kedua program itu juga bertujuan agar minat membaca terus meningkat. Pokoknya kami mengajak membaca dengan cara menghibur,” lanjutnya.

Ia menambahkan, buku yang dimiliki KAPD memang masih kurang untuk warga membaca. Kalau dibandingkan wilayah, baru dua kecamatan yang bisa terlayani. Namun kalaupun harus menambah buku, tentu tempat yang ada saat ini belum bisa memadai. “Memang seharusnya satu orang satu buku. Tapi kami belum bisa, soalnya tempat penyimpanannya belum cukup kalau sampai 5,4 juta buku,” ujarnya.

Sementara itu, mahasiswi Kabupaten Bogor Nadia (19) berharap buku yang ada di KAPD Kabupaten Bogor dapat dilengkapi lagi. Mengingat kebutuhan referensi buku makalah sangat dibutuhkan bagi mahasiswa seperti dirinya. “Kalau bisa sih makin lengkap. Soalnya kalau di sini nggak ada, terpaksa harus cari ke wilayah lain,” harap wanita berhijab itu.

Labels:

Gadget Sedang Membunuh Para Kutu Buku?

Dunia Perpustakaan | Membaca dan menyimak judul dari artikel ini, pasti tidak sedikit orang yang akan penasaran dan bertanya; mengapa seperti itu?

Namun, ketahuilah bahwa artikel ini akan coba mengangkat masalah serius yang sedang mengakar dalam keseharian hidup manusia pada abad 21 ini. Sehingga, pada bagian selanjutnya akan dibahas secara detail mengenai;

  • Apa itu ‘gadget’ dan ‘kutu buku’?
  • Apa saja ciri-ciri seorang ‘kutu buku’?
  • Mengapa disebut ‘gadget’ sedang membunuh para ‘kutu buku’?
  • Dan, apa saja dampaknya serta solusi untuk mengatasinya?  

Dikutip suarapapua.com dari berbagai sumber, Dengan adanya Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang sangat pesat, dapat membawa banyak dampak dalam keseharian hidup manusia.

Entah dampak positif juga negatif bagi para penggunanya. Terlebih khusus, setelah adanya banyak penemuan alat-alat canggih yang sangat sederhana dan memanjakan manusia, antara lain salah satunya adalah gadget.

Gadget adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa Inggris, yang artinya suatu peranti, instrumen atau alat yang memiliki tujuan dan fungsi praktis yang secara spesifik dirancang lebih canggih dibanding dengan teknologi yang diciptakan sebelumnya.

Perbedaan antara gadget dengan teknologi yang lainnya adalah unsur kebaruan dan berukuran lebih kecil, serta sangat mudah dalam pemakaiannya (praktis). Ia bisa dibawa kemana saja dan kapan saja, oleh para pengguna (portable). Sehingga, ia sungguh memanjakan pengguna dalam keseharian hidupnya.

Sebagai contoh: komputer merupakan alat elektronik yang dibuat dalam bentuk gadget, yakni laptop, notebook  ataupun netbook. Sementara, telepon dibuat jadi telepon pintar (smartphone) seperti iphone dan blackberry.

Salah satu fitur terkenal dan paling menarik dari gadget saat ini adalah adanya layanan internet.

Sementara, Kutu Buku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang senang membaca dan menelaah buku di mana saja.

Sehingga, sangat jelas, bahwa ia hanyalah sebuah sapaan yang akrab bagi siapa saja yang gemar membaca buku.

Berikut ini adalah 10 ciri seorang ‘kutu buku’ yang dirangkum oleh Bintang.com, Jakarta, edisi (04/07/2015). Kesepuluh ciri tersebut, antara lain:

  • Selalu meluangkan banyak waktu untuk membaca ketimbang browsing di Internet dan mengerjakan hal lain yang sifatnya outdoor;
  • Selalu bawa buku-buku favoritnya kemana pun pergi;
  • Sering sampai tertidur dengan buku masih di atas kasur;
  • Selalu sangat tertarik dengan karakter yang ada di dalam buku;
  • Tidak pernah bosan membaca buku yang sama berkali-kali;
  • Merasa kesal ketika cerita itu difilmkan, karena mulai dari karakter sampai alur cerita enggak ada yang pernah sama;
  • Lebih memilih berada di rumah untuk baca buku ketimbang jalan-jalan ke luar bersama teman-teman;
  • Selama membaca buku itu, seakan tenggelam dalam cerita yang dikisahkan;
  • Menganggap orang yang enggak suka baca buku adalah orang teraneh sedunia; dan
  • Setelah selesai membaca satu hanya butuh waktu beberapa saat untuk menikmati sensasi dari kisah dalam buku. Tapi, dengan segera akan mulai membaca buku lain.”

Membaca telah lama dikenal sebagai salah satu aktivitas yang digemari oleh banyak orang. Oleh karena itu, ia selalu dikategorikan dalam kegiatan kegemaran rutin seseorang yang lazim disebut hobi (hobby). Sehingga, bagi orang yang hobi membaca buku, merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam hidupnya.

Meski demikian, kini dengan adanya berbagai merk gadget yang sangat canggih, telah mengubah gaya hidup dari setiap orang. Di mana-mana, kini orang selalu jalan dengan gadget di tangan.

Entah itu di jalan raya, di atas kendaraan, dalam kelas atau tempat belajar, mall, dalam pesawat terbang bahkan di tempat-tempat ibadah; seperti gereja, masjid  dan lain-lain.

Dampak itu pun kini telah terjadi pada para kutu buku, yang notabene keseharian hidupnya selalu bersama dengan buku.

Namun, posisi buku yang selalu ada di genggaman tangannya itu pun telah dirampas oleh sang gadget yang dilengkapi dengan berbagai fitur yang memudahkan pengguna.

Dengan gadget, orang bisa mengakses apa saja, kapan saja dan dari dimana saja. Asalkan ada pulsa paketan, serta jaringan internetnya. Entah mau mencari, membaca, menonton atau pun mengunduh data informasi apa saja yang sedang dibutuhkan.

Caranya tidak susah, cukup hanya ketik kata kunci pada laman google pencarian. Selanjutnya, akan muncul banyak pilihan dan pengguna hanya memilih sesuai dengan kebutuhan saat itu.

Selain itu, gadget kini juga telah dilengkapi dengan banyak aplikasi permainan yang bisa membuat orang kecanduan. Terlebih dengan adanya permainan online (game online).

Di sana tersedia semua jenis permainan, seperti; Point Blank, Ragnarok, Atlantica, Angry Birds, Dragon Nest, AyoDance, Dot.A, Yulgang, Street Dance, Counter Strike, Criminal Case dan lain-lain.

Akhirnya, dengan adanya banyak jenis media jejaring social, juga berpotensi orang lupa akan kewajiban sehari-hari. Jenis media sosial yang sedang ramai digunakan oleh semua orang saat ini, seperti facebook, twitter, bbm, whatsApp, telegram, line, instagram, path, dan lain-lain.

Tentu, kondisi seperti ini sangat berpotensi untuk mematikan kebiasaan orang dengan rutinitasnya. Termasuk salah satunya bagi para kutu buku yang selalu bersama dengan buku, untuk terus membaca.

Betapa tidak mungkin, nyatanya gadget telah memudahkan dalam mengakses semua informasi yang dibutuhkan. Sehingga, semua hal tersebut di atas pasti akan membuat semangat dan etos untuk membaca dari sumber naskah atau buku teks cetakan akan cepat memudar.

Jenis bacaan yang kini terlihat, mulai dilupakan adalah seperti koran, majalah, jurnal hingga buku cetak. Padahal informasi-informasi yang tersedia secara online seringkali tidak akurat.

Dengan melihat indikator perubahan kebiasaan di atas, dapat disimpulkan bahwa benar “Gadget sedang Membunuh Para Kutu Buku”.

Padahal, kita telah ketahui bersama bahwa aktivitas membaca buku sama halnya dengan mengeksplorasi dunia dalam sekejap. Sehingga lazim orang katakan bahwa ‘buku sebagai jendela dunia.’

Dampak negatif dari adanya gadget ini, terjadi tidak hanya pada orang dewasa. Akan tetapi, ia justru sangat nampak dan rawan bagi anak-anak dan remaja. Padahal mereka adalah usia yang sangat potensial dan harapan sebagai generasi penerus bangsa kelak.

Mereka juga boleh dikatakan para calon kutu buku yang akan menjadi korban karena adanya gadget. Hal kekuatiran akan bahaya penggunaan gadget terhadap anak-anak ini telah diungkap melalui berbagai media massa. Komentarnya baik dari perorangan maupun lembaga yang peduli dan berkaitan dengan masalah pendidikan dan kesehatan pada anak-anak.

“Salah satu dampak yang terjadi pada anak-anak sekarang adalah mereka lebih mau diceritakan dibanding cari informasi sendiri. Belum lagi Anak TK sampai SD yang harusnya banyak bibit buat suka baca malah suka main gadget.” Ujar Tiffani salah seorang Jurnalis Senior Indonesia.

Ia juga mengajak agar para orangtua tidak hanya meminta anak belajar dan baca, tetapi juga mengarahkan pada kegiatan yang lebih positif.

Misalnya ajak anak-anak ke toko buku atau perpustakaan supaya mereka tahu. Jangan hanya difasilitasi dengan gadget yang canggih yang buat mereka kecanduan main game.

“Asosiasi Dokter Anak Amerika Serikat dan Kanada menekankan perlunya Anak Usia 0-2 tahun sama sekali tidak terpapar gadget. Sementara anak 3-5 tahun dibatasi satu jam per hari dan dua jam untuk anak 6-18 tahun.

Namun faktanya, anak-anak justru menggunakan gadget 4-5 kali lebih banyak dari jumlah yang direkomendasikan.

Bahkan, seorang dokter spesialis Anak asal Amerika Serikat Cris Rowan mengatakan, perlu ada larangan keras untuk penggunaan gadget pada anak usia dini, yakni anak di bawah 12 tahun.

Hal ini sangat krusial karena sudah banyak penelitian yang membuktikan tentang adanya dampak negatif pada mereka.

Memuat setidaknya ada 10 dampak buruk yang akan dialami oleh anak usia dini akibat kecanduan menggunakan gadget, antara lain:


#1. Pertumbuhan Otak yang Terlalu Cepat

Pada umumnya anak usia 0-2 tahun, pertumbuhan otak mereka paling cepat dan terus berkembang hingga usia 21 tahun. Sehingga, stimulasi lingkungan sangat penting untuk memicu perkembangan tersebut, termasuk bagaimana cara yang bijak untuk menggunakan gadget.

Hal ini sangat vital karena pengaruhnya akan membuat berkurangnya perhatian, gangguan kognitif, kesulitan belajar, impulsif, dan kurangnya kemampuan mengendalikan diri.


#2. Hambatan Perkembangan

Saat menggunakan gadget, anak cenderung kurang bergerak. Hal demikian tentu sangat berdampak buruk dan akan menghambat perkembangannya. Terlebih khusus dalam hal kertrampilan bahasa juga prestasi di sekolah. Beberapa hasil penelitan membuktikan bahwa satu dari tiga anak yang masuk sekolah cenderung mengalami hambatan perkembangan.


#3. Obesitas

Kecanduan dan ketergantungan pada gadget bisa membuat orang kurang aktivitas fisik seperti berolahraga. Tidak hanya itu, mereka juga bisa kurang bersosialisasi dengan lingkungan di sekitar. Sehingga salah satu dampak yang bisa terjadi pada mereka adalah kegemukan (obesitas). Padahal, diketahui bahwa obesitas pada anak meningkatkan risiko stroke dan penyakit jantung sehingga menurunkan angka harapan hidup.


#4.  Gangguan Tidur (Insomnia)

Gangguan tidur (insomnia) bisa dialami oleh siapa saja termasuk anak-anak. Terlebih kepada anak yang suka mengoperasikan gadget di kamar tidurnya. Sebuah studi menemukan bahwa 75 persen anak usia 9-10 tahun yang menggunakan gadget di kamar tidur mengalami gangguan tidur. Hal ini rawan terjadi karena mereka sedang berada di luar pengawasan kedua orangtuanya. Tentu hal tersebut akan berdampak pada penurunan prestasi belajar mereka.


#5. Penyakit Mental

Tidak bisa dipungkiri bahwa menggunakan gadget secara rutin dan berlebihan dapat mengganggu kesehatan mental. Faktanya, ada sejumlah studi menyimpulkan bahwa penggunaan gadget yang berlebihan merupakan faktor penyebab meningkatnya laju depresi, kecemasan, defisit perhatian, autisme, gangguan bipolar, dan gangguan perilaku lainnya pada anak. Tentu dengan adanya gangguan ini akan berpengaruh terhadap kelancaran rutinitas sehari-hari.


#6.  Agresif

Salah satu faktor yang mempengaruhi adanya perilaku seseorang adalah rangsangan yang kuat. Jika terlalu sering menggunakan gadget yang memuat tayangan kekerasan bisa membuat individu yang bersangkutan cenderung agresif. Apalagi, saat ini banyak video game ataupun tayangan yang berisi pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, dan kekerasan-kekerasan lainnya. Hal demikian tentu akan berpengaruh terhadap setiap sikap dan tingkah laku dalam hidup sehari-hari.


#7. Pikun Digital

Pikun Digital ini adalah sebuah istilah kelainan yang rawan terjadi bagi para pecandu dalam menggunakan barang-barang elektronik seperti gadget. Gejala itu dapat terjadi sebagai akibat dari paling sering menonton media dengan kecepatan tinggi seperti game atau video yang membutuhkan kecepatan dan ketepatan dalam memahaminya. Terlalu sering berkecimpung dengan aktivitas seperti ini bisa mengalami penurunan perhatian, sekaligus daya konsentrasi dan ingatan.


#8. Adiksi

Adiktif atau kecanduan adalah salah satu dampak yang sangat tidak bisa dipungkiri terjadi pada pengguna gadget. Betapa tidak mungkin, disana terdapat banyak kemudahan dan kegemaran. Sehingga, hal tersebut berpotensi membuat mereka tidak bisa hidup tanpa gadget (hidup ketergantungan). Akibatnya mereka bisa lupa dengan semua rutinitas yang lainnya.


#9. Radiasi

Pengaruh radiasi yang dikeluarkan dari gadget sangat berbahaya bagi tumbuh kembang seorang anak. Terlebih khusus pada sistem kerja otak dan daya tahan tubuh yang sifatnya masih belum matang. Hal kekwatiran akan bahaya ini terakhir datang juga dari Organisasi PBB yang menangani bidang kesehatan sedunia (WHO). Mereka mengkategorikan ponsel dalam risiko 2B karena radiasi yang dikeluarkannya.


#10. Tidak Berkelanjutan

Tidak berkelanjutan yang dimaksud di sini adalah menyangkut usia lama tidaknya informasi yang akan ada pada ingatan jangka panjang (long-term memory).

Bahkan ada penelitian membuktikan bahkwa pendidikan yang berasal dari gadget tidak akan lama bertahan dalam ingatan anak-anak. Sehingga, sangat jelas bahwa sebenarnya akses informasi melalui gadget rentang sekali lupa dari pada dari buku cetak.

Setelah membaca dan memahami dampak serius dari penggunaan gadget terhadap para kutu buku di atas, maka selanjutnya perlu dipikirkan tentang bagaimana cara mengatasinya.

Tentu untuk mengubah suatu kebiasaan hidup seseorang, sangatlah susah. Apalagi jika ia sudah menjadi kecanduan (adiktif). Sehingga, ia membutuhkan sebuah pembiasaan yang diawali dengan kemauan yang kuat untuk berubah.

Hasrat untuk mau berubah, harus berasal dari dari setiap pribadi yang bersangkutan. Jika tidak, sekuat apapun paksaan dari orang lain, tidak akan perna efektif dalam mengubah perilaku orang lain.

Namun demikian, pemberian stimuli yang paling sering sangatlah penting guna membangun kesadaran bersama. Oleh karena itu, berikut penulis merangkum ada empat cara sebagai solusi untuk meminimalisir perilaku ketergantungan terhadap gadget yang diadaptasi dari berbagai sumber:


4 Cara untuk Kurangi Ketergantungan Gadget


#1. Kurangi Frekuensi Bermain secara Bertahap

Untuk mengubah sesuatu yang sudah dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi, merubah pola hidup seseorang. Demikian juga dalam hal mengubah intesitas bermain gadget. Sehingga, ia membutuhkan waktu dan secara bertahap.

Berikut ini adalah dua aktivitas yang kiranya dapat membantu dalam tahap pemulihan itu, antara lain:

Pertama;

ajak anak atau pun kita sendiri untuk bersosialisasi dengan teman sebaya atau lingkungan sekitar. Contoh; aktivitas yang bisa ikut ambil bagian, antara lain: mengikuti diskusi, seminar, bedah buku dan kegiatan-kegiatan dari organisasi sosial kemasyarakatan di luar yang sifatnya memberdayakan kita sendiri juga orang lain.

Kedua;

Jika tidak sempat bersama dengan orang di sekitar, maka kita semestinya membuat diri sibuk dengan berbagai aktivitas menarik lainnya. Sederetan kegiatan yang bisa dilakukan seseorang adalah seperti: membaca buku, mengunjungi toko buku, perpustakaan, museum atau mengembangkan kreativitas lainnya yang sesuai dengan bakat dan hobinya masing-masing, misalnya menggambar, melukis, menyanyi, bermain gitar, piano dan lain-lain.


#2. Berikan Hadiah (Reward)

Pemberian apresiasi atau pujian (reward) sangatlah penting untuk membangun rasa percaya diri seseorang. Hal tersebut tidak harus datang dari orang lain juga dalam bentuk barang. Contoh yag sangat sederhana adalah memberian pujian dengan mengatakan ‘luar biasa’, ‘kamu pasti bisa’, ‘lihat akhirnya saya/kamu bisa’ dan lain-lain. Ungkapan-ungkapan tersebut terlihat sederhana, tetapi mereka akan membangkitkan rasa percaya diri seseorang.


#3. Jadilah Panutan

Menjadi model atau contoh bagi orang lain adalah pekerjaan yang tidak mudah. Apalagi ia menuntun orang lain untuk meniru atau mengikutinya. Sehingga, ia harus menjadi idola setiap saat. Jika kaitannya dengan mengubah kebiasaan menggunakan gadget, maka ia harus bijak dulu dalam menggunakannya.

Terlebih bagi orangtua, guru atau pun siapa yang hendak mengajak orang lain untuk berubah. Misalnya, menggunakan gadget saat memang sangat dibutuhkan. Sehingga, orang di sekitar juga merasakan bahwa ternyata media tersebut kita gunakan saat memang kita butuh.


#4. Jangan Beri Anak Gadget

Jika orangtua terhadap anaknya, maka ia harus tegas. Hal ini bukan berarti bahwa orangtua tidak sayang pada si buah hatinya. Akan tetapi, ia justru sebagai manifestasi dari rasa kasih sayang yang sesungguhnya kepada anak.

Salah satunya dengan tidak memberikan gadget kepada anaknya. Dengan demikian tentu anak tidak akan tahu yang namanya gadget. Apalagi dengan segala isi aplikasi yang ada di dalamnya.

Dengan demikian, sangatlah jelas bahwa dengan keempat cara di atas paling tidak akan meminimalisir kecenderungan orang dalam menggunakan gadget. Karena ia terlihat sedang mengacaukan kewajiban seseorang, jika yang bersangkutan tidak bijak dalam memakainya. Termasuk para kutu buku yang rutinitasnya selalu dengan buku. Namun, lambat laun gadget sedang mendominasinya. Sehingga, kesannya ‘Gadget sedang Membunuh Para Kutu Buku.’

Para pencetus dan pengembang teknologi, hampir setiap hari mereka lembur kerja keras ciptakan teknologi dan inovasi untuk memanjakan masyarakat melalui produk bernama gadget dan lainya.
 
Sedangkan mungkin para Pustakawan [sebagian besar/tidak semua] justru hanya masih sibuk SEMINAR, DIKLAT, dan WORKSHOP yang terus berlangsung demi sertifikasi atau sebatas "ceremoni".
 
Semoga kedepan semakin banyak kampus dan perguruan tinggi yang menciptakan lulusan ilmu perpustakaan dengan PEMIKIRAN dan PENEMUAN INOVASI yang bermutu tinggi untuk menciptakan teknologi dan inovasi untuk tetap memotivasi masyarakat untuk suka MEMBACA apapun medianya....

Labels:

Monday, July 25, 2016

Hore! Ada Perpustakaan Keliling & Taman Bermain di TPA Randegan

Hore! Ada Perpustakaan Keliling & Taman Bermain di TPA Randegan.


SilahkanSHARE.com | Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tak selalu menjadi tempat yang berkesan  jorok dan harus dihindari anak-anak, namun di TPA Randegan, Kelurahan Kendudung, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto justru nyaman untuk dibuat bermain dan belajar. Selain ada ruang terbuka hijau dan taman bermain, di sini juga ada perpustakaan keliling.

Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Mojokerto menggandeng Kantor Arsip dan Perpustakaan menghadirkan perpustakan keliling untuk masyarakat di TPA Randegan. Tak hanya dikhususkan untuk orang dewasa, buku-buku di perpustakaan keliling juga bisa dibaca anak-anak karena koleksi yang ditawarkan untuk semua umur.

Kasi Pelayanan dan Pelestarian Bahan Pustaka, Kantor Perpustakaan dan Arsip Kota Mojokerto, Hatta Amrulloh mengungkapkan, Kantor Perpustakaan dan Arsip Kota Mojokerto memiliki tiga program yakni lingkungan hidup, jangan bermain api dan tema umum. "Salah satunya yakni dengan menghadirkan perpustakaan di TPA ini," ungkapnya.

Masih kata Hatta, tujuannya tidak lain yakni ingin melayani untuk usia dini dengan cara mendatangi tempat yang menyenangkan sehingga proses edukasi bisa berjalan dengan sendirinya. Dengan mendekati masyarakat dengan mendatangi tempat disenangi, lanjut Hatta, diharapkan tujuan tersebut akan lebih mengena.

"Apalagi di TPA, anak-anak bisa melihat secara langsung penggeloan sampah sehingga selain membaca buku juga bisa belajar langsung. Selain perpustakaan keliling ini, DKP juga menyediakan perpustakaan di TPA. Rencananya, tahun depan kita akan menghadirkan countener di alun-alun, taman benteng dan hutan kota," katanya.

Hatta menjelaskan, di perpustakaan keliling koleksi buku-bukunya tidak hanya untuk anak-anak atau orang dewasa saja tapi menjaring semua usia masyarakat. Namun lanjut Hatta, perpustakaan lebih diarahkan untuk anak-anak karena dari hasil survey jumlah pengunjung puspustakaan lebih banyak anak-anak.

Dikutip dari sumber beritajatim.com, [25/07/16]. "Surveinya banyak anak usia sekolah yang datang ke Kantor Arsip dan Perpustakan. Selain itu, kita ada kelas inspirasi yang di dalamnya ada pengenalan cara pembuatan kompos dan lainnya dan respon masyarakat cukup bagus sehingga dua tahun ini, kita bekerja sama dengan DKP menghadirkan perpustakaan keliling di TPA," ujarnya.

Hatta menambahkan, masyarakat tidak perlu khawatir dan bosan akan koleksi buku di perpustakan keliling karena setiap dua minggu sekali koleksi buku di perpustakaan akan diganti. Di perpustakaan keliling, masih kata Hatta, ada dua ribu judul buku. Sementara koleksi buku di Kantor Arsip dan Perpustakaan Kota Mojokerto sendiri saat ini sebanyak 42 ribu judul.

Labels:

Galeri Kreatif Wadah Edukasi Bagi Anak-anak di Desa Bantur

Dunia Perpustakaan | Muzaki, pemuda asal Desa Rejoyoso, Bantur, Kabupaten Malang, ini getol menggerakkan pendidikan di desanya. Dia menjadikan rumahnya sebagai tempat untuk belajar anak-anak. Selain itu, dia mendirikan 9 perpustakaan dan beberapa komunitas sosial.

"Saya percaya anak-anak di kampung nggak kalah dengan anak kota.’’ Itulah salah satu kalimat yang terdengar di pertemuan Forum Komunikasi Taman Baca Masyarakat (FKTBM) Malang Raya di Perpustakaan Anak Bangsa, Jabung, dua bulan lalu. Muzaki adalah pelopor gerakan edukasi melalui Komunitas Galeri Kreatif di Kecamatan Bantur yang dia dirikan pada 2011.

Muzaki menjelaskan, Galeri Kreatif merupakan rumah singgah yang berada di Dusun Rejoyoso RT 37, RW 05, Desa Rejoyoso, Kecamatan Bantur. Forum itu merupakan wadah edukasi bagi anak-anak di desa Bantur untuk tumbuh dan berkembang dalam bidang apa pun. Misalnya, pengembangan diri, keterampilan, konsultasi pendidikan, hingga akar tumbuhnya berbagai macam komunitas dan sembilan TBM di Bantur.

Alumnus SMK Assalam Bantur tersebut menyatakan, ide mendirikan Galeri Kreatif itu bermula dari lingkungan anak-anak TKI di desanya. Menurut dia, pendidikan anak-anak TKI kurang terurus. Karena itu, dia mendedikasikan diri dengan cara memberikan perhatian yang lebih untuk mereka.

Menurut Muzaki, di Malang Selatan, memang bukan hal aneh jika beberapa orang tua terpaksa harus bekerja ke luar negeri untuk mengadu nasib. Sebab, perekonomian di sana memang tergolong sulit. Mayoritas anak di sana tumbuh dan besar tanpa didampingi orang tua.

Selain itu, ekonomi yang sulit membuat kondisi semakin runyam. Itulah alasan yang membuat Muzaki rela terjun langsung untuk membuat perubahan dengan cara mendirikan Galeri Kreatif. Pemuda yang lahir pada 25 Desember 1990 tersebut mengaku sempat mengalami masa sulit.

Berawal dari kisah hidup yang sulit mendapatkan buku untuk dibaca, Muzaki harus berkunjung ke Masjid Kepanjen dulu untuk meminjam.

’’Saat itu saya masih SMK. Bersama sahabat saya, Ika Puji Astuti, kami berburu buku dengan jarak hampir 40 km,’’ kata pria yang mengabdi di Yayasan Assalam, Bantur. Selain itu, dia menyisihkan uang saku untuk membeli buku-buku favoritnya.

Anak dari pasangan Sayedi dan Khotimah itu mengungkapkan, dirinya berasal dari keluarga yang sederhana. Orang tuanya bekerja sebagai petani jagung dan tebu yang hasilnya tidak seberapa. Kondisi tersebut menuntut Muzaki untuk mandiri. Meski lahir di desa, semangat dedikasi sosialnya benar-benar patut diacungi jempol.

Muzaki yang getol menggerakkan pendidikan di kawasan Malang selatan | gambar: Radar Malang
’’Setelah lulus SMK, impian saya untuk membantu anak-anak itu timbul,’’ ungkapnya.

Dikutip dari jawapos.com, [24/07/16]. Saat itu, Muzaki berpikir untuk membuka TBM terlebih dulu. Sebab, dia mengerahkan SDM anak-anaknya untuk memajukan desa. Muzaki akhirnya merelakan ruang tamu rumahnya di kampung untuk dijadikan perpustakaan.

’’Modal awal masih buku-buku saya, lalu berkembang karena disumbang buku-buku bekas oleh adik-adik di kampong. Buku-buku tersebut kami jual, lalu kami belikan buku-buku bacaan yang baru,’’ ucapnya.

Langkah awal memang tidak mudah. Sebab, anak-anak desa tak langsung tertarik membaca buku. Mereka perlu dirangsang dengan kegiatan yang lain agar minat baca itu keluar. Apalagi, mereka juga lebih tertarik menonton televisi.

Tak kurang akal, Muzaki membuat jebakan Batman dengan cara mengajak mereka ikut perlombaan Agustus seperti lomba sepak bola, memasak, keterampilan, menari, dan melukis. Dari kegiatan tersebut, akhirnya perpustakaan menjadi salah satu tempat kegiatan untuk mengenalkan buku-buku bacaan kepada anak-anak.

Tak hanya itu, kegiatan outbond juga diadakan untuk merangsang daya imajinatif anak-anak. Saat ini ada 84 anggota yang bergabung dalam komunitas itu.

Menurut dia, Galeri Kreatif merupakan wadah atau sarana konsultasi anak-anak yang ingin bersekolah ke kota. ’’Kami siap menemani mereka dalam hal administrasi dan mencarikan beasiswa,’’ ujarnya.

Selain itu, ada sekitar 20 anak yang sudah menempuh pendidikan di salah satu universitas di Malang. ’’Kami ingin memastikan anak-anak desa bisa menempuh pendidikan tinggi dan menapaki masa depan yang sama dengan anak kota,’’ tuturnya.

Pengembangan TBM dan beberapa kegiatan yang lain tentu memerlukan biaya. Untuk membiayai kegiatannya tersebut, saat kuliah, Muzaki sempat berjualan makaroni, snack, dan carang bersama teman-temannya.

’’Dulu kalau pas Jumat, kami kulak jajanan itu ke Turen, lalu dibungkus lagi, kemudian dijual eceran ke toko-toko,’’ ungkap pria yang suka membaca tersebut.

Dari perjuangan tersebut, hingga sekarang, Galeri Kreatif tetap eksis serta mampu melahirkan sejumlah komunitas. Di antaranya, Komunitas Telusur Sejarah yang mengedapankan edukasi sejarah bagi anak-anak dan remaja.

Ada pula Pelopor Pemuda Rejoyoso. Uniknya, dia juga mendirikan Persatuan Tukang Rejoyoso. Persatuan tukang itu, kata Muzaki, sangat mengedepankan profesionalitas. Mereka dijamin bisa mengerjakan pekerjaan membangun rumah dengan baik. Sebab, Muzaki telah memompa semangat para tukang dalam merancang rumah dan mendiskusikan pekerjaan mereka.

Dalam bidang kesehatan, ada Saka Bakti Husada yang merupakan persatuan para bidan. Ada juga komunitas CCD (cosplay-cosplay dewe). Yakni, kelompok sanggar kreatif kegiatan anak-anak yang dididik. Yang tak kalah penting adalah sembilan komunitas TBM yang tersebar di beberapa desa di Bantur.

Untuk misi ke depan, dia bersama teman-temannya ingin mencanangkan Kampung Cerdas Ceria. Yakni, sebuah kampung yang mempunyai banyak TBM dan komunitas sosial serta peduli dengan bakat dan minat anak.

’’Penginnya kayak kampung Inggris di Pare, Kediri. Tak hanya menjadi lahan edukasi, namun juga jadi kampung wisata edukasi di Bantur,’’ tutur pria yang lahir di Bantur tersebut.

Labels: ,

Saturday, July 23, 2016

Pentingnya Membaca Menurut Ajaran Islam

Dunia Perpustakaan | Akhir-akhir ini banyak desakan dan imbauan kepada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) dari lembaga-lembaga nasional maupun swasta untuk meningkatkan minat baca masyarakat, salah satunya dari Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih.

Hal itu masih sangat wajar, mengingat ada laporan berjudul World’s Most Literate Nations yang disusun oleh Central Connecticut State University tahun 2016, merilis bahwa peringkat literasi Indonesia berada di urutan ke 60 dari 61 negara yang diteliti.

Tidak kalah mencengangkan dengan itu, survei tiga tahunan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilakukan pada tahun 2012 mengungkapkan bahwa hanya ada 17,66 persen anak-anak Indonesia yang memiliki minat baca, sementara, yang memiliki minat menonton mencapai 91,67 persen. Artinya hanya ada 1 dari 10 anak di Indonesia yang memiliki minat baca, dan 9 dari 10 anak Indonesia lebih menyukai untuk menonton televisi.

Ada perasaan miris, kecewa, dan sedih, terlebih masyarakat Indonesia mayoritas adalah Muslim. Apabila kita mengacu pada dua data tersebut, akan timbul dalam benak kita sebuah pertanyaan, bagaimana kita akan mengerti dan memahami ajaran Islam tanpa membaca dan menulis? Apakah dengan menonton? Mungkin sebagian iya, namun membaca memiliki pengaruh lebih signifikan bagi perkembangan pengetahuan seseorang selain dengan berdiskusi.

Jauh-jauh hari, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menekankan pentingnya membaca bagi masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam. Menurut Anies, pentingnya membaca adalah pesan yang sangat ditekankan dalam Islam. Bahkan Al-Qurán yang agung pun disebut dengan nama kitab.

Dikutip dari sumber mirajnews.com, [22/07/16].“Perintah membaca ada dalam wahyu pertama, walaupun ditujukan lewat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam yang tidak pandai membaca, ini menunjukkan pentingnya membaca,” kata Anies saat membuka Islamic Book Fair (IBF) di Istora Senayan pada 2015 lalu.

Al-Qur’an, selain sebagai kitab suci umat Islam, juga merupakan salah satu sumber utama dalam setiap disiplin keilmuan, menjawab setiap problematika yang tengah dihadapi para pemikir-pemikir, baik dari pemikir Islam, maupun pemikir Barat, betapa tidak?

Hal itu karena perintah membaca terkandung dalam Al-Qur’an yang mengandung konsep tentang aspek-aspek kehidupan termasuk di dalamnya adalah ilmu, sehingga wahyu menjadi satu-satunya sumber dan asas bagi aktivitas membaca dan menulis itu sendiri.

Dalam kondisi seperti itu, tradisi intelektual dalam sejarah peradaban Islam dapat hidup dan berkembang secara dinamis. Hal itu menunjukkan bahwa jika saja kegiatan membaca sebagai implementasi dari perintah Iqra’ terlepas dari bimbingan Allah dan wahyu-Nya, maka tidak akan ada perkembangan intelektual dan ilmu secara signifikan, apalagi sebuah peradaban kokoh sebagaimana yang telah dicapai Islam.

Ada ungkapan yang tidak kalah menarik yaitu kemajuan ilmu pengetahuan berbanding lurus dengan perhatian dan pengamalan perintah membaca dan menulis. Itu artinya, semakin banyak kegemaran membaca umat Islam, kian tinggi peradaban Islam, begitu pula sebaliknya.

Di masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, para shahabat bukan saja hanya mendengarkan wahyu atau pelajaran-pelajaran hidup yang disampaikan, bagi mereka yang tidak ikut dalam majlis Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, akan membaca wahyu yang ditulis oleh shahabat yang lain, selain juga bertanya dan mendengar secara langsung dari shahabat yang ikut dalam majlis.

Kondisi itu membentuk komunitas ilmuwan. Wujudnya dalam sejarah perkembangan peradaban Islam adalah berdirinya kelompok belajar Ash-Shuffah di Madinah yang merupakan pusat pendidikan Islam pertama, sebagaimana diungkap pula oleh Imaamul Muslimin KH. Yakhsyallah Mansur, MA dalam bukunya berjudul ‘Ash-Shuffah; Pusat Pendidikan Islam Pertama yang Didirikan dan Diasuh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam’.

Di situ kandungan wahyu dan hadis-hadis Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam secara efektif dikaji. Inilah tonggak awal tradisi intelektual dan gambaran terbaik sebuah lembaga belajar mengajar dalam Islam. Ribuan hadis berhasil dipelajari dan dicatat oleh mereka yang belajar kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Maka tak heran, sepeninggal Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lahirlah para sahabat besar yang hafal ribuan hadis seperti Abu Hurairah, Abu Dzar Al-Ghifari, Salman Al-Farisi, ‘Abdullah ibn Umar, ‘Abdullah ibn Mas’ud dan lainnya ridwanullah ta’ala anhum ajmain.


Manfaat Membaca

Membaca bukan saja hanya sekedar melihat tulisan namun tidak membekas di hati maupun pikiran kita. Lebih dari itu, membaca adalah kegiatan meresepsi, menganalisa, dan menginterpretasi yang dilakukan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang  disampaikan oleh penulis dalam media tulisan.

Oleh karenanya, membaca adalah salah satu aktivitas yang memiliki segudang manfaat. Sedikitnya ada beberapa manfaat yang dapat penulis uraikan, di antaranya;

Melatih Kemampuan Berpikir, otak ibarat sebuah pedang, semakin diasah akan semakin tajam. Kebalikannya jika tidak diasah, juga akan tumpul. Apakah alat yang efektif untuk mengasah otak? Jawabannya adalah membaca.

Dengan membaca, otak akan bertambah kuat. Bacalah buku sebanyak mungkin. Menurut para ahli, keuntungan dari membaca buku dapat memberikan dampak yang menyenangkan bagi otak kita. Membaca juga membantu meningkatkan keahlian kognitif dan meningkatkan perbendaharaan kosakata.

Meningkatkan Pemahaman, contoh nyata dari manfaat ini banyak dirasakan oleh siswa maupun mahasiswa. Di mana membaca dapat meningkatkan pemahaman dan memori, yang semula tidak mereka mengerti menjadi lebih jelas setalah membaca.

Logika sederhana saja, sebagai pengalaman penulis pribadi, tidak mungkin siswa atau mahasiswa memahami materi pelajaran/kuliah kalau mereka tidak membaca. Dari sini jelas bahwa membaca sangat berperan dalam membantu seseorang untuk meningkatkan pemahamannya terhadap suatu bahan/materi yang dipelajari.

Menambah Wawasan dan Ilmu Pengetahuan, manfaat yang satu ini tidak bisa disangsikan lagi. Dengan membaca, kita akan mengetahui dunia. Ada pepatah mengatakan, “Jika engkau ingin mengenal dunia, maka mulailah membaca. Dan jika engkau ingin dikenal dunia, maka mulailah menulis.”

Dengan membaca pula, kita akan mampu menyesuaikan diri dalam berbagai pergaulan dan tetap bisa bertahan dalam menghadapi gejolak zaman.

Dan tentu, dari manfaat yang telah disebutkan, itu hanyalah sebagian kecil dari manfaat membaca. Akan ada manfaat lain yang akan kita rasakan ketika kita telah memahami urgensi dari membaca.

Labels:

Wednesday, July 20, 2016

Optimasi Program Literasi di Sekolah

Optimasi Program Literasi di Sekolah.


Dunia Perpustakaan | Gerakan gemar membaca sebenarnya sudah diluncurkan sejak beberapa tahun silam. Tidak hanya untuk kalangan terbatas seperti siswa/mahasiswa namun sudah merambah ke masyarakat luas.

Di lingkungan sekolah, gerakan gemar membaca di kalangan siswa sudah ditindaklanjuti dengan pembenahan sarana maupun prasaran membaca.  Melengkapi bahan dan sumber bacaan. Setiap sekolahpun sudah memiliki unit gedung perpustakaan, minimal ruang baca yang disesuaikan dengan kebutuhan sekolah.

Namun sejak beberapa tahun terakhir juga, gerakan gemar membaca seakan mulai pudar. Minat baca masyarakat, termasuk siswa/mahasiswa disinyalir banyak orang mulai menurun. Kegemaran para siswa seakan berubah pada aktivitas browsing melalui gadget dan fasilitas internet lainnya.

Tahun 2015 lalu dicanangkan gerakan literasi penumbuhan budi pekerti siswa. Pengembangan program literasi didasarkan pada Permendikbud RI Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.

Program literasi di sekolah pada hakikatnya upaya memarakkan gerakan gemar membaca di kalangan siswa. Agar program literasi di sekolah berjalan efektif maka diperlukan upaya optimasi dari manajemen sekolah.

Potensi budi pekerti siswa


Pihak sekolah menyadari bahwa setiap siswa memiliki potensi tertentu untuk tumbuh dan berkembang. Potensi itu meliputi intelektual budi pekerti dan keterampilan. Potensi siswa memiliki budi pekerti sudah terbentuk sejak dini di lingkungan keluarga. Anak sudah dibekali dengan nilai-nilai karakter dan budi pekerti yang luhur.

Di lingkungan sekolah, potensi budi pekerti siswa perlu lebih ditumbuhkembangkan dengan berbagai proses dan cara yang berlangsung di sekolah. Oleh sebab itu, program literasi akan berjalan efektif apabila tercipta suasana dan iklim pembelajaran yang mendukung.

Iklim pendorong gerakan literasi


Iklim pembelajaran yang berlangsung di sekolah seyogyanya mendorong para siswa untuk membaca dan menulis. Optimasi program literasi terutama sekali bertumpu pada bagaimana setiap guru berusaha memodifikasi iklim belajar.

Salah satu upaya modifikasi itu adalah memberi waktu sebanyak mungkin untuk siswa dapat membaca kemudian menulis apa yang sudah mereka baca. Paling tidak siswa mampu mengkomunikasikan hasil bacaanya sehingga berpengaruh pada kepribadian sang siswa.

Pendukung gerakan literasi


Selain penciptaan iklim belajar, optimasi program literasi juga tergantung pada faktor pendukung berupa sarana dan  prasarana baca dan tulis. Faktor dimaksud antara lain; perpustakaan sekolah dan pustaka kelas yang memadai, kontribusi orangtua siswa, dan faktor lainnya.

Dapat disimpulkan, program literasi di sekolah diwujudkan dalam bentuk kegiatan membaca dan menulis yang mendorong tumbuhnya budi pekerti siswa.

Kegiatan membaca buku literatur bernilai budi pekerti, memahami isi bacaan, menulis  dan merangkum atau menceritakan kembali kesimpulan hasil bacaan siswa. Kegiatan ini diharapkan akan dapat menggugah sikap dan kepribadian siswa.

(matrapendidikan.com)

Labels:

Tranformasi Pendidikan di Masa Modern

Tranformasi Pendidikan di Masa Modern.


Dunia Perpustakaan | Dinas Pendidikan Aceh menjadi sorotan utama dari berbagai pihak dan media setelah ditemukan adanya proyek pengadaan videotron (bilboard digital). Berbagai pihak pun mengecamnya, baik dari elemen masyarakat maupun para praktisi pendidikan.

Mengutip pernyataan Prof Dr Samsul Rizal MEng, Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) yang dirilis Serambi Indonesia (Senin, 18 Juli 2016) mengatakan, bahwa mutu guru jauh lebih penting dari program videotron. Mutu guru jadi fondasi awal yang harus kita bangun ketimbang infrastruktur seperti videotron.

Peningkatan mutu pendidikan tidak dapat dilakukan hanya dengan menayangkan siaran kepada khalayak ramai dalam bentuk video yang ditampilkan di pusat kota. Upaya peningkatan pendidikan haruslah dilakukan dengan cara yang nyata dan membekas. Hal ini dapat diwujudkan, misalnya, dengan pengalokasian dana yang memadai untuk pendampingan guru mata pelajaran secara kontinu.

Cara ini dianggap lebih efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan Aceh, terutama mendongkrak pemerolehan nilai uji kompetensi guru (UKG) yang sebelumnya diselenggarakan pada 2015, dan Provinsi Aceh berada pada peringkat ke-32 dari 34 provinsi di Indonesia.

Usulan alternatif

Berangkat dari persoalan di atas, ada beberapa usulan yang kiranya dapat menjadi alternatif untuk menggantikan videotron:

Pertama, perancangan situs simulasi UKG. Dinas Pendidikan Aceh dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri yang menyelenggarakan program studi informatika untuk merancang situs simulasi UKG.

Para ahli IT tersebut akan memberikan pendampingan kepada guru-guru mata pelajaran yang di-UKG-kan berkaitan dengan kiat mengoperasikan situs tersebut, karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bahrun, dkk (2015) sebagian besar guru merasa kesulitan dalam menjawab soal terkendala persoalan teknis.

Selain itu, soal yang terdapat dalam situs tersebut dibuat oleh tim ahli (guru/dosen) yang divalidasi oleh praktisi dan pakar pendidikan. Selanjutnya, selain dikerjakan secara online guru-guru tiap mata pelajaran yang di-UKG-kan diberi pelatihan secara tatap muka untuk membahas soal dan kiat menghemat waktu.

Kedua, meningkatkan minat baca dengan program literasi. Jumlah dana yang dialokasikan untuk videotron sebayak 8,5 M jika dialokasikan untuk pembelian buku seharga 40 ribu dapat disebarkan ke 23 provinsi sebanyak 6.439 buku.

Pengadaan buku ini diperunttukan untuk perpustakaan kelas yang mana setiap pagi menjelang pelajaran pertama, siswa-siswa diwajibkan membaca buku yang terdapat pada perpustakaan sekolah. Hal ini diyakini dapat meningkatkan minat baca siswa karena khususnya di Aceh, tidak ada patokan standar kelulusan siswa di SMA minimal harus membaca keseluruhan buku, katakanlah minimal 5 buku.

Ketiga, peningkatan publikasi ilmiah para guru. Guru-guru yang ingin menaikkan pangkat/golongan dari golongan IV/a ke golongan IV/b, salah satunya diharuskan membuat penelitian tindakan kelas yang dipublikasikan ke jurnal ilmiah. Selama ini, guru-guru merasa kesulitan untuk mempublikasikan hasil penelitian ke jurnal ilmiah karena tidak ada jurnal resmi yang dikelola oleh Dinas Pendidikan, baik Dinas Pendidikan kabupaten/kota maupun Dinas Pendidikan provinsi. Hal ini sungguh disayangkan, guru-guru di Aceh terpaksa mengirimkan publikasi ilmiahnya ke jurnal di luar Aceh, serta tidak tertutup kemungkinan dimuat pada jurnal bodong.

Keempat, penerbitan lembar kerja siswa (LKS) tiap mata pelajaran. Guru-guru mata pelajaran menggunakan LKS yang diproduksi oleh penerbit di luar provinsi Aceh yang nyatanya tidak memuat kearifan lokal masyarakat setempat. Dinas pendidikan provinsi Aceh sudah saatnya merancang LKS yang diterbitkan secara kontiniu oleh dinas pendidikan itu sendiri serta didistribusikan ke setiap sekolah di provinsi Aceh.

Apabila hal ini dapat diwujudkan dipastikan akan menciptakan lowongan kerja baru terutama bagi loper buku. Di samping itu, upaya pembuatan LKS ini juga dapat diwujudkan dengan bekerja sama dengan perguruan tinggi di mana para guru besar ataupun dosen-dosen yang berkompeten dapat memvalidasi setiap soal dan Dinas Pendidikan diwajibkan mengusulkan menjadi penerbit mandiri ke Perspustakaan Nasional Republik Indonesia.

Keempat usulan tersebut sudah saatnya diwujudkan sebagai alternatif pengganti videotron. Pelaku pendidikan, baik tenaga pendidikan maupun tenaga pendidik sudah jenuh dengan upaya pencitraan yang dilakukan oleh pejabat. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Ketua DPRA Muharuddin bahwa “videotron itu menjadi media pencitraan dan kampanye terselubung kepala daerah yang mencalonkan diri kembali.”

Banyak persoalan

Ada banyak persoalan mengenai pendidikan di Aceh, terutama mengenai mutu pendidikan itu sendiri. Upaya peningkatan mutu pendidikan, sebagaimana yang telah dikatakan tadi haruslah dilakukan dengan cara yang nyata serta kontinu. Ada baiknya ego golongan haruslah dikesampingkan dan sama-sama bahu-membahu membantu meningkatkan mutu pendidikan.

Transformasi pendidikan saat ini jauh berbeda dibandingkan dengan pendidikan masa lalu. Kenyataan yang harus dihadapi oleh guru untuk mentransfer ilmu pengetahuan jauh lebih mudah dibandingkan pada masa lalu. Akan tetapi, pembentukan karakter bagi siswa juga dianggap lebih penting karena saat ini westernisasi budaya asing perlahan telah masuk dalam budaya inti masyarakat setempat.

Selain itu, kita patut memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada setiap pihak yang ikut memberikan pendapatnya terhadap pengadaan videotron tersebut. Oleh karena itu, Dinas Pendidikan Aceh jangan berkecil hati. Ini membuktikan bahwa kinerja Dinas Pendidikan didukung sepenuhnya oleh setiap kalangan.

Hal ini salah satu syarat terwujudnya harmonisasi pendidikan, sebagaimana tertuang dalam Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 57 ayat (2) yang mengamatkan masyarakat dapat berpartisipasi membantu penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan. Semoga perhatian kita semua terhadap mutu pendidikan dapat membantu Dinas Pendidikan merancang program yang tepat.

(tribunnews.com)

Labels:

Luar Biasa! Tukang Becak Ini Rela Mengajar Gratis untuk Anak Gelandangan

Dunia Perpustakaan | Ratemat Aboe suka mengajari anak-anak tentang pengetahuan sejak dia muda hingga di usianya yang kini mencapai 78 tahun. Dulu dia bercita-cita mencerdaskan anak-anak dan kini terkabul. "Anak pintar itu banyak, tapi pintar belum tentu cerdas," ungkapnya saat ditemui pada Minggu (17/7).

Pria yang akrab disapa Aboe itu masih mengajar anak gelandangan dan tidak mampu. Aboe mengungkapkan, hal itu berawal saat dia masih hidup di Surabaya dan bekerja sebagai petugas transmigran gelandangan Jawa Timur pada 1979-1989.

Dari situ timbul niat untuk mengajari anak-anak tunawisma. Sebab, rata-rata mereka tidak bisa membaca dan menulis. "Anak gelandangan saat itu mulai saya ajari dengan menulis dan membaca A I U E O," jelasnya.

Pria yang pernah bekerja menjadi tukang sapu tersebut mengaku tidak memiliki pendidikan yang tinggi. Dia hanya mengenyam sekolah pamong, yaitu sekolah binaan pemerintah Belanda untuk menanggulangi desa-desa yang masyarakatnya masih buta huruf. "Saya memang bodoh, tapi saya suka membaca," terangnya.

Aboe yang kelahiran Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, mengungkapkan, dia pindah ke Malang pada 1993 setelah menyatakan pensiun dini. Karena tidak mempunyai pekerjaan apa-apa, dia menjadi penarik becak. "Sampai pensiun pun saya tidak naik pangkat dan gaji saya dipotong," katanya.

Aboe biasa mangkal di depan kantor kwartir cabang (kwarcab) pramuka di kawasan Pasar Splendid. Dalam sehari, pendapatannya antara Rp 30 ribu-Rp 50 ribu. Gajinya berkurang banyak karena masyarakat lebih memilih menggunakan motor. "Dulu, biasanya ya bisa dapat Rp 100 ribu per hari," ungkapnya.

Dikutip dari jpnn.com, [19/07/16]. Berawal dari Kwarcab Pramuka Kota Malang, dia mengajari anak-anak gelandangan. Pada 2010 kwarcab mengumpulkan anak gelandangan di seluruh Kota Malang untuk dibina. "Dari situ saya memberikan masukan kepada kwarcab mengenai cara mendidik gelandangan yang benar," jelasnya.

Aktivitas Ratemat Aboe saat mengajar anak-anak secara gratis di rumahnya | gambar: jpnn.com
Setelah dia mengarahkan pihak kwarcab, pada 2012 ada sekumpulan mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang datang untuk membantu mengajari anak-anak gelandangan. Namun, itu hanya bertahan 4 minggu karena ketidakcocokan metode pembelajaran antara anak kampus dan Aboe.

Selang beberapa minggu, datang mahasiswa Universitas Islam Malang (Unisma) untuk mengajari anak-anak gelandangan di rumahnya. Namun, itu pun hanya bertahan satu minggu karena anak-anak menjadi jarang datang untuk belajar di sana.

Semuanya berubah setelah Komunitas DNE (Dulur Never End) datang. Komunitas yang awalnya fokus pada bakti sosial itu menjadi komunitas sosial pendidikan setelah bertemu dengan Aboe. "Berkat DNE, semakin banyak komunitas yang menyumbang tenaga maupun materi untuk pengajaran anak gelandangan ini," katanya.

DNE kini memiliki 40 anggota dan 20 volunteer (sukarelawan). Komunitas tersebut diketuai Gabriel Iryanto. Komunitas yang didirikan sejak 2006 itu bertujuan membuat perpustakaan dan taman baca sebagai penunjang pengajaran anak bimbingan Aboe.

Aboe mengakui, anak-anak bimbingannya sering mendapatkan nilai bagus di sekolah setelah mendapatkan bantuan dari DNE. Selain itu, DNE memberikan nama "Rumah Belajar Kakek Aboe" untuk tempat pengajaran anak gelandangan tersebut.

Saat ini Aboe mengajar 30 anak pengemis, gelandangan, nyepek (pengatur lalu lintas jalanan), dan warga tidak mampu di sekitar rumahnya, Jalan Tanjung Putra Yudha I atau biasa disebut Desa Sukun Sidomulyo.

Ada anak-anak yang sekolah, mulai TK hingga SD kelas VI. Ada pula yang tidak sekolah. "Saya mengajari anak-anak tersebut karena miris saat melihat mereka mengemis di perempatan lampu merah," katanya.

Labels: ,